tag:blogger.com,1999:blog-55564686712741189162024-02-08T05:16:34.216-08:00MuslimahwatyMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.comBlogger40125tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-67865452573936490802010-07-04T02:10:00.001-07:002010-07-04T02:10:46.691-07:00LANJUT TERAPI OKSIGEN DALAM ASUHAN KEPERAWATANTERAPI OKSIGEN <br />DALAM ASUHAN KEPERAWATAN <br />IKHSANUDDIN AHMAD HARAHAP <br />Program Studi Ilmu Keperawatan <br />Fakultas Kedokteran <br />Universitas Sumatera Utara <br /><br /><br />PENDAHULUAN <br />Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. <br />Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. <br />Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah. <br />Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2. <br />PROSES RESPIRASI <br />Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis. <br />Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg. <br />Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi : <br />CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2) <br />Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus : <br />DO2 = (10 x CaO2) x CO <br />Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah <br />©2004 Digitized by USU digital library 1<br />dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah : <br />DO2 = (10 x CaO2) x CI <br />Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut : <br />VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI <br />Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar. <br />VENTILASI ALVEOLAR <br />Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik. <br />Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead Space. <br />Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. <br />Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut. <br />Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit. <br />VA = (VT – VD) x RR <br />Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2). <br />PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8) <br />Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal). <br />TERAPI OKSIGEN <br />Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard. <br />©2004 Digitized by USU digital library 2<br />Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien. <br />Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan. <br />INDIKASI PEMBERIAN O2 <br />Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. <br />Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar. <br />METODE PEMBERIAN O2 <br />Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu : <br /><br />1. Sistem aliran rendah <br /><br />Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit. <br />Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing. <br />Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system : <br /><br />a. Kateter nasal <br />Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. <br /><br />- Keuntungan <br />Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. <br /><br />- Kerugian <br />Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat. <br /><br />©2004 Digitized by USU digital library 3<br /><br />b. Kanula nasal <br />Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal. <br /><br />- Keuntungan <br />Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman. <br /><br />- Kerugian <br />Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir. <br /><br />c. Sungkup muka sederhana <br />Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%. <br /><br />- Keuntungan <br />Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. <br /><br />- Kerugian <br />Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. <br /><br />d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : <br />Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt <br /><br />- Keuntungan <br />Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir <br /><br />- Kerugian <br />Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat. <br /><br />e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing <br />Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi <br /><br />- Keuntungan : <br />Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. <br /><br />- Kerugian <br />Kantong O2 bisa terlipat. <br /><br /><br />2. Sistem aliran tinggi <br /><br />Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur. <br />Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. <br />Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%. <br /><br />- Keuntungan <br /><br />©2004 Digitized by USU digital library 4<br /><br /><br />Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2 <br /><br />- Kerugian <br />Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah. <br /><br />BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN <br />Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain : <br /><br />1. Kebakaran <br />O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”. <br /><br />2. Depresi Ventilasi <br />Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi <br /><br />3. Keracunan O2 <br />Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu <br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN <br />Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian. <br />Pengkajian ini ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang terlibat. Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2. metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapa dapat berupa kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis,k berkeringat, peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gasa darah asteri seerta pememriksaan diagnostik foto torak. <br />Tahap beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas <br />Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan untuk “Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien. <br />©2004 Digitized by USU digital library 5<br />Rencana ini selajutnya ditindak lanjuti atau di”Implementasi” dan pada akhirnya akan di”Evaluasi” sejauhmana tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau diganti. <br />KESIMPULAN <br />Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin. <br /><br />DAFTAR PUSTAKA : <br />Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999 <br />Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001 <br />Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999 <br />Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999 <br />Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999 <br />Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996 <br />Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997 <br />Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997 <br />……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta 1993 <br />©2004 Digitized by USU digital library 6Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-80591563225647203452010-07-04T02:09:00.001-07:002010-07-04T02:09:53.669-07:00TERAPI OKSIGENTERAPI OKSIGEN<br />Ramang Said Hasan, S.Kep, Ns<br />PENGERTIAN :<br />Memberikan aliran gas > 20 % pada tekanan 1 atmosfir shg konsentrasi O2 meningkat dalam darah.<br />TUJUAN<br /> Mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat.<br /> Menurunkan kerja nafas<br /> Menurunkan kerja jantung.<br /> Memperbaiki hypoksia<br />INDIKASI <br /> Pada penurunan PaO2 dengan gejala dan tanda hipoksia, dispnoe, takhipnoe, disorientasi, gelisah, apatis atau penurunan kesadaran, tachikardia atau bradikardia dengan tekanan darah turun.<br /> Keadaan lain : gagal nafas akut, shok, keracunan CO. <br />METODE PEMBERIAN OKSIGEN<br />I. SISTEM ALIRAN RENDAH<br /> Low flow low concentration<br /> Kateter Nasal<br /> Kanul Nasal<br /> Low flow high concentration<br /> Sungkup muka sederhana<br /> Sungkup muka dengan kantong “rebreathing”<br /> Sungkup muka dengan kantong “non rebreathing”<br />II. SISTEM ALIRAN TINGGI<br /> High flow low concentration<br /> Sungkup venturi<br /> High flow high concentration<br /> Head box<br /> Sungkup CPAP<br /> <br /><br /><br />KATETER NASAL<br /> 1-3 l/m dengan konsentrasi 24 – 32 %<br /> Keuntungan :<br /> Pemberian O2 stabil<br /> Pasien bebas bergerak, berbicara, makan atau minum.<br /> Alat murah<br /> <br /> Kerugian :<br /> Tidak dapat memberikan O2 > 3 l/m<br /> Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasopharing<br /> Kateter mudah tersumbat dengan sekret atau tertekuk<br /> Tehnik memasukkan kateter agak sulit<br /> Pada aliran tinggi terdengar suara dari aliran O2 pada nasopharing<br />KANUL NASAL / BINASAL<br /> 1–6 l/m dengan konsentrasi 24–44 %<br /> Konsentrasi O2 akan naik 4 % pada tiap kenaikan aliran 1 l/m<br /> Keuntungan :<br /> Pemberian O2 stabil dengan tidal volume dan laju nafas teratur.<br /> Baik diberikan dlm jangka waktu lama<br /> Pasien dpt bergerak bebas, makan, minum dan berbicara<br /> Efisiensi dan nyaman untuk pasien<br /> <br /> Kerugian :<br /> Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, dengan belakang telinga tempat tali binasal.<br /> Konsentrasi oksigen akan berkurang jika pasien bernafas dengan mulut<br />SUNGKUP MUKA SEDERHANA<br /> 5 – 8 l/m.<br /> Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasopharing dan oropharong sebagai reservoar anatomik<br /> <br />SUNGKUP MUKA REBREATHING<br /> Aliran yang diberikan 8 – 12 l/m dengan konsentrasi 40 – 60 %<br /> Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi, 1/3 bagian volume ekshalasi masuk ke kantong, 2/3 bagian volume ekshalasi melewati lubang – lubang pada bagian samping.<br />SUNGKUP MUKA NON REBREATHING<br /> Aliran yang diberikan 8 – 12 l/m dengan konsentrasi 80 - 100 %<br /> Udara inspirasi tidak tercampur dengan udara ekspirasi.<br /> Tidak dipengaruhi oleh udara luar.<br /> <br /><br /><br /><br /> <br />Kerugian pada penggunaan Sungkup :<br /> Mengikat (sungkup harus terus melekat pada pipi / wajah pasien untuk mencegah kebocoran)<br /> Lembab<br /> Pasien tidak dapat makan, minum atau berbicara<br /> Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien yang tidak sadar atau anak – anak.<br />SUNGKUP VENTURI<br /> Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi O2 24 – 50 %<br /> Dipakai pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur<br /><br /> <br />Persiapan Alat :<br /> Tabung O2 lengkap dengan manometer<br /> Pengukur aliran / flow meter<br /> Botol pelembab (humidifier) yang sudah diisi air matang untuk melembabkan udara<br /> Selang zat asam<br /> Kedok zat asam / canula hidung ganda / tenda O2<br /> Alat resusitasi lengkap bila mungkin disediakan<br />Persiapan Pasien :<br /> Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang kan dilakukan tindakan bila sadar<br />Pelaksanaan :<br /> Isi tabung diperiksa dan dicoba<br /> Slang O2 dihubungan dengan kedok zat asam / canula hidung ganda<br /> Flow meter dibuka dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan biasanya 2 - 3 liter / menit.<br /> Memberikan O2 sangat sederhana dengan mempergunakan kedok zat asam/canula hidung ganda, bila mempergunakan kedok zat asam, kedok dipasang/ditutupkan pada mulut dan hidung, tali kedok dikaitkan dibelakang kepala dan bila menggunakan canula hidung ganda, ujung canula dimasukkan ke dlm kedua lubang hidung, dikaitkan di kedua teliga dan diikat di bawah dagu klien.<br /> Pasien ditanya, apakah sesaknya berkurang.<br /> Periksa kanula tiap 8 jam.<br /> Pemberian O2 dapat dilaksanakan terus-menerus / selang seling / dihentikan sesuai dengan program pengobatan<br /> Apabila pemberian O2 tidak digunakan lagi kedok / canula hidung ganda diangkat dan flow meter ditutup.<br /> Pasien dirapikan kembali<br /> Peralatan dibersihkan, dirapikan dan dibereskan di tempat semula<br />Catatan :<br /> Dokumentasikan waktu pemakaian & penghentian terapi O2, serta jumlah pemakaian O2.Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-67681112121944201862010-07-04T02:08:00.000-07:002010-07-04T02:09:11.092-07:00CARA Tanda VitalTanda Vital<br />Pendahuluan<br /> Pengukuran yang banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah tanda – tanda vital berupa Suhu Badan, Respirasi, Tekanan Darah, dan Saturasi O2.<br /> Tanda – tanda vital adalah data yang dapat menunjang dalam mengetahui keadaan pasien.<br />Mengukur Suhu Tubuh<br />Suatu usaha untuk mengetahui / mengukur suhu tubuh pasien dengan menggunakan termometer.<br />Satuan suhu dalam 0C (derajat celcius)<br /> Suhu normal : 360 C – 37,50 C<br /> Hipotermi : Suhu tubuh < 36 0 c<br /> Hipertemi : > 400 C <br />Prosedur Kerja<br /> Persiapan Alat <br /> Termometer bersih dalam tempatnya<br /> 3 buah botol masing-masing berisi larutan sabun, desinfektan, Air bersih<br /> Tissu / kassa<br /> Bengkok <br /> Buku catatan suhu<br /> Penjelasan kepada pasien<br /> Pelaksanaan<br /> Cuci tangan<br /> Gunakan sarung tangan sekali pakai untuk menghindari kontak dengan ciaran tubuh (misalnya air ludah atau kotoran/faeces).<br /> Kalau perlu baju pasien di buka, ketiak dikeringkan.<br /> Periksa termometer, apakah air raksa berada di bawah angka 35,50 C. Bila di atas angka tersebut, turunkan dengan cara, pegang ujung atas Termometer dengan aman dan jauhkan dari benda sekitarnya, kemudian kibaskan secara mencolok.<br /> Lalu jepitkan dengan Reservoarnya tepat ditengah ketiak dan lengan pasien diletakkan di dada<br /> Setelah 5 – 10 menit termometer diangkat dan dibaca, hasilnya dicatat pada buku<br /> Termometer dicelupkan dalam larutan sabun, dilap dengan potongan tissu/kassa, kemudian masukkan dalam larutan desinfektan, dibersihkan dengan air bersih lalu keringkan.<br /> Selanjutnya air raksa diturunkan kembali pada angka Nol dan letakkan pada tempatnya.<br /> Perawat cuci tangan<br />Mengukur Pernafasan<br /> Mengetahui frekwensi pernapasan selama 1 menit.<br /> < 2 bulan : ≥ 60 x / menit<br /> 2 bln – 1 tahun : ≥ 50 x / menit<br /> 1 – 5 tahun : > 40 x / menit <br />Prosedur Kerja<br /> Persiapan Alat<br /> Arloji dengan penunjuk detik<br /> Catatan pernapasan pasien<br /> Pasien diberi penjelasan<br /><br /> Pelaksanaan<br /> Cuci tangan<br /> Menghitung pernafasan selama satu menit<br /> Observasi frekwensi irama danm volume<br /> Mencatat hasil tindakan dan respon pasien<br /> Cuci tangan dan bereskan alat.<br />Mengukur Tekanan Darah<br /> Normal : 120/90 mmHg<br /> Hipertensi ringan : sistolik 140 – 159 mmHg, diastolik 90 – 99 mmHg.<br /> Hipertensi sedang : Sistolik 160 – 179 mmHg, diastolik 100 – 109 mmHg.<br /> Hipertensi berat : Sistolik180 – 209 mmHg, diastolik 110 – 119 mmHg.<br /> Hipertensi sangat berat : Sistolik diatas 210 mmHg, diastolik diatas 120 mmHg. <br />Prosedur Kerja<br /> Persiapan Alat :<br /> Stetoskop.<br /> Sfigmomanometer atau Tensi meter dengan manset.<br /> Buku catatan dan balpoint.<br /> Persiapan pasien :<br /> Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang kan dilakukan.<br /> Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.<br /> Pelaksanaan<br /> Lengan baju dibuka / digulung<br /> Palpasi Arteri Brahialis, posisi manset berada 2,5 cm di atas sisi pulsasi.<br /> Manset tensimeter dipasang dilengan atas dengan posisi panah di tengah manset berada tepat di tengah.<br /> Manset dipasang tidak terlalu kuat / tidak terlalu longar, skrup balon ditutup.<br /> Arteri brachialis diraba sambil mengembangkan manset dengan cepat sampai tekanan 30 mmHg di atas titik ketika nadi hilang lalu kempiskan manset, dengan perlahan kemudian perhatikan titik saat nadi teraba. Turunkan air raksa sampai titik nol.<br /> Tunggu sampai + 30 detik Lalu stetoskop ditempelkan di titik nadi, balon dipompa sampai 30 mmHg di atas titik sistolik palpasi klien.<br /> Skrup balon dibuka perlahan-lahan, air raksa turun perlahan-lahan dengan kecepatan 2 – 3 mmHg, sambil memperhatikan turunnya air raksa dengarkan bunyi denyutan pertama<br /> Skala permukaan air raksa pada waktu terdengar denyutan pertama disebut tekanan sistole (120 mmHg).<br /> Dengarkanlah terus sampai denyutan yang terakhir dikala permukaan air raksa pada waktu denyutan terakhir membuat tekanan diastole (80mmHg).<br /> Pencatatan hasil dilakukan dengan cara sebagai berikut :<br /> Sistole diatas Diastole dibawah<br /> Misal : 120 / 80 mmHg<br />Menghitung Nadi :<br /> Menghitung frrekwensi denyut nadi pasien dalam waktu satu menit<br /> Nadi normal<br /> Untuk Bayi : 120 – 140 x / menit<br /> Anak : 100 – 120 x / menit<br /> Dewasa : 60 - 100 x / menit<br /> Persipan Alat<br /> Arloji tangan dengan penunjuk detik<br /> Catatan nadi<br /> Pasien diberi penjelasan<br /> Pelaksanaan <br /> Cuci tangan<br /> Mengitung denyut nadi selama satu menit<br /> Observasi frekwensi, irama<br /> Mencatat hasil tindakan dan respon pasien<br /> Cuci tangan dan bereskan alatMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-81340158720253157062010-07-04T02:07:00.000-07:002010-07-04T02:08:02.519-07:00STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN WAHAMSTRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN WAHAM<br /><br />SP 1 P : Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.<br /><br />ORIENTASI :<br />“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas pagi ini di Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”<br />“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”<br />“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”<br />“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”<br /><br />KERJA :<br />“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”<br />“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R rasakan?”<br />“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”<br />“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”<br />“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?”<br />“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”<br />“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”<br />“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”<br />“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”<br />TERMINASI :<br />“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”<br />“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”<br />“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”<br />“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”<br />“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”<br />“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?”<br />“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak R?”<br />SP 2 P : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya.<br /><br />ORIENTASI :<br />“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”<br />“Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?”<br />“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”<br />“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”<br />“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”<br /><br />KERJA :<br />“Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”<br />“Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.”<br />“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?”<br />“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.”<br />“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak R ini. Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?”<br />“Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”<br />“Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?”<br /><br />TERMINASI :<br />“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan pak R?”<br />“Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah kita buat ya?”<br />“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”<br />“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju pak?”<br />“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum, setuju?”<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.<br /><br />ORIENTASI :<br />“Assalamualaikum pak R.”<br />“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”<br />“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”<br />“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”<br /><br />KERJA:<br />“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”<br />“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”<br />“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”<br />“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”<br />“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”<br />“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”<br /><br />TERMINASI :<br />“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?” <br />“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”<br />“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”<br />“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.<br />“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”<br />“Sampai besok ya pak.”<br /><br /><br />STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA <br />KELUARGA PASIEN DENGAN WAHAM<br /><br />SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga ; mengidentifikasi masalah; menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.<br /><br />ORIENTASI : <br />“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas diruang melati ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu nma bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”<br />“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara merawat pak R dirumah.”<br />“Dimana bapak mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?”<br />“Berapa lama bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 0 menit saja?” <br /><br />KERJA :<br />“Pak S, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah pak R lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-ngaku sebagi seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi hanya merupak salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara enghadapinya. Setiap kali pak R berkata bahwa ia seorang nabi, pak S dan ibu berikap dengan mengatakan;<br />Pertama: Pak S atau ibu mengerti bahwa pak R merasa seorang nabi, tapi sulit bagi pak S dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nai tidak ada yang hidup didunia.<br />Kedua: Pak S atau ibu harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal yang baik”<br />Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi dengan pak R. Bapak dan ibu dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang kebutuhan yang diinginkan oleh pak R, misalnya; Pak S dan ibu percaya kalau pak R punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan punya kemampuan”<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keempat: Pak S atau ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan untuk bermain suling dengan baik dicoba sekarang” dan kemudian setelah dia melakukannya pak S dan ibu harus memberikan pujian.<br />Pak S dan ibu jangn lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi tenang.”<br />“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Pak R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”<br /><br />TERMINASI :<br />“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang cara merawat pak R dirumah nanti?”<br />“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung kerumah sakit.”<br />“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan kita tadi.”<br />“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu kedatangan bapak dan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya pak,bu.”<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.<br /><br />ORIENTASI:<br />“Assalamualaikum pak, bu sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaimana pak, bu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien seperti yang telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan latihan cara-cara merawat pasien tersebut ya pak, bu.”<br />“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?”<br /><br />KERJA:<br />“Sekarang anggap saja saya pak Ryang sedang mengaku nabi, coba bapak dan ibu praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti ini!”<br />“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”<br />“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan positifnya sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawata Pak R.”<br />“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”<br /><br />TERMINASI:<br />“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”<br />“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk pak R!”<br />“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke sini dan kita akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai bapak dan ibu lancer elakukannya?”<br />“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di tempat ini ya pak,bu.”<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.<br /><br />ORIENRASI:<br />“Assalamualaikum pak, bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”<br />“Bagaimana pak, bu selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat pak R?”<br />“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak dan ibu ikut saya”<br />“Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 30 menit saja? Sebelum ibu dan bapak menyelesaikan administrasinya”<br /><br />KERJA:<br />“Pak, bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar ia tetap melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakannya).”<br />“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan oleh pak R selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan tidak memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi petugas rumah sakit, agar petugas rumah sakit dapat memantaunya.”<br /><br />TERMINASI:<br />“Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu? Sudah siap unutk melanjutkan dirumah?”<br />“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada apa-apa bapa dan ibu segera menhubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan bap dan ibu mohon dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya pak,bu.”<br />“Silahkan ibu dan Bapak unutk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor depan!”Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-30780821483036563902010-07-04T02:06:00.000-07:002010-07-04T02:07:14.438-07:00PEREKAMAN EKGPEREKAMAN EKG<br />Ramang Said Hasan, S.Kep, Ns.<br />PENGERTIAN<br />• Elektrokardiografi adalah Ilmu yg mempelajari aktifitas listrik jantung<br />• Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.<br />Prosedur Perekaman EKG<br />PERSIAPAN<br />A. Alat :<br />1. Mesin EKG (Kabel listrik, ground, kabel elektroda, Balon pengisap, plat elektroda/karet pengikat)<br /> 2. Jelly<br /> 3. Tissue<br /> 4. Gaas/kapas alkohol<br /> 5. Spidol<br /> 6. Kertas EKG<br />B. Pasien.<br /> 1. Penjelasan (tujuan, hal2 yg perlu diperhatikan saat perekaman<br /> 2. Dinding dada hrs terbuka<br />CARA KERJA<br />• Hidupkan mesin EKG<br />• Posisikan pasien<br />• Bersihkan dada dengan kapas/gaas alkohol, ekstremitas, cukur bila ada rambut.<br />• Keempat elektroda diberi jelly<br />• Pasang elektroda ekstremitas<br />• Dada diberi jelly sesuai lokasi<br />• Pasang elektroda dada<br />• Buat kalibrasi sebanyak 3 kali<br />• Rekam setiap 3 – 4 beat<br />• Setelah selesai perekaman, kalibrasi ulang<br />• Semua elektroda dilepas<br />• Bersihkan jelly di tubuh pasien<br />• Beritahu pasien bhw perekaman selesai<br />• Matikan mesin EKG<br />• Catat : Nama pasien, umur, jam, tanggal, bulan dan tahun pembuatan dan nama pembuat<br />• Bersihkan dan rapihkan alat2<br />Perhatian :<br /> Sebelum bekerja periksa kecepatan 25 mm/dtk, voltase 1 mVolt.<br /> Hindari gangguan listrik dan mekanik saat perekaman<br /> Saat perekaman perawat harus menghadap pasien<br /> Privacy pasienMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-89040924231698755872010-07-04T02:05:00.000-07:002010-07-04T02:06:28.158-07:00TUGAS PENGKAJIAN DIAGNOSTIK SISTEM ENDOKRINPENGKAJIAN DIAGNOSTIK SISTEM ENDOKRIN<br />& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Hipofisis<br /> Foto Tengkorak (cranium)<br />Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.<br /> Foto Tulang (osteo)<br />Dilakukan untuk melihat tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya kesamping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.<br /> CT Scan Otak<br />Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak bergerak selama prosedur.<br /> Pemeriksaan Darah dan Urin<br /> KADAR GROWTH HORMON<br />Nilai normal 10 µg/ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkt kadarnya. Specimen adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada. <br /> KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)<br />Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah kurang lebih 5 cc. Tanpa persiapan khusus.<br /> KADAR ADRENOKARTIKO TROPIK (ACTH)<br />Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.<br />Persiapan<br /> Tidak ada pembatasan makanan dan minuman<br /> Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol atau antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.<br /> Bila obat-obatan harus diberikan, lampiran jenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman specimen.<br /> Cegah stres fisik dan psikologis<br /><br /><br />Pelaksanaan <br /> Klien diberi dexametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari.<br /> Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc.<br /> Urine ditampung selama 24 jam.<br /> Kirim spesimen (darah dan urin) ke laboratorium.<br />Hasil <br />Normal bila ;<br /> ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl.<br /> 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.<br />Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian dexametason 1 mg/oral tengah malam, baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam. Specimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan eksresi 17 OHCS dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.<br />& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Tiroid<br /> Up take Radioaktif (RAI)<br />Tujuan pemeriksaan darah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodide.<br />Persiapan <br /> Klien puasa 6-8 jam.<br /> Jelaskan tujuan dan prosedur.<br />Pelaksanaan <br /> Klien diberikan Radioaktif Iodium (I¹³¹ ) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh diatas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan.<br /> Juga dapat diukur clearence I¹³¹ melalui ginjal dengan mengumpulkan urine selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif Iodiumnya.<br />Banyaknya I¹³¹ yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut<br /> Normal : 10-35 %<br /> Kurang dari : 10 % disebut menurun, dapat terjadi pada hipotiriodisme.<br /> Lebih dari : 35 % disebut meninggi dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisisensi Iodium yang suddah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme. <br /> T3 dan T4 Serum<br />Persiapan fisik secara khusus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.<br /> Nilai normal pada oang dewasa :<br />Iodium bebas : 0,1-0,6 mg/dl<br />T3 : 0,2-0,3 mg/dl<br />T4 : 6-12 mg/dl<br /> Nilai normal pada bayi/anak :<br />T3 : 180-240 mg/dl<br /> Up take Resin<br />Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.<br /> Nilai normal :<br />Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin<br />Anak : pada umumnya tidak ada.<br /> Protein Bound Iodine (PBI)<br />Bertujuan mengukur Iodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.<br /> Laju Metabolisme Basal (BMR)<br />Bertujuan unutk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh dibawah kondisi basal selama beberapa waktu.<br />Persiapan <br /> Klien puasa selama 12 jam<br /> Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stres.<br /> Klien harus tidur paling tidak 8 jam.<br /> Tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedatif.<br /> Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya.<br /> Tidak oleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan.<br />Pelaksanaan<br /> Segerah setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi.<br /> Dihitung dengan rumus ; BMR (0,75 x pulse) + (0,74 x Tek nadi) – 72.<br /> Nilai normal BMR : 10 s/d 15 %<br />Pertimbangkan faktor umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh dengan kebutuhan oksigen jaringan. Pada klien yang sangat cemas, dapat diberikan fenobarbital yang pengukurannya disebut Sommolent Metabolisme Rate. Nilai normalnya 8-13% lebih rendah dari BMR.<br /> Scanning Tyroid<br />Dapat digunakan beberapa teknik antara lain :<br />Radio lodine Scanning. Digunakan unutk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin (20%) adalah ganas.<br />Up Take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan iodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.<br />& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Paratiroid<br /> Percobaan Sulkowitch<br />Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium, plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (Fine white cloud) menunjukan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.<br />Persiapan<br /> Urine 24 jam ditampung.<br /> Makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut<br />Pelaksanaan <br /> Masukkan urine 3 ml kedalam tabung (2 tabung)<br /> Kedalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol.<br />Pembacaan hasil secara kwantitatif :<br /> Negatif (-) : Tidak terjadi kekeruhan.<br /> Positif (+) : Terjadi kekeruhan yang halus.<br /> Positif (++) : Kekeruhan sedang<br /> Positif (+++) : Kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik.<br /> Positif (++++) : Kekeruhan hebat, terjadi seketika.<br /> Percobaan Ellwort-Howard<br />Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon.<br />Cara pemeriksaan<br />Klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urine ditampung dan diukur kadar pospornya. Pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 x nilai normal. Pada hiperparatiroid , diuresis pospornya tidak banayak berubah. <br /><br /><br /><br /> Percobaan kalsium intravena<br />Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurag. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.<br /> Pemeriksaan radiologi<br />Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisin dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa noral atau meningkat. Pada hiper tiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang. <br /> Pemeriksaan Elektrocardiogram (EKG)<br />Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung . Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang memanjang, sedangkan hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.<br /> Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)<br />Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.<br />& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Pankreas<br /> Pemeriksaan Glukosa<br />Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam. <br />Nilai normal :<br />Dewasa : 70-110 md/dl<br />Bayi : 50-80 mg/d<br />Anak-anak : 60-100 mg/dl<br />Persiapan <br /> Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan.<br /> Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan<br />Pelaksaaan <br /> Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10 cc.<br /> Gunakan anti koagulasi bila pemeriksan tidak dapat dilakukan segera.<br /> Bila klien mendapat pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.<br /> Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program.<br /><br />Gula darah 2 jam setelah dimakan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP(post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah 2 jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan gula darah puasa, kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah 2 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung pada kondisi klien.<br />Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu didingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dpat memepengaruhi hasil pemeriksaan bagi klien yang mendapat obat-obatan sementara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan. <br />& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Adrenal<br /> Pemeriksaaan Hemokonsentrasi darah<br /> Nilai normal :<br />Dewasa wanita : 37-47 %<br />Dewasa pria : 45 -54 %<br />Anak-anak : 31-43 %<br />Bayi : 30-40 %<br />Neonatal : 44-62 %<br />Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung dari atau melalui fungsi intravena. Bubuhi antikoagulan kedalam darah untuk mencegah pembekuan.<br />Pemeriksaan Elektrolit serum ( Na,k,Cl) dengan <br /> Nilai normal<br />Natrium : 310-335 mg (13,6-14 meq/liter)<br />Kalium : 14-20 mg% (3,5-5,0 meq/liter)<br />Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq/liter)<br />Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.<br /> Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)<br />Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine dalam 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.<br /> Stimulasi Test<br />Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.<br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Guyton, arthur. C. 1996. Buku ajar fisiologi kedokteran. Cet. 4, ed. 7. Jakarta : EGC.<br />Hartanto, huriawati,2005. Kamus saku mosby kedokteran, keperawatan, kesehatan. Jakarta : EGC<br />http : //www. Harun yahya.com/indo/buku/hormon/images_hormon/80.jpg <br />Rumahorbo, hotma. 2005. Askep klien dengan gangguan sistem endokrin. Jakarta : EGC<br />Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mehasiswa perawat. Jakarta : EGCMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-81100398683747966372010-07-04T02:04:00.000-07:002010-07-04T02:05:30.572-07:00CARA Pemasangan cahteter urinePemasangan<br />cahteter urine<br />Wijoyo Mohune<br /><br />Pengertian<br />Pemasangan selang karet/plastik /metal melalui uretra ke dalam kandung kemih<br />Tujuan<br /> Menghilangkan distensi kandung kemih<br /> Penatalaksanaan kandung kemih incompeten<br /> Mendapatkan spesimen urine steril<br /> Pengkajian residu urine setelah berkemih<br />Persiapan alat<br /> Troly instrumen<br /> Sarung tangan steril<br /> Duk steril<br /> Kateter steril sekali pakai Polychateter urine<br /> Pelumas/jely khusus<br /> Kasa steril 2-4 potong<br /> Cairan anti septik mis betadine<br /> Spuit 10 – 20 cc yang sudah terisi larutan untuk mengembangkan balon ada kateter indwelling (aqudes/nacl)<br /> Urine bag/nerbeken/urinal<br /> Pingset/klem arteri<br /> Lampu sorot bila perlu<br /> Plester (untuk fiksasi/identitas)<br /> Selimut mandi <br /> Pengalas/zeil<br /> Alat cukur bila perlu<br />Prosedur kerja pada pria<br /> Mencuci tangan<br /> Menjelaskan prosedur dan tujuan pada pasien/keluarga<br /> Mengatur posisi pasien supine dan kedua kaki dilebarkan<br /> Menempatkan penutup di atas kedua paha<br /> Bila perlu cukur bulu pubis<br /> Mencuci tangan dan memasang sarung tangan steril<br /> Meletakkan lubang duk steril di atas sekitar perineal<br /> Mengolesi kateter dengan jeli pelumas 1-2 cc<br /> Mencuci gland penis di sekitar meatus dengan antiseptik menggunakan kasa steril/betadin<br /> Memegang penis dan menegakkannya<br /> Memasukkan kateter ke dalam uretra (15-25 cm) sampai urine mengalir ke luar dengan pingset/klem arteri/kasa steril<br /> Menarik penis sedikit ke bawah jika agak sulit memasukkan kateter<br /> Menampung urine pada botol steril untuk pemeriksaan dan menampung sisanya pada tempat yang telah disediakan/urinal/neerbeken<br /> Jika urine sudah keluar, masukkan kateter ke dalam ± 2,5 cm<br /> Mencabut kateter jika urine sudah habis atau mengembangkan balon kateter dengan menggunakan spuit berisi air/NaCl steril/aquades untuk isi/volume sesuaikan keterangan pada dengan chateter urine<br /> Tarik perlahan2 bagian luar chateter urine untuk mastikan balon mengembang baik<br /> Memfiksasi kateter ke abdomen bawah kiri/kanan melewati atas paha<br /> Menyambung kateter dengan plastik urine (urinal bag) ini dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum chateter urine dimasukkan ke uretra bila tidak ada pengambilab sampel urina<br /> Mendokumentasikan hasil pemasangan kateter urine dan respon pasien pada catatan pasien<br /><br /> <br /> <br /><br /><br /> <br /> <br /><br /> <br /> <br /><br /> <br />Prosedur untuk wanita<br />Prinsipnya sama dengan pemasangan pada pria<br /> Mengatur posisi pasien supine dan lithotomi<br /> Memisahkan labia minora dan meletakkan satu tangan untuk mempertahankan posisi<br /> Membersihkan area meatus dari atas ke bawah memakai kasa steril hanya satu kali pakai untuk setiap kasa<br /> <br />Kewaspadaan/hal2 yang peru diperhatikan<br /> Tetap menjaga privasi pasien<br /> Pemasangan chateter urine dilakukan oleh satu orang kecuali dalam situasi tertentu<br /> Pertahankan kesterilan selama pemasangan dan terpasang<br /> Isi/kembangkan balon untuk chateter menetap sesuai standar yg tertera pada chateter urine<br /> Lama pemasangan chateter urine menetap sesuai standar yg tertera pada chateter urine<br /> Sesuaikan nomor/ukuran chateter urine dengan besar orifisium uretra<br /> Rawat chateter urine setiap hari atau bila diperlukan dengan tehnik aseptik<br /> Perhatikan tanda2 infeksi dan perembesan urine setiap melakukan perawatan chateter urine <br /> Sebaiknya balon dites terlebih dahulu sebelum dipasang<br /> Jangan memaksakan pemasangan chateter urine bila ada hambatan (konsultasikan keteman sejawat/dokter)<br /> Pastikan vesika urunari/bleder terisi/teraba <br /> Pastikan tanggal pemasangan tertulis dengan jelas (pada plester) <br /> Rencanakan tanggal untuk melepaskan chateter urine di papan tindakan<br /> untuk mengembankan balon ada yg menggunakan needle/tdk menggunakan needle untuk yang mengunakan needle hati2 waktu penusukkan<br /> Pastikan urinne keluar dulu saat dipasang kemudian dorong masuk chateter urine sekitar 5 cm at lebih kemudian kembangkan balon<br /> Jelaskan dan anjurkan pasien untuk melaporkan setiap keluhan yang dirasakan setelah pemasangan chateter urine <br /> Pastikan urine bag tertutup rapat saat di koneksi dengan chateter urine <br /> Urine bag ada 2 macam yakni yang steril dan non steril untuk yang steril sampel urina dapat di ambil melalui urine bag pada tempat yang sudah disediakan<br /> Gantung urine bag pada tempat yang sudah tersedia samping tempat tidur bila ada<br /> Jangan mengantung urine bag dengan posisi chateter urine terlalu tertarik sebaiknya dalam keadaan bebas<br /> Jangan mengisi/mengantung urine bag dengan tas plastik/kresek<br /> Perhatikan/awasi urine bag perhatikan kebocoran at atau urine melebihai kapasitas tampung<br /> Hindari memfiksasi chateter urine melalui bagian bawah paha(posisi tidur)<br /> chateter urine pria dimasukkan sekitar 15-25 cm pada wanita 5-10 cm<br /> Untuk wanita lebbih sulit pemasangan terutama pada wanita tua/ chateter urine bisa masuk ke vaginaMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-15804652139369211272010-07-04T02:03:00.002-07:002010-07-04T02:04:37.784-07:00CARA MERAWAT LUKAMERAWAT LUKA<br />Pengertian<br />• Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.<br />Tujuan<br />1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa<br />2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan<br />3. Mempercepat penyembuhan<br />4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris<br />5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat<br />6. Mencegah perdarahan<br />7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.<br />Persiapan Alat :<br />1. Set steril yang terdiri atas :<br /> a. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka<br /> b. Tempat untuk larutan<br /> c. Larutan anti septic<br /> d. 2 pasang pinset<br /> e. Gaas untuk menutup luka.<br />2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf<br />3. Gunting<br />4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama<br />5. Plester atau alat pengaman balutan<br />6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien<br />7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester<br /> <br /><br />Cara kerja<br />1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien.<br />2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil<br />3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar<br />4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.<br />5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.<br />Angkat plester atau pembalut.<br />7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.<br />8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien.<br />9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.<br />10. Buka set steril<br />11. Tempatkan set steril di samping luka<br />12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain.<br />13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.<br />14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkandalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.<br />15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :<br />a.Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar<br />b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi<br />c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.<br />16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.<br />17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut<br />19. Amankan balutan dengan plester atau pembalut<br />20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.<br />21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.<br />22. Cuci tangan<br />23. Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang bertanggung jawab. <br />24. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien.<br />Membersihkan Daerah Drain<br />Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-37366528048440608482010-07-04T02:03:00.001-07:002010-07-04T02:03:50.933-07:00KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITASKONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS<br /><br />A. DEFENISI<br />Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun<br />Ada 2 jenis infertilitas :<br />• Infertilitas primer : bila pasangan tersebut belum pernah mengalami kehamilan sama sekali.<br />• Infertilitas sekunder : bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan namun setelah itu tidak pernah hamil lagi<br />B. ETIOLOGI<br />Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.<br />Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :<br />A. Pada Wanita<br />•Gangguan organ reproduksi<br />1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina<br />2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim<br />3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang<br />4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu<br /><br />• Gangguan ovulasi<br />Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.<br />• Kegagalan implantasi<br />Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.<br />• Endometriosis <br />• Abrasi genetis<br />• Faktor immunologis<br />Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.<br />• Lingkungan <br />Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.<br />B. Pada Pria<br />Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :<br />• Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas<br />• Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia<br />• Abnormalitas ereksi<br />• Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi<br />• Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital<br />• Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer<br />• Abrasi genetik<br />C. MANIFESTASI KLINIS<br />1. Wanita<br /> Terjadi kelainan system endokrin<br /> Hipomenore dan amenore<br /> Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik<br /> Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal<br /> Wanita infertil dapat memiliki uterus <br /> Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor<br /> Traktus reproduksi internal yang abnormal<br />2. Pria<br /> Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)<br /> Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu<br />Riwayat infeksi genitorurinaria<br /> Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)<br /> Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )<br /> Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)<br /> Abnormalitas cairan semen<br />D. PATOFISIOLOGI<br />a. Wanita<br />Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik.<br />Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.<br />b. Pria<br />Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.<br />E. PEMERIKSAAN<br />Pemeriksaan Fisik:<br />Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat ( spt distribusi lemak tubuh dan rambut yang tidak sesuai ).<br /> Pemeriksaan System Reproduksi<br />1. Wanita<br />•Deteksi Ovulasi<br />1. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature ) <br />2. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma<br />•Analisa hormon <br />Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium – hipofisis – hipotalamus. Dengan pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus menstruasi.<br />•Sitologi vagina<br />Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel vagina<br />•Uji pasca senggama <br />Mengetahui ada tidaknya spermatozoa yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital ).<br /><br /><br />•Biopsy endometrium terjadwal<br />Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.<br />•Histerosalpinografi<br />Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.<br />•Laparoskopi<br />Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.<br />•Pemeriksaan pelvis ultrasound<br />Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.<br />2. Pria<br />•Analisa Semen<br />Parameter<br />Warna Putih keruh<br />Bau Bunga akasia<br />PH 7,2 – 7,8<br />Volume 2 – 5 ml<br />Viskositas 1,6 – 6,6 centipose<br />Jumlah sperma 20 juta / ml<br />Sperma motil > 50%<br />Bentuk normal > 60%<br />Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik<br />persentase gerak sperma motil > 60%<br />Aglutasi Tidak ada<br />Sel – sel Sedikit,tidak ada<br />Uji fruktosa 150-650 mg/d<br />•Pemeriksaan endokrin<br />Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipothalamus, hipofisis jika kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang dilakukan bertujuna untuk menilai kadar hormon tesrosteron, FSH, dan LH.<br />•USG<br />Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula seminalis, atau seluran ejakulatori.<br />•Biopsi testis<br />Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi.<br />•Uji penetrasi sperma<br />•Uji hemizona<br />F. PENATALAKSANAAN<br />A. Wanita <br />•Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital<br />•Pemberian terapi obat, seperti;<br />1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .<br />2. Terapi penggantian hormon <br />3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal<br />4. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat<br />•GIFT ( gemete intrafallopian transfer )<br />•Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas<br />•Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,<br />•Pengangkatan tumor atau fibroid<br />•Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi<br /><br />B. Pria<br />•Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat<br />•Agen antimikroba<br />•Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan<br />•HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme<br />•FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis<br />•Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus <br />•Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik<br />•Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma<br />•Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat<br />•Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Konsep Asuhan Keperawatan.<br />1. PENGKAJIAN<br />A. Identitas klien<br />Termasuk data etnis, budaya dan agama<br />B. Riwayat kesehatan<br />1) Wanita<br />a. Riwayat Kesehatan Dahulu<br />• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah<br />• Riwayat infeksi genitorurinaria<br />• Hipertiroidisme dan hipotiroid<br />• Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama<br />• Tumor hipofisis atau prolaktinoma<br />• Riwayat penyakit menular seksual<br />• Riwayat kista<br />b. Riwayat Kesehatan Sekarang<br />• Endometriosis dan endometrits<br />• Vaginismus (kejang pada otot vagina)<br />• Gangguan ovulasi<br />• Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik<br />• Autoimun<br />c. Riwayat Kesehatan Keluarga<br />• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik<br />d. Riwayat Obstetri<br />• Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi<br />• Mengalami aborsi berulang<br />• Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi<br /><br />2) Pria<br />a. Riwayat Kesehatan Dahulu<br />• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)<br />• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu<br />• Riwayat infeksi genitorurinaria<br />• Hipertiroidisme dan hipotiroid<br />• Tumor hipofisis atau prolactinoma<br />• Trauma, kecelakan sehinga testis rusak<br />• Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis<br />• Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih<br />• Riwayat vasektomi<br />b. Riwayat Kesehatan Sekarang<br />• Disfungsi ereksi berat<br />• Ejakulasi retrograt<br />• Hypo/epispadia<br />• Mikropenis<br />• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha<br />• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)<br />• Saluran sperma yang tersumbat<br />• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )<br />• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)<br />• Abnormalitas cairan semen<br />c. Riwayat Kesehatan Keluarga<br />• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik<br /><br /><br />C. Pemeriksaan Fisik<br />Terdapat berbagai kelainan pada organ genital, pria atupun wanita.<br />D. Pemeriksaan penunjang<br />a. Wanita<br />• Deteksi Ovulasi<br />• Analisa hormon<br />• Sitologi vagina<br />• Uji pasca senggama<br />• Biopsy endometrium terjadwal<br />• Histerosalpinografi<br />• Laparoskopi<br />• Pemeriksaan pelvis ultrasound<br />b. Pria<br />• Analisa Semen<br />• Parameter<br />• Warna Putih keruh<br />• Bau Bunga akasia<br />• PH 7,2 – 7,8<br />• Volume 2 – 5 ml<br />• Viskositas 1,6 – 6,6 centipose<br />• Jumlah sperma 20 juta / ml<br />• Sperma motil > 50%<br />• Bentuk normal > 60%<br />• Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik<br />• persentase gerak sperma motil > 60%<br />• Aglutasi Tidak ada<br />• Sel – sel Sedikit,tidak ada<br />• Uji fruktosa 150-650 mg/dl<br />• Pemeriksaan endokrin<br />• USG <br />• Biopsi testis <br />• Uji penetrasi sperma<br />• Uji hemizona<br />2. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />Ansietas b.d ketidaktahuan tentang hasil akhir proses diagnostic<br />Gangguan konsep diri; harga diri rendah b.d gangguan fertilitas<br />Gangguan konsep diri; gangguan citra diri b.d perubahan struktur anatomis dan fungsional organ reproduksi<br />Resiko tinggi terhadap kerusakan koping individu / keluarga b.d metode yang digunakan dalam investigasi gangguan fertilitas<br />Konflik pengambilan keputusan b.d terapi untuk menangani infertilitas, alternatif untuk terapi<br />Perubahan proses keluarga b.d harapan tidak terpenuhi untuk hamil<br />Berduka dan antisipasi b.d prognosis yang buruk<br />Nyeri akut b. d efek tes dfiagnostik<br />Efek tes diagnostic ketedakberdayaan b.d kurang control terhadap prognosis<br />Resiko tinggi isolasi social b.d kerusakan fertilitas, investigasinya, dan penataklaksanaannyaMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-6051771248663643782010-07-04T02:01:00.000-07:002010-07-04T02:02:41.884-07:00CARA PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERALKATA PENGANTAR<br /><br /><br />Bismillahirrahmanirrahim<br /><br /> Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih tak pilih kasih, lagi Maha Penyayang. Segala puji adalah milik Allah Tuhan yang maha mengatur lagi maha bijaksana, yang maha penyayang lagi maha dermawan dan maha pengasih lagi maha pemurah. Karena hanya dengan rakhmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.<br /> Sebagai manusia biasa, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Demi kesempurnaan dan peningkatan kualitas makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini.<br /> Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ini, serta khususnya kepada Ibu Fatmawaty Mohammad S.Pd, S.Kep. selaku dosen KDM yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada kami guna terselesainya makalah ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.<br /> Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan membantu kami dalam melaksanakan kuliah nanti. Amiieen. . . . . .<br /><br /><br /><br />Gorontalo, april 2009<br /><br /><br /> Penyusun<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />A. Latar Belakang<br /><br /><br />Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah member obat yang aman dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.<br />Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.<br />Oleh karena itu, pada makalah ini akan di bahas salah satu rute pemberian obat, yaitu rute pemberian obat secara PARENTERAL, memberikan obat pada pasien dengan menginjeksinya ke dalam tubuh.<br /><br /><br />B. Tujuan<br /><br /><br />Tujuan disusunnya makalah mengenai cara pemberian obat secara Parenteral ini adalah :<br /> Menjelaskan bagaimana harua melakukan persiapan pemberian obat parenteral.<br /> Menjelaskan macam-macam cara pemberian obat<br /> Menjelaskan indikasi dan kontra indikasi<br /> Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dan cara pemberiannya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br /><br />PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL<br /><br /><br /> Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian, yaitu Intra Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), Subcutaneus (SC), dan Intra Cutaneus (IC). Obat yang diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih banyak dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan obat yang diberikan secara topical atau oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi.<br /> Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi yang seringv terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai dengan tempat penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat injeksi.<br /> Pada umumnya pemberian obat secara parenteral di bagi menjadi 4, yaitu :<br />A. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan<br />B. Pemberian Obat Via Jaringan Subkutan<br />C. Pemberian Obat Via Intra Vena : Intra Vena Langsung dan tak langsung<br />D. Pemberian Obat Via Intramuskular<br /><br /><br />A. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan<br /><br />A. 1. Pengertian Intra Kutan<br /> Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intra kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang disuntikkan.<br />A. 2. Tujuan<br /> Pemberian obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.<br /><br /><br />A. 3. Hal-hal Yang Perlu Di Perhatikan<br /> Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :<br />1. Tempat injeksi<br />2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan<br />3. Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi<br />4. Kondisi atau penyakit klien<br />5. Pasien yang benar<br />6. Obat yang benar<br />7. Dosis yang benar<br />8. Cara atau rute pemberian obat yang benar<br />9. Waktu yang benar<br /><br />A. 4. Indikasi dan Kontra Indikasi<br />- Indikasi : bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.<br />- Kontra Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit<br /><br />A. 5. Alat dan Bahan<br /> Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.<br /> Obat dalam tempatnya<br /> Spuit 1 cc/spuit insulin<br /> Cairan pelarut<br /> Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit)<br /> Bengkok<br /> Perlak dan alasnya.<br /><br />A. 6. Prosedur Kerja<br />1. Cuci tangan<br />2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien<br />3. Bebaskan daerha yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang terbuka dan keatasan<br />4. Pasang perlak/pengalas di bawah bagian yang akan disuntik<br />5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades. Kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan siapkan pada bak injeksi atau steril.<br />6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.<br />7. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan disuntik.<br />8. Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat di permukaan kulit.<br />9. Suntikkkan sampai terjadi gelembung.<br />10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.<br />11. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan jenis obat.<br /><br /> Gambar injeksi Intra kutan :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Daerah Penyuntikan :<br />o Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.<br />o Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.<br /><br /><br />B. Pemberian Obat Via Jaringan SubKutan<br /><br />B. 1. Pengertian<br /> Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).<br /><br />B. 2. Tujuan<br /> Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.<br /><br />B. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan<br /> Tempat injeksi<br /> Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan<br /> Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi<br /> Kondisi atau penyakit klien<br /> Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat<br /> Obat yang akan diberikan harus benar<br /> Dosisb yang akan diberikan harus benar<br /> Cara atau rute pemberian yang benar<br /> Waktu yang tepat dan benar<br /><br />B. 4. Indikasi dan kontra indikasi<br />- Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama, karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.<br />- Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau minyak.<br /><br />B. 5. Alat dan bahan<br /> Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat<br /> Obat dalam tempatnya<br /> Spuit insulin<br /> Kapas alcohol dalam tempatnya<br /> Cairan pelarut<br /> Bak injeksi<br /> Bengkok perlak dan alasnya<br /><br />B. 6. Prosedur kerja<br />1. Cuci tangan<br />2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan<br />3. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.<br />4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan pada bak injeksi.<br />5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.<br />6. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).<br />7. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dari permukaan kulit.<br />8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.<br />9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke dalam bengkok.<br />10. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.<br />11. Cuci tangan.<br /><br /> Gambar Injeksi Sub Kutan :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Daerah Penyuntikan :<br />o Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus) <br />o Otot paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)<br />o Otot pangkal lengan (muskulus deltoideus)<br /><br /><br />C. Pemberian Obat Via Intra Vena :<br />a. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena langsung<br />C. a. 1. Pengertian<br />Cara memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala).<br /><br />C. a. 2. Tujuan<br />pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.<br /><br />C. a. 3. Hal-hal yang diperhatikan<br /> setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.<br /> Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.<br /> Jenis spuit dan jarum yang digunakan.<br /> Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.<br /> Kondisi atau penyakit klien.<br /> Obat yang baik dan benar.<br /> Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.<br /> Dosis yang diberikan harus tepat.<br /> Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi harus benar.<br /><br />C. a. 4. Indikasi dan kontra indikasi<br />- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.<br />- kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.<br /><br />C. a. 5. Alat dan bahan<br /> daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.<br /> Obat dalam tempatnya.<br /> Spuit sesuai dengan jenis ukuran<br /> Kapas alcohol dalam tempatnya.<br /> Cairan pelarut (aquades).<br /> Bak injeksi.<br /> Bengkok.<br /> Perlak dan alasnya.<br /> Karen pembendung.<br /><br />C. a. 6. Prosedur kerja<br />1. cuci tangan.<br />2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.<br />3. Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada daerah penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.<br />4. Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.<br />5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.<br />6. Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.<br />7. Desinfeksi dengan kapas alcohol.<br />8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang akan dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.<br />9. Ambil spuit yang berisi obat.<br />10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.<br />11. Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan hingga habis.<br />12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan di masukkan ke dalam bengkok.<br />13. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.<br />14. Cuci tangan.<br />b. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena Secara tidak Langsun.<br />C. b. 1. Pengertian<br />Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intra vena.<br /><br />C. b. 2. Tujuan<br />pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.<br /><br />C. b. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan<br /> injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.<br /> Jenis spuit dan jarum yang digunakan.<br /> Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.<br /> Obat yang baik dan benar.<br /> Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.<br /> Dosis yang diberikan harus tepat.<br /> Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tidak langsung harus tepat dan benar.<br /><br />C. b. 4. Indikasi dan kontra indikasi<br />- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.<br />- kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.<br /><br />C. b. 5. Alat dan bahan<br /> Spuit dan jarum sesuai ukuran<br /> Obat dalam tempatnya.<br /> Wadah cairan (kantung/botol).<br /> Kapas alcohol dalam tempatnya..<br /><br />C. b. 6. Prosedur kerja<br />1. cuci tangan.<br />2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.<br />3. Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.<br />4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan pada kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.<br />5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran infuse.<br />6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.<br />7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.<br />8. Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang infuse.<br />9. Periksa kecepatan infuse.<br />10. Cuci tangan.<br />11. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.<br /><br /> Gambar Injeksi Intra Vena :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /> Daerah Penyuntikan :<br />o Pada Lengan (v. mediana cubiti / v. cephalika)<br />o Pada Tungkai (v. Spahenous) <br />o Pada Leher (v. Jugularis) <br />o Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak<br /><br /><br />D. Pemberian Obat Via Intra Muskular <br />D. 1. Pengertian<br />Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).<br /><br />D. 2. Tujuan<br />Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.<br /><br />D. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan<br /> Tempat injeksi.<br /> Jenis spuit dan jarum yang digunakan.<br /> Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.<br /> Kondisi atau penyakit klien.<br /> Obat yang tepat dan benar.<br /> Dosis yang diberikan harus tepat.<br /> Pasien yang tepat.<br /> Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar.<br /><br />D. 4. Indikasi dan kontra indikasi<br />- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.<br />- kontra indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.<br /><br />D. 5. Alat dan bahan<br /> Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.<br /> Obat dalam tempatnya.<br /> Spuit da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm, untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.<br /> Kapas alcohol dalam tempatnya.<br /> Cairan pelarut.<br /> Bak injeksi.<br /> Bengkok.<br /><br />D. 6. Prosedur kerja<br />1. cuci tangan.<br />2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.<br />3. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan dalam bak injeksi.<br />4. Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan).<br />5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.<br />6. Lakukan penyuntikan :<br /> Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi.<br /> Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi.<br /> Pada daerah dorsogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut di putar kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan di depan tungkai bawah.<br /> Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan cara, anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.<br />7. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.<br />8. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik dalam spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga habis.<br />9. Setelah selesai, tarik spuit dan tekan sambuil di masase daerah penyuntikan dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.<br />10. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.<br />11. Cuci tangan<br /><br /> Gambar Injeksi Intra Muskular :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Daerah Penyuntikan :<br />o Bagian lateral bokong (vastus lateralis) <br />o Butoks (bagian lateral gluteus maksimus) <br />o Lengan atas (deltpid)<br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br /><br />A. Kesimpulan<br /><br />Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : sub kutan, intra kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat. Sebab ada jenis-jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara yang salah.<br /><br /><br /><br />B. Saran<br /><br />Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br /> L, Kee Joyce & R, Hayes evelyn ; farmakologi Pendekatan proses Keperawatan, 1996 ; EGC; Jakarta.<br /><br />Priharjo, Robert; Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, 1995; EGC; Jakarta.<br /><br />Aziz, Azimul; Kebutuhan dasar manusia II.<br /><br />Bouwhuizen, M; Ilmu Keperawatan Bagian 1; 1986; EGC; Jakarta.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br /><br /><br />KATA PENGANTAR i<br />DAFTAR ISI ii<br /><br />BAB I : PENDAHULUAN 1<br />A. Latar Belakang 1<br />B. Tujuan 1<br /><br />BAB II : PEMBAHASAN 2<br />A. Pemberian Obat Via intra Kutan 2<br />B. Pemberian Obat Via Sub Kutan 4<br />C. Pemberian Obat Via Intra Vena 6<br />D. Pemberian Obat Via Intra Muskular 10<br /><br />BAB III : PENUTUP 13<br />A. Kesimpulan 13<br />B. Saran 13<br /><br />DAFTAR PUSTAKA 14Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-384882077921785912010-07-04T01:59:00.000-07:002010-07-04T02:01:10.215-07:00kasus UTS1. Ny H umur 36 tahun sudah 1 bulan di rawat di RSJ sudah tiga kali perawatan, dengan alasan masuk dirumah marah-marah, kadang-kadang tertawa sendiri. Keluarga mengatakan Ny H tinggal dengan suami dan 3 orang anaknya, Ny H punya idealisme yang tinggi, selama hidupnya selalu berhasil tidak pernah mengalami kegagalan, Ny H masalah di kantornya dan berdampak pada kariernya (turun jabatannya). Klein merasa kecewa dan merasa gagal. Ny H mempunyai presepsi bahwa kejadian tersebut dampak selama ini merasa banyak salah kepada orang tuanya karena selama ini Ny H tidak pernah membahagiakan orang tuannya. Ny H merasa berdosa selama ini jarang melaksanakan sholat dan saya bukan istri dan ibu anak-anak yang baik. Ny H mengatakan saya tidak ada apa-apanya, saya sebenarnya bodoh. Hasil Observasi saat ini Ny H sering menyendiri, sering mojok, kalau diajak bicara langsung pergi, afek datar, kontak mata (-), saat diberi pertanyaan jawabannya hanya ia dan tidak.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3.Ny D usia 35 tahun alasan sering menyendiri, bicara sendiri, marah-marah. Tn D anak pertama dari 5 bersaudara. Ny D mengatakan dirumah hanya membantu orang tuanya berjualan. Ny D kalau berinteaksi dengan orang merasa malu merasa dirinya tidak sempurna gemuk dan pendek. Ny A waktu di Sekolah Dasar sering dipanggil pendut ( pendek dan gendut) sehingga sering menangis dan malu. Ny D cita-cita ingin jadi POLWAN karena keinginannya sangat kuat, sehingga mengikuti test, hasil test tulis lulus, tetapi test fisik dinyatakan gagal karena terlalu gemuk dan tingginya kurang. Ny D sering menyalahkan pada dirinya sendiri kenapa saya harus seperti ini. Ny D satu bulan yang lalu dikecewakan oleh lawannya jenisnya karena merasa di tolak. Hasil observasi klien tidak mau diajak komunikasi, selalu menghindar, apabila di tanya jawabanya hanya mengganggukan dan mengelengkan kepalanya, afek datar, kontak mata (-), sering mojok di tempat tertentu.Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-17304425106622547802010-07-04T01:58:00.000-07:002010-07-04T01:59:49.513-07:00FISIOTERAPI DADA ( drainase postural )FISIOTERAPI DADA<br />( drainase postural )<br /><br />Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.<br />Tujuan<br />-Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru<br />-Memperkuat otot pernapasan<br />-Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan <br />-Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup. <br />Anatomi Percabangan trakheobronkhial<br /><br /> <br /><br /><br />Lobus – lobus Paru<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lobus Kanan Atas : <br />1. segmen apical <br />2. segmen posterior<br />3. segmen anterior<br />Lobus Kanan Tengah :<br />1. segmen lateral<br />2. segmen medial<br />Lobus Kanan Bawah :<br />1. segmen superior<br />2. segmen basal anterior<br />3. segmen basal lateral<br />4. segmen basal posterior<br />5. segmen basal medial<br />Fisioterapi dada mencakup tiga teknik: drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi.<br />1.Drainase Postural<br /> Drainase postural adalah pembersihan berdasarkan gravitasi ekret jalan napas dari segmen bronkus khusus. Ini dicapai dengan melakukan satu atau lebih dari 10 posisi tubuh yang berbeda. Tiap posisi mengalirkan sekret khusus dari percabangan trakeobronkial-area paru atas,tengah,bawah-ke trakea. Batuk atau pengisapan kemudian dapat menghilangkansekret dari trakhea.<br />Darinase postural juga Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.<br />Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari trachea.<br />Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.<br /> Pendelegasian <br /> Drainase postural dapat didelegasikan kepada personel asisten. Namun, perawat tetap bertanggung jawab untuk menindaklanjuti untuk menjamin perawatan tepat dan dokumentasi yang tepat telah dilengkapi. Keterampilan ini tidak boleh didelegasikan bila klien tidak stabil secara medis. Pada beberapa fasilitas perawatan akut, tugas ini dapat dilakukan oleh ahli terapi pernafasa.<br />Peralatan <br /> Tempat tidur di rumah sakit dapat di tempatkan pada posisi Trendelenburg (perawatan akut,restoratif, atau lingkungan perawatan di rumah)<br /> Papan pemiring atau pendororng (bila drainase dilakukan dirumah)<br /> Kursi (untuk mendrainase bagian atas)<br /> Bantal 1 sampai 4<br /> Tisu wajah, kantung kertas<br /> Teko air dan air minum<br /> Wadah degan ukuran<br /> Sarung tangan sekali pakai<br /><br /><br /><br />Kewaspadaan perawat<br /> Spasme bronkus dapat di cetuskan pada beberapa klien yang menerima darainase postural. Spasme bronkus ini di sebabkan oleh imobilisasi sekret ke dalam jalan napas pusat yang besar, yang meningkatkan kerja napas. Untuk menghadapi resiko spasme bronkus, perawat dapat meminta dokter untuk mulai memberikan terapibronkodilator pada klien selama 20 menit sebelum drainase postural.<br />Indikasi Klien Yang Mendapat Drainase Postural<br />a. Mencegah penumpukan secret yaitu pada:<br />- pasien yang memakai ventilasi<br />- pasien yang melakukan tirah baring yang lama<br />- pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis<br />b. Mobilisasi secret yang tertahan :<br />- pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret<br />- pasien dengan abses paru<br />- pasien dengan pneumonia<br />- pasien pre dan post operatif<br />- pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk<br />Kontra Indikasi Drainase Postural<br />a. tension pneumothoraks<br />b. hemoptisis<br />c. gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard, aritmia<br />d. edema paru<br />e. efusi pleura<br />f. tekanan tinggi intracranial<br />Persiapan Pasien Untuk Drainase Dostural <br />a. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang<br />b. Terangkan cara pelaksanaan kepada klien secara ringkas tetapi lengkap<br />c. Periksa nadi dan tekanan darah<br />d. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan secret.<br />Cara Melakukan Drainase Postural<br />a. Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan menjelang tidur malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.<br />b. Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit<br />c. Posisi drainase postural dilihat pada gambar <br />Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural<br />a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan<br />b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama<br />c. Batuk produktif (secret kental/encer)<br />d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)<br />e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi, temperature)<br />f. Rontgen thorax<br /><br /><br /><br />Drainase postural dapat dihentikan bila:<br />a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi<br />b. Klien mampu bernapas secara efektif<br />c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret <br />Posisi untuk drainase postural<br /> Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas.<br />Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal (Gbr. 135 dan 136).<br /> <br /> Bronkuas Apikal Lobus Posterior Kanan danKiri Atas<br />Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja (Gbr. 137 dan <br />138).<br /> <br /> Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kirir Atas<br />Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut (Gbr. 139 dan 140).<br /> <br /><br /><br /><br /> Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas<br />Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada posisi Trendelenburg, dengan kaki tempat tidur di tinggikan 30 cm (12 inci). Letakan bantal di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 141 dan 142).<br /> <br /> Bronkus Kanan Tengah<br />Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm (12 inci). Letakan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas banta (Gbr. 143 dan 144).<br /> <br /> Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah<br />Minta klien berbaring terlentang dengan posisi trendelenburg, kaki tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut menekuk di atas bantal (Gbr. 145 dan 146).<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah<br />Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 samapi 20 inci) (Gbr. 147 dan 148).<br /> <br /> Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah<br />Minta klien berbaring ke kanan pada posisi trendelenburg denan kaki di tinggikan 25 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). (Gbr.149 dan 150).<br /> <br /> Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah<br />Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung (Gbr. 151 dan 152).<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri<br />Minta klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 (18 sampai 20 inci) (Gbr.153 dan 154).<br /> <br /><br />Langkah - langkah Rasional<br />1. Cuci tangan<br /><br />2. Pilih area yang tersumbat yang akan di drainase berdasarkan pengkajian semua bidang paru, data klinis , dan gambaran foto dada.<br />3. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. (Area pertama yang dipilih dapat bervariasi dari satu klien ke satu klien yang lain). Bantu klien memilih posisisesuai kebutuhan. Ajarkan klien memposisikan postur dan lengan dan posisi kaki yang tepat. Letakan bantal untuk nenyangga dan kenyamanan.<br />4. Minta klien mempertahankan posisi selama 10 sampai 15 menit.<br /><br />5. Selama 10 samapai 15 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi dada, vibrasi, dan atau gerakan iga di atas area yang didrainase.<br />6. Setelah drainase pada postural pertama, minta klien duduk dan batuk. Tampung sekresi yang dikeluakan dalam wadah yang bersih. Bila klien tidak dapat batuk, harus dilakukan penghisapan.<br /><br />7. Minta klien istirahat sebentar bila perlu.<br /><br /><br />8. Minta klien minum menghisap / minum air.<br />9. Ulangi langkah 3 hingga 8 sampai semua area tersumbat yang dipilih telah terdrainase. Setiap tindakan harus tidak lebih dari 30 sampai 60 menit.<br />10. Ulangi pengkajian dada pada semua paru.<br /><br />11. Cuci tangan. Mengurangi transmisi mikro organisme.<br /> Untuk evektifitas, tindakan harus dibuat individual untuk mengatasi are spesifik dari peru yang tersumbat.<br /><br /> Posisi khusus dipilih untuk mendrainase tiap are yang tersumbat. (lihat Gbr. 135 sampai 154).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Pada orang dewasa, pengaliran tiap area memerlukan waktu. Pada anak -anak, cukup 3 sampai 5 menit.<br /> Memberikan dorongan mekanik yang bertujuan memobilisai sekret jalan napas.<br /><br /> Setiap sekret yang dimobilisasi ke dalam jalan napas pusat, harus di keluarkan melalui batuk atau penghisapan sebelum klien di baringkan pada posisi drainase selanjutnya. Batuk paling efektif bila klien duduk dan bersandar ke depan.<br /><br /> Periode istirahat sebentar di antara postur dapat mencegah kelelahan dan membantu klien mentoleransi terapi lebih baik.<br /> Menjaga mulut tetap basah sehingga membantu dalam ekpektorasi sekret.<br /> Drainase postural digunakan hanya untuk mengalirkan area yang tersumbat dan berdasarkan pengkajian individual.<br /><br /><br /> Memungkinkan anda mengkaji kebutuhan drainase selanjutnya atau mengganti program drainase.<br /> Mengurangi transmisi mikro organisme.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FISIOTERAPI DADA : DRAINASE POSTURAL<br /><br />Aspek yang dinilai Bobot Nilai Ket <br /> Ya Tidak <br /><br />A. Persiapan alat<br />Baki berisi :<br />1. Handuk <br />2. Bantal (2 – 3 buah)<br />3. Segelas air<br />4. Tissue<br />5. Sputum pot , berisi cairan desinfektan.<br />6. Buku catatn<br />B. Persiapan klien<br />1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur.<br />2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien<br />3. Atur posisi yang nyaman.<br />C. Persiapan perawat<br />1. Cuci tangan<br />2. Perhatikan universal precaution.<br />D. Prosedur <br />• Lakukan auskultasi bunyi napas klien.<br />• Instruksikan klienuntuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.<br />• Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekret.<br />• Kendurkam pakaian klien<br />1. Postural drainase<br />• Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase.<br />• Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. Letakan bantal sebagai penyangga.<br />• Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10 samapai 15 menit.<br />• Selama dalam posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada di atas area yang di drainase.<br />• Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk efektif. Tampung sekret dalam sputum pot.<br />• Istirahatkan pasien, minta klien minum air sedikit.<br />• Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih dari 30-60 menit. <br />5<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3<br /><br /><br /><br /><br />2<br /><br /><br />5<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />5 <br /> <br />Keterangn :<br />Ya : Berarti dilakukan dengan sempurna dan mendapatkan bobot yang sesuai standar<br />Tidak : Berarti tidak dilakukan sama sekali atau dilakukan dengan tidak sempurna jadi tidak mendapatkan bobot yang sesuai standarnya.<br />Adapun macam – macam posisi drainase postural <br />Right upper lobe<br />Apical segment (1) <br /> <br /><br />Posterior segment (2) <br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Anterior segment (3) <br /><br /> <br /><br /> <br />Right middle lobe <br />Lateral segment (4) <br /> <br /><br />Medial segment (5) <br /> <br /><br /><br /><br />Penyuluhan Klien<br />Klien dan keluarga harus di ajarkan cara posisi postur yang tepat di rumah. Beberapa postur perlu dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan individual. Sebagai contoh, posisi miring Trendelenburg untuk mengalirkan lobus bawah lateral harus dilakukan dengan klien berbaring miring datar atau posisi miring semi Fowler bila ia bernapas sangat pendek (dispneu).<br />Pertimbangan Pediantri<br /> Adalah tidak realistik untuk mengharapkan anak bekerja sama penuh dalam memilih semua posisi yang digunakan untuk drainase postural. Perawat harus menentukan empat sampai enam posisi sebagai prioritas. Lebih dari enam sering melampui keterbatasan toleransi anak.<br />Pertimbangan Geriatri<br /> Klien pada pengobatan anti hipertansi tidak mampu mentolerir perubahan postur yang diperlukan. Perawat harus memodifikasi prosedur untuk memenuhi toleransi klien dan tetap membersihkan jalan napas.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kesimpulan <br />1. Dari media Internet yang didapat penjelasan untuk prosedur postural drainase belum lengkap jika di bandingkan dengan media cetak (buku saku keteampilan dan prosedur dasar) yang digunakan.<br />2. Dari media cetak (buku saku keterampilan dan prosedur dasar) di jelaskan tujuan dan kewaspadaan perawat terhadap tindakan yang dilakukan sedangkan dari media Internet tidak menjelaskan tujuan dan kewaspadaan perawat.<br />3. Dari media internet di jelaskan indikasi dan kontra indikasi dari pelaksanaan tindakan postural drainase sedangakan dari media cetak (buku) tidak menjelaskan indikasi dan kontra indikasinya.<br />4. Dari media cetak (buku) juga memeberikan penjelasan terhadap penyuluhan terhadap pasien sedangkan media cetak tidak.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />• Perry – Potter, Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar.Edisi 3.EGC.1999.Jakarta<br />• afiyahhidayati.wordpress.com/2009/.../askep-fisioterapi-dada/<br />• luchinurfitri.blog.friendster.com/2009/01/fisioterapi-dada/ -Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-29391779173631248462010-07-04T01:57:00.000-07:002010-07-04T01:58:31.828-07:00infertilisasiA. DEFENISI<br /><br />Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun<br /><br />Ada 2 jenis infertilitas :<br /><br />• Infertilitas primer : bila pasangan tersebut belum pernah mengalami kehamilan sama sekali.<br /><br />• Infertilitas sekunder : bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan namun setelah itu tidak pernah hamil lagi<br /><br />B. ETIOLOGI<br /><br />Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.<br /><br />Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :<br /><br />a. Pada wanita<br /><br />• Gangguan organ reproduksi<br /><br />1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina<br /><br />2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim<br /><br />3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang<br /><br />4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu<br /><br />• Gangguan ovulasi<br /><br />Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.<br /><br />• Kegagalan implantasi<br /><br />Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.<br /><br />• Endometriosis<br /><br />• Abrasi genetis<br /><br />• Faktor immunologis<br /><br />Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.<br /><br />• Lingkungan<br /><br />Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.<br /><br />b. Pada pria<br /><br /><br />Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :<br /><br />• Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas<br /><br />• Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia<br /><br />• Abnormalitas ereksi<br /><br />• Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi<br /><br />• Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital<br /><br />• Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer<br /><br />• Abrasi genetik<br /><br />C. MANIFESTASI KLINIS<br /><br />1. Wanita<br /><br />• Terjadi kelainan system endokrin<br /><br />• Hipomenore dan amenore<br /><br />• Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik<br /><br />• Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal<br /><br />• Wanita infertil dapat memiliki uterus<br /><br />• Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor<br /><br />• Traktus reproduksi internal yang abnormal<br /><br />2. Pria<br /><br />• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)<br /><br />• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu<br />Riwayat infeksi genitorurinaria<br /><br />• Hipertiroidisme dan hipotiroid<br /><br />• Tumor hipofisis atau prolactinoma<br /><br />• Disfungsi ereksi berat<br /><br />• Ejakulasi retrograt<br /><br />• Hypo/epispadia<br /><br />• Mikropenis<br /><br />• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha<br /><br />• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)<br /><br />• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )<br /><br />• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)<br /><br />• Abnormalitas cairan semen<br /><br />D. PATOFISIOLOGI<br /><br />a. Wanita<br /><br />Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik.<br /><br />Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.<br /><br />b. Pria<br /><br />Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.<br /><br />E. PEMERIKSAAN<br /><br />Pemeriksaan Fisik:<br /><br />Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat ( spt distribusi lemak tubuh dan rambut yang tidak sesuai ).<br /><br />Pemeriksaan System Reproduksi<br /><br />1. Wanita<br /><br />• Deteksi Ovulasi<br /><br />1. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature )<br /><br />2. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma<br /><br />• Analisa hormon<br /><br />Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium – hipofisis – hipotalamus. Dengan pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus menstruasi.<br /><br />• Sitologi vagina<br /><br />Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel vagina<br /><br />• Uji pasca senggama<br /><br />Mengetahui ada tidaknya spermatozoa yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital ).<br /><br />• Biopsy endometrium terjadwal<br /><br />Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.<br /><br />• Histerosalpinografi<br /><br />Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.<br /><br />• Laparoskopi<br /><br />Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.<br /><br />• Pemeriksaan pelvis ultrasound<br /><br />Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.<br /><br />2. Pria<br /><br />• Analisa Semen<br /><br />Parameter<br /><br />Warna Putih keruh<br /><br />Bau Bunga akasia<br /><br />PH 7,2 – 7,8<br /><br />Volume 2 – 5 ml<br /><br />Viskositas 1,6 – 6,6 centipose<br /><br />Jumlah sperma 20 juta / ml<br /><br />Sperma motil > 50%<br /><br />Bentuk normal > 60%<br /><br />Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik<br /><br />persentase gerak sperma motil > 60%<br /><br />Aglutasi Tidak ada<br /><br />Sel – sel Sedikit,tidak ada<br /><br />Uji fruktosa 150-650 mg/dl<br /><br />• Pemeriksaan endokrin<br /><br />Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipothalamus, hipofisis jika kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang dilakukan bertujuna untuk menilai kadar hormon tesrosteron, FSH, dan LH.<br /><br />• USG<br /><br />Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula seminalis, atau seluran ejakulatori.<br /><br />• Biopsi testis<br /><br />Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi.<br /><br />• Uji penetrasi sperma<br /><br />• Uji hemizona<br /><br />F. PENATALAKSANAAN<br /><br />A. Wanita<br /><br />• Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital<br /><br />• Pemberian terapi obat, seperti;<br /><br />1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .<br /><br />2. Terapi penggantian hormon<br /><br />3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal<br /><br />4. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat<br /><br />• GIFT ( gemete intrafallopian transfer )<br /><br />• Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas<br /><br />• Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,<br /><br />• Pengangkatan tumor atau fibroid<br /><br />• Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi<br /><br />B. Pria<br /><br />• Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat<br /><br />• Agen antimikroba<br /><br />• Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan<br /><br />• HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme<br /><br />• FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis<br /><br />• Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus<br /><br />• Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik<br /><br />• Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma<br /><br />• Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat<br /><br />• Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida<br /><br />Konsep Asuhan Kep.<br /><br />1. PENGKAJIAN<br /><br />A. Identitas klien<br /><br />Termasuk data etnis, budaya dan agama<br /><br />B. Riwayat kesehatan<br /><br />1) Wanita<br /><br />a. Riwayat Kesehatan Dahulu<br /><br />• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah<br /><br />• Riwayat infeksi genitorurinaria<br /><br />• Hipertiroidisme dan hipotiroid<br /><br />• Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama<br /><br />• Tumor hipofisis atau prolaktinoma<br /><br />• Riwayat penyakit menular seksual<br /><br />• Riwayat kista<br /><br />b. Riwayat Kesehatan Sekarang<br /><br />• Endometriosis dan endometrits<br /><br />• Vaginismus (kejang pada otot vagina)<br /><br />• Gangguan ovulasi<br /><br />• Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik<br /><br />• Autoimun<br /><br />c. Riwayat Kesehatan Keluarga<br /><br />• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik<br /><br />d. Riwayat Obstetri<br /><br />• Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi<br /><br />• Mengalami aborsi berulang<br /><br />• Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi<br /><br />2) Pria<br /><br />a. Riwayat Kesehatan Dahulu<br /><br />• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)<br /><br />• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu<br /><br />• Riwayat infeksi genitorurinaria<br /><br />• Hipertiroidisme dan hipotiroid<br /><br />• Tumor hipofisis atau prolactinoma<br /><br />• Trauma, kecelakan sehinga testis rusak<br /><br />• Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis<br /><br />• Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih<br /><br />• Riwayat vasektomi<br /><br />b. Riwayat Kesehatan Sekarang<br /><br />• Disfungsi ereksi berat<br /><br />• Ejakulasi retrograt<br /><br />• Hypo/epispadia<br /><br />• Mikropenis<br /><br />• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha<br /><br />• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)<br /><br />• Saluran sperma yang tersumbat<br /><br />• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )<br /><br />• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)<br /><br />• Abnormalitas cairan semen<br /><br />c. Riwayat Kesehatan Keluarga<br /><br />• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik<br /><br />C. Pemeriksaan Fisik<br /><br />Terdapat berbagai kelainan pada organ genital, pria atupun wanita.<br /><br />D. Pemeriksaan penunjang<br /><br />a. Wanita<br /><br />• Deteksi Ovulasi<br /><br />• Analisa hormon<br /><br />• Sitologi vagina<br /><br />• Uji pasca senggama<br /><br />• Biopsy endometrium terjadwal<br /><br />• Histerosalpinografi<br /><br />• Laparoskopi<br /><br />• Pemeriksaan pelvis ultrasound<br /><br />b. Pria<br /><br />• Analisa Semen<br /><br />• Parameter<br /><br />• Warna Putih keruh<br /><br />• Bau Bunga akasia<br /><br />• PH 7,2 – 7,8<br /><br />• Volume 2 – 5 ml<br /><br />• Viskositas 1,6 – 6,6 centipose<br /><br />• Jumlah sperma 20 juta / ml<br /><br />• Sperma motil > 50%<br /><br />• Bentuk normal > 60%<br /><br />• Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik<br /><br />• persentase gerak sperma motil > 60%<br /><br />• Aglutasi Tidak ada<br /><br />• Sel – sel Sedikit,tidak ada<br /><br />• Uji fruktosa 150-650 mg/dl<br /><br />• Pemeriksaan endokrin<br /><br />• USG<br /><br />• Biopsi testis<br /><br />• Uji penetrasi sperma<br /><br />• Uji hemizona<br /><br />2. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br /><br />Ø Ansietas b.d ketidaktahuan tentang hasil akhir proses diagnostic<br /><br />Ø Gangguan konsep diri; harga diri rendah b.d gangguan fertilitas<br /><br />Ø Gangguan konsep diri; gangguan citra diri b.d perubahan struktur anatomis dan fungsional organ reproduksi<br /><br />Ø Resiko tinggi terhadap kerusakan koping individu / keluarga b.d metode yang digunakan dalam investigasi gangguan fertilitas<br /><br />Ø Konflik pengambilan keputusan b.d terapi untuk menangani infertilitas, alternatif untuk terapi<br /><br />Ø Perubahan proses keluarga b.d harapan tidak terpenuhi untuk hamil<br /><br />Ø Berduka dan antisipasi b.d prognosis yang buruk<br /><br />Ø Nyeri akut b. d efek tes dfiagnostik<br /><br />Ø Efek tes diagnostic ketedakberdayaan b.d kurang control terhadap prognosis<br /><br />Ø Resiko tinggi isolasi social b.d kerusakan fertilitas, investigasinya, dan penataklaksanaannya<br /><br />http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/08/askep-infertilitas/Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-39055016131061729472010-07-04T01:56:00.000-07:002010-07-04T01:57:25.119-07:00TUGAS ilmu giziPRAKTIKUM II<br /><br />1. Tujuan praktikum<br />• Mahasiswa dapat menggunakan metode dietary record untuk mengukur kandungan gizi yang biasa di konsumsi.<br />• Mahasiswa dapat menilai kebiasaan makan mereka berdasarkan angka kecukupan gizi yang di anjurkan.<br /><br />2. Dasar Teori<br />Penilaian konsumsi makanan dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat nasional, keluarga, dan individu.Pada tingkat nasional, konsumsi makanan digunakan untuk menghitung besarnya asupan setiap zat gizi rata-rata per dan juga menghitung ketersediaan pangan di lapangan baik itu sebagai kebutuhan pokok manusia seperti beras maupun kebutuhan untuk ternak misalnya saja untuk pakan ternak.Dari data pada tingkat nasional akan dilakukan kebijakan-kebijakan pangan secara nasional termasuk beberapa pangan yang harus diimport dari negara lain apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan.<br />Pada tingkat rumah tangga, pengukuran konsumsi makanan salah satunya digunakan untuk mengetahui ketehanan pangan tingkat rumah tangga(household foodsecurity) yang ada dimasyarakat.Ketahanan pangan disini,sesuai dengan hasil rumusan kongres internasional gizi (di Roma tahun 1992) diartikan ”adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari”.Dengan mengukur asupan makanan dalam rumah tangga juga akan diketahui distribusi makanan dalam rumah tangga(intrafamily food distribution). Pada daerah-daerah tertentu seorang bapak akan mempunyai prioritas utama dalam mengkonsumsi makanan-makanan yang kaya gizi (seperti susu daging,telur), disamping itu pada beberapa tempat,mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan,merupakan suatu kebiasaan pada tingkat konsumsi makanan pada rumah tangga.<br />Konsumsi makanan pada tingkat individu utamanya ditujukan untuk mengetahui cukup tidaknya asupan zat gizi dari setiap individu, kesukaan terhadap makanan tertentu,atau pantangan terhadap suatu makanan,tempat yang paling sering digunakan untuk mengkonsumsi dan jenis pengolahan makanan yang sering digunakan.Kesemuanya ini ada hubungannya dengan “gaya hidup”seseorang.Konsumsi makanan pada tingkat individu menjadi sangat penting apabila dihubungkan dengan pencegahan penyakit.Terapi suatu penyakit, dan pencegahan timbulnya efeksamping terutama pada penderita penyakit degenaratif seperti diabetes. Oleh seseorang yang pengukuran pada tingkat inividu kadang-kadang disebut dengan Evaluasi<br />Dalam tulisan ini akan dipaparkan secara singkat tentang penilaian konsumsi individu yang sering digunakan di lapangan baik itu pada individu yang sehat maupun yang sedang dalam perawatan.Beberapa formulir yang sering digunakan disertakan pada lampiran sedangkan Daftar Komposisi Bahan Makanan(DKBM),dan kecukupan zat gizi yang dianjurkan,yang digunakan sebagai pembanding,dapat dilihat pada beberapa buku gizi lainnya.<br />LANGKAH PENILAIAN KONSUMSI GIZI PERORANGAN <br /> Ada 3 langkah yang dilakukan dalam melakukan penilaian konsumsi gizi perorangan.<br />• Pertama,adalah mengumpulkan informasi tentang asupan makanan/minuman dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.<br />• Kedua,adalah mengukur nilai gizi pada setiap jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien.<br />• Ketiga,adalah membandingkan nilai gizi yang dikonsumsi dan kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.<br />1. Mengukur asupan makanan dan faktor yang mempengaruhinya<br /> Pengukuran asupan makanan seseorang dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang dipilih biasanya didasarkan pada tujuan yang ingin diperoleh dan adanya dana / fasilitas yang tersedia.Diantara metode yang sering digunakan ada yang mencari faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan seseorang.Oleh karena itu, apabila tujuan yang ingin diperoleh ingin mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan maka metode sepeti ini yang harus digunakan. Tentu ini harus diserta dengan dana dan petugas yang tersedia.Dibawah ini akan diberikan beberapa metode yang sering digunakan yaitu 24-jam recall,food frequency,food diary dan diet history.<br />a. 24-jam recall<br />Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta kepada individu untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya. Dengan keahlian wawancara yang baik semua makanan yang dikonsumsi sehari sebelumnya termasuk metode memasak dan nama dagang, sekaligus suplement seperti vitamin dan mineral, dicatat oleh pewawancara (petugas gizi) pada umumnya digunakan suatu formulir standar untuk mempermudah pewawancara (contoh tarlampir).beberapa keterbatasan dalam penelitian ini termasuk tidak bisa dilakukan pada pasien dengan daya ingat yang lemah seperti orang tua dan anak-anak. Disamping itu harus diwaspadai adanya “flat slope syndrome“ dimana pasien melakukan overestimasi makanan yang sedikit dikonsumsi dan underestimasi makanan yang banyak dikonsumsi.Hal ini terjadi akibat keinginan pasien melaporkan hal yang baik. Dengan demikian metode ini tergantung pada memori pasien, kemampuan untuk memberikan estimasi yang tepat terhadap ukuran yang di konsumsi, motivasi pasien, serta ketekunan pewawancara.<br />Untuk mempermudah pewawancar dan responden dalam memberikan jumlah makanan yang di konsumsi maka di gunakan “Food Model”. Alat ini terdiri dari beberapa bentuk ( model ) makanan yang seringkali dikonsumsi dengan beberapa ukuran yang sering digunakan. Umumnya ukuran yang digunakan adalah ukuran sedang. Setiap model telah dilengkapi dengan kandungan zat gizi yang sesuai sehingga memudahkan dalam menilainya. Kadang-kadang “food model”ini diganti dengan “potret”dari makanan tersebut. Hal ini memudahkan dalam hal pelaksanaan wawancara ditampat yang jauh karena tidak pelu membawa “model”tersebut kemana-mana, walaupun dalam hal kegunaannya dilapangan tetap “food model” yang lebih baik.<br /><br />b. Food diary (food record)<br />Metode ini ingin memperoleh kebiasaan makanan yang lebih akurat dari individu. Dengan metode ini seseorang diminta mencatat semua makanan yang dikonsumsi pada periode tertentu.umumnya 3-5 hari.Seperti halnya metode sebelumnya, pasien diminta mencatat makanan yang dikonsumsi dengan menggunakan ukuran rumah tangga.Metode ini lebih akurat dari metode 24-jam recall apabila ingin diketahui rata-rata asupan atau kebiasaan makan individu. Akan tetapi metode ini memerlukan kerja sama yang baik dengan individu sehingga pada mereka yang tidak bisa menulis dan membaca atau mereka dengan tingkat pendidikan yang rendah metode ini tidak dapat digunakan. Pada metode ini tempat dari setiap makanan dikonsumsi dicatat. Hal ini perlu oleh karena dari informasi ini dapa dilihat apakah ada kebiasaan-kebiasaan dari seseorang dalam mengkonsumsi makanan-makanan tertentu. Seringkali kebiasaan-kebiasaan seperti ini dapat dihubungkan dengan asupan kalori atau zat gizi tertentu yang berlebihan atau berpengaruh negatif pada kesehatan. Denagan mengetahui kebiasaan-kebiasaan ini maka dapat dilakukan terapi perilaku agar mereka dapat merubah kebiasaan tersebut sehingga memperoleh jumlah atau konsumsi makanan yang seimbang, adekuat, atau yang tidak merugikan kesehatan. <br />c. Food frequency<br />Metode ini agak berbeda dengan kedua metode diatas karena yang diperoleh dari metode yang ketiga ini adalah informasi kualitatif dari pola makan dalam jangka waktu yang lama. Daftar jenis makanan diberikan/dikemukakan dan individu atau pasien diminta memberi jawaban frekuensi mengkonsumsi dari makanan tersebut apakah setiap hai, setiap minggu, setiap bulan , atau setiap tahun. Metode ini dapat dilakukan dengan cepat baik diisi sendiri oleh pasien (yang kooperatif) atau dengan wawancara.<br />Kadang-kadang frekuensi konsumsi dari setiap jenis makanan diberikan skor dan dengan skor dapat dilakukan perhitungan asupan sehingga dapat diketahui estimasi asupan dari orang tersebut. Disamping itu, dari metode ini dapat dibedakan meraka yang mengkonsumsi suatu makanan tertentu pada tingkat yang rendah, sedang atau tinggi.Cara seperti ini yang paling sering digunakan oleh para ahli epidemiologi gizi dalam melihat hubungan asupan makanan dengan terjadinya suatu penyakit pada suatu populasi. <br /><br /> <br />d. Diet history<br />Metode ini paling baik digunakan apabila ingin mengetahui informasi kebiasaan asupan makanan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Ada 3 komponen yang ecakup dari metode ini yaitu 24-jam recall, food frekuensi, dan wawancara mendalam. Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa metode 24 jam recall merupakan metode sederhana untuk memperoleh gambaran pola makan secara umum dan Food frekuensi disini di gunakan untuk melakukan “Cross Check” tentang informasi yang di peroleh dari metode sebelumnya dengan menanyakan frekuensi konsumsi jenis makanan yang di ketahui dari metode 24 jam recall. <br />2. Estimasi nilai gizi<br /> Hasil asupan makanan yang di peroleh di atas pada umumnya di teruskan dengan estimasi kandungan nilai gizi yang ada di dalamnya. Dengan estimasi ini dapat di ketahui apakah pasien mempunyai resiko mal nutrisi untuk zat gizi tertentu. Ada 2 metode yang sering di gunakan yaitu menggunakan daftar penukar bahan makanan (Food Exchanges list) dan dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan.<br /> Cara pertama adalah dengan menggunakan sistem pengelompokan makanan yang mengandung nilai gizi yang hampir sama dan fungsinya terhadap tubuh. Asumsi ini di dasari bahwa konsumsi makanan dengan jumlah yang cukup dari setiap group akan menberikan kandungan protein, kalsium, iron dengan vitamin yang cukup.<br /> Daftar penukar bahan makanan pada mulanya di peruntukan pada pasien diabetes akan tetapi akhir-akhir ini di gunakan juga pada pasien lainnya. Daftar bahan penukatr ini dapat di peroleh pada beberapa buku gizi yang tersedia. Dengan daftar yang ada, kecukupan asupan protein dan energi dapat di ketahui.<br /> Cara kedua adalah dengan menggunakan daftar konsumsi bahan makanan (DKBM). Cara ini lebih banyak di gunakan karena dengan bantuan komputer hasil analisis dengan cepat dapat di peroleh.<br />3. Evaluasi kecukupan diet<br /> Apabila nilai gizi yang terkandung dalam makanan telah di ketahui, maka tibalah saatnya untuk mengetahui apakah asupan makanan pasien sesuai dengan kebutuhannya.Pada pasien dengan kondisi normal (tidak sakit) dapat di gunakan akan kecukupan energi yang di rekomendasi sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitasnya (atau Reccommended Dietary Allowances) pada pasien yang memerlukan asuhan nutrisi khusus (sehubungan dengan penyakitnya) maka hasil evaluasi ini akan di gunakan dalam perencanaan asuhan nutrisi.<br /><br /><br /><br />3. Bahan yang di gunakan<br />1. Formulir pencatatan makanan (dietary record) 3 buah<br />2. Formulir penilaian konsumsi makanan<br />3. Formulir penilaian rata-rata konsumsi<br />4. Daftar komposisi bahan makanan<br />5. Angka kecukupan gizi yang di anjurkan<br /><br /><br />4. Cara Pengukuran<br />1. Subjek di minta mencatat, pada saat mengkonsumsi seluruh makanan dan minuman yang di konsumisi pada periode waktu tertent.<br />2. Deskriptif detail tentang seluruh makanan dan minuman yang di konsumsi ( termasuk nama dagangnya) dan metode pembuatannya di catat.<br />3. Makanan campur seperti gado-gado harus di ketahui masing-masing bahannya, dan berat/ jumlah terakhir setelah di masak harus di catat, apabila memungkinkan.<br />4. Ukuran porsi dapat di taksir oleh responden dengan menggunakan beberapa cara tergantung dari presisi ( tingkat ketepatan ) yang di inginkan.<br />5. Ukuran RT yang sudah terstandarisasi seperti mangkok, sendok, serta luas (dalam cm) dari daging atau kue cake, dapat di gunakan.<br />6. Pengukuran biasanya di rubah ke gram oleh peneliti sebelum menghitung intake zat gizi.<br />7. Kesalahan dapat terjadi bila ada ketidakmampuan responden menghitung ukuran porsi yang di konsumsi dan akibat kesulitan yang berhubungan dengan konversi penafsiran volume untuk jumlah dalam gram.<br />8. Biasanya subjek (orang tua anak, pengasuh anak) dapat melengkapi formulir yang di berikan walaupun pada negara berkembang seorang petugas lapangan dapat mengerjakannya.<br />9. Jumlah hari yang di perlukan pada umumnya 3,5,6 hari.<br />10. Hari di akhir pekan (sabtu dan ahad) harus di masukian dalam penelitian.<br />11. Belum ada kesepakatan berapa hari yang di perlukan untuk mencatat sehingga menberikan estimasi yang paling terpat untuk intake rata-rata<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> FORMULIR 24 JAM RECALL<br />Hari / tanggal : Rabu, 26 Mei 2010<br />Waktu<br />dikonsumsi Jenis makanan Pengolahan/cara<br />memasaknya Jumlah<br />(ukuran RT)<br />Makan pagi<br /><br />Snack • Nasi goreng<br />• Abon-abon<br />• Air putih<br />• Wafer nabati<br />• Susu bubuk coklat Dancow • Digoreng<br />• Dibeli<br />• Dimasak<br />• Dibeli<br />• Dibeli <br /><br />• 2 gelas<br />• 2 bungkus<br />• 1 gelas<br /><br />Makan siang<br /><br />Snack • Nasi<br />• Ikan goreng<br />• Sayur campur<br />• Air putih • Dikukus<br />• Ikan goreng<br />• Dimasak<br />• Dimasak • 3/4 Gelas<br />• 2 ptg<br /><br />• 2 gelas<br />Makan malam<br /><br />Sebelum tidur • Tahu isi, pisang goreng<br />• Air putih • Dibeli<br /><br />• Dimasak<br />-<br /> • 6 biji<br /><br />• 2 gelas-<br /><br />1. Ya, Ini adalah pola makan yang biasa dikonsumsi.<br />2. Ya, mengkonsumsi suplement vitamin. Vitamin B Compleks ipi 4x sehari.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hari / tanggal : Kamis, 27 Mei 2010<br />Waktu<br />dikonsumsi Jenis makanan Pengolahan/cara<br />memasaknya Jumlah<br />(ukuran RT)<br />Makan pagi<br /> <br /><br />Snack • Nasi<br />• Abon-abon<br />• Air putih<br />• Susu bubuk coklat Dancow • Dikukus<br />• Dibeli<br />• Dimasak<br />• Dibeli<br /><br />- • ¾ gelas<br /><br />• 2 gelas<br />• 1 gelas<br /><br />-<br /><br />Makan siang<br /><br /><br />Snack<br /> • Nasi<br />• Ikan goreng<br />• Sayur<br />• Air putih<br />• Wafer nabati<br />• Susu bubuk coklat Dancow • Dikukus<br />• Digoreng<br />• Dimasak<br />• Dimasak<br />• Dibeli<br />• Dibeli • 3/4 gelas<br />• 2 ptg<br /><br />• 2 gelas<br />• 2 bungkus<br />• 1 gelas<br />Makan malam<br /><br /><br />Sebelum tidur • Tahu isi, pisang goreng<br />• Air putih<br /><br /> • Dibeli<br /><br />• Dimasak <br /> • 6 biji<br /><br />• 3 gelas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hari / tanggal : Jum’at, Mei 2010<br />Waktu<br />dikonsumsi Jenis makanan Pengolahan/cara<br />Memasaknya Jumlah<br />(ukuran RT)<br />Makan pagi • Nasi goreng<br />• Abon-abon<br />• Air putih<br />• Susu bubuk coklat Dancow • Dikukus<br />• Dibeli<br />• Dimasak<br />• Dibeli • 3/4 gelas<br /><br />• 2 gelas<br />• 1 gelas<br />Makan siang • Nasi<br />• Ikan bakar<br />• Air putih<br />• Susu bubuk coklat Dancow • Dikukus<br />• Dibakar<br />• Dimasak<br />• Dibeli • 3/4 gelas<br />• 1 ptg<br />• 2 gelas<br />• 1 gelas<br />Makan malam • Nasi<br />• Ikan bakar<br />• Sayur<br />• Air putih • Dikukus<br />• Dibakar<br />• dimasak<br />• Dimasak • 3/4 gelas<br />• 1 ptg<br /><br />• 2 gelas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMULIR FOOD DIARY<br />Hari/tanggal: Rabu, 26 Mei 2010<br />Nama pasien: Muslimahwaty<br />Tempat<br />makan Waktu Makanan dan minuman<br />Yang dikonsumsi Nama dagang Jumlah (g)<br />Rumah 08.00 – 08.40 • Nasi goreng<br />• Abon-abon<br />• Air putih<br />• Wafer nabati<br />• Susu bubuk coklat Dancow Beras bulog<br /><br /><br />Richies<br />Dancow 100<br />50<br />480<br />50<br />200<br />Rumah 13.00 – 13.50 • Nasi<br />• Ikan goreng<br />• Sayur campur<br />• Air putih Beras bulog 100<br />100<br />50<br />480<br />Warung 20.05 – 20.25 • Tahu isi, pisang goreng<br />• Air putih 50<br /><br />480<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hari/tanggal: Kamis, 27 Mei 2010<br />Nama pasien: Muslimahwaty<br />Tempat<br />Makan Waktu Makanan dan minuman<br />Yang dikonsumsi Nama dagang Jumlah (g)<br />Rumah 09.00 – 09.30 • Nasi<br />• Abon-abon<br />• Air putih<br />• Susu bubuk coklat Dancow Beras bulog<br /><br /><br />Dancow 100<br />50<br />480<br />200<br />Rumah 14.00 – 14.25 • Nasi<br />• Ikan goreng<br />• Sayur<br />• Air putih<br />• Wafer nabati<br />• Susu bubuk coklat Dancow Beras bulog<br /><br /><br /><br />Richies<br />Dancow 100<br />100<br />50<br />480<br />50<br />200<br />Warung 20.05 – 20.30 • Tahu isi, pisang goreng<br />• Air putih 50<br /><br />480<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hari/tanggal: Jum’at, 28 Mei 2010<br />Nama pasien ; Muslimahwaty<br />Tempat<br />makan Waktu Makanan dan minuman<br />Yang dikonsumsi Nama dagang Jumlah (g)<br />Rumah 09.00 – 09.25 • Nasi goreng<br />• Abon-abon<br />• Air putih<br />• Susu bubuk coklat Dancow Beras bulog<br /><br /><br />Dancow 100<br />50<br />480<br />200<br />Rumah 13.05 – 13.45 • Nasi<br />• Ikan bakar<br />• Air putih<br />• Susu bubuk coklat Dancow Beras bulog<br /><br /><br />Dancow 100<br />50<br />480<br />200<br />Rumah 20.10 – 20.35 • Nasi<br />• Ikan bakar<br />• Sayur<br />• Air putih Beras bulog 100<br />100<br />50<br />480<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMULIR FOOD FREQUENCY<br /><br />Nama : Muslimahwaty Tanggal : Rabu, 26 Mei 2010<br /><br />Jenis makanan Jumlah perhari Jumlah per minggu Jarang Tidak pernah<br />Nasi<br />Jagung<br />Ubi-ubian<br />Kentang<br />Roti 2 kali<br />√<br />√<br />√<br />√ 14 kali<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />Ikan besar<br />Ikan kecil<br />Udang<br />Daging<br />Kambing / sapi / lainnya<br />Daging ayam<br />Jeroan / hati<br />Ikan kering 1 kali<br />1 kali<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ 7 kali<br />7 kali<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√<br />Telur<br />Tempe<br />Tahu<br />Kacangkacangan<br />Susu<br />Ice Cream<br />Mentega √<br />√<br />1 kali<br />√<br />1 kali<br />√<br />√ √<br />√<br />7 kali<br />√<br />7 kali<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√<br />Sayur Daun hijau<br /><br />Sayuran warna kuning<br />Sayuran lainya<br />Buah-buahan √<br /><br />√<br /><br />1 kali<br />√ √<br /><br /><br /><br /> 7 kali<br /> √ √<br /><br />√<br /><br />√<br />√ √<br /><br />√<br /><br />√<br />√<br />Permen<br />Kopi<br />Teh<br />Soft drink<br />Alkohol √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />Ada : Biskuit 1 kali sehari<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tanggal : Kamis, 27 Mei 2010<br /><br />Jenis makanan Jumlah perhari Jumlah per minggu Jarang Tidak pernah<br />Nasi<br />Jagung<br />Ubi-ubian<br />Kentang<br />Roti 2 kali<br />√<br />√<br />√<br />√ 14 kali<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />Ikan besar<br />Ikan kecil<br />Udang<br />Daging<br />Kambing / sapi / lainnya<br />Daging ayam<br />Jeroan / hati<br />Ikan kering 1 kali<br />1 kali<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ 7 kali<br />7 kali<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√<br />Telur<br />Tempe<br />Tahu<br />Kacang-kacangan<br />Susu<br />Ice Cream<br />Mentega √<br />√<br />1 kali<br />√<br /><br />2 kali<br />√ √<br />√<br />7 kali<br />√<br /><br />14 kali<br />√<br /> √<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />Sayur Daun hijau<br />Sayuran warna kuning<br />Sayuran lainya<br />Buah-buahan √<br /><br />√<br />1 kali<br />√ √<br /><br />√<br />7 kali<br />√ √<br /><br />√<br />√<br />√ √<br /><br />√<br />√<br />√<br />Permen<br />Kopi<br />Teh<br />Soft drink<br />Alkohol √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tanggal: Jum’at, 28 Mei 2010<br /><br />Jenis makanan Jumlah perhari Jumlah per minggu Jarang Tidak pernah<br />Nasi<br />Jagung<br />Ubi-ubian<br />Kentang<br />Roti 3 kali<br />√<br />√<br />√ 21 kali<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />Ikan besar<br />Ikan kecil<br />Udang<br />Daging<br />Kambing / sapi / lainnya<br />Daging ayam<br />Jeroan / hati<br />Ikan kering 2 kali<br />1 kali<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ 14 kali<br />7 kali<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br />√<br />√<br />√<br />Telur<br />Tempe<br />Tahu<br />Kacangkacangan<br />Susu<br />Ice Cream<br />Mentega √<br />√<br />√<br />√<br />2 kali<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />14 kali<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√<br />√<br />Sayur Daun hijau<br />Sayuran warna kuning<br />Sayuran lainya<br />Buah-buahan √<br /><br />√<br /><br />1 kali<br />√ √<br /><br />√<br /><br />7 kali<br />√ √<br /><br />√<br /><br />√<br />√ √<br /><br />√<br /><br />√<br />√<br />Permen<br />Kopi<br />Teh<br />Soft drink<br />Alkohol √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√ √<br />√<br />√<br />√<br />√<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PENILAIAN KONSUMSI MAKANAN<br /><br />Hari/tanggal: Rabu, 26 Mei 2010<br />Nama: Muslimahwaty <br />Jenis makanan/minuman yang dikonsumsi Jumlah ukuran RT Fraksi Energi Protein Lemak Iron Vit. A Vit. C<br />Nasi<br />Kue<br />Air putih<br />Ikan<br />Susu<br />TOTAL 2 gelas<br />1 biji<br />2 gelas<br />2 ptg<br />1 gelas<br />8 178<br />350<br /><br />113<br /><br />641<br /> 2.1<br />11.0<br /><br />17,0<br /><br />30,1<br /> 0.1<br />1.5<br /><br />4,5<br /><br />6,1<br /> 0<br />0<br /><br />150<br /><br />150<br /> 0<br />0<br /><br />0<br /><br />0<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hari/tanggal: Kamis, 27 Mei 2010<br />Nama: Muslimahwaty<br />Jenis makanan/minuman yang dikonsumsi Jumlah ukuran RT Fraksi Energi Protein Lemak Iron Vit. A Vit. C<br />Nasi<br />Kue<br />Air putih<br />Ikan<br />Sayur campur<br /><br />TOTAL 2 gelas<br />1 biji<br />2 gelas<br />2 ptg<br />2 gelas<br /><br />9 178<br />350<br /><br />113<br />51<br /><br />692 2.1<br />11.0<br /><br />17,0<br />4.6<br /><br />34.7 0.1<br />1.5<br /><br />4,5<br />0.5<br /><br /> 6,6 <br /><br /><br /> 0<br />0<br /><br />150<br /><br /><br />150<br /> 0<br />0<br /><br />0<br /><br /><br />0<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hari/tanggal : Jum’at, 28 Mei 2010<br />Nama: Muslimahwaty<br />Jenis makanan/minuman yang dikonsumsi Jumlah ukuran RT Fraksi Energi Protein Lemak Iron Vit. A Vit. C<br />Nasi<br />Air putih<br />Ikan<br />Susu <br /><br />TOTAL 3 gelas<br />2 gelas<br />2 ptg<br />2 gelas<br /><br />9 178<br /><br />113<br /><br /><br />291 2.1<br /><br />17,0<br /><br /><br />19,1 0.1<br /><br />4.5<br /><br /><br />4,6 0<br /><br />150<br /><br /><br />150<br /> 0<br /><br />0<br /><br /><br />0<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Penilaian rata-rata konsumsi<br /><br />Hari/tanggal: Rabu-Jum’at, 26-28 Mei 2010<br />Nama: Muslimahwaty<br />Jenis makanan/minuman yang dikonsumsi Jumlah ukuran RT Fraksi Energi Protein Lemak Iron Vit. A Vit. C<br /><br />Total hari I<br /><br />Total hari II<br /><br />Total hari III<br /><br />Rata-rata<br /> <br />8<br /><br />9<br /><br />9<br /><br />8,66 <br />641<br /><br />692<br /><br />291<br /><br />541.33 <br />30,1<br /><br />34.7<br /><br />19,1<br /><br />83.9 <br />6,1<br /><br />6.6<br /><br />4,6<br /><br />17.3 <br />150<br /><br />150<br /><br />150<br /><br />450 <br />0<br /><br />0<br /><br />0<br /><br />0<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 1<br />Nasi N abon- abon<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2<br />Susu bubuk coklat Dancow<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 3<br />Wafer nabati <br /> <br /><br /><br /><br />Gambar 4<br />Tahu isi<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 5<br />Sayur <br /> <br /><br /><br /><br />Gambar 6<br />Vitamin BMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-4727464098748712132010-07-04T01:55:00.000-07:002010-07-04T01:56:06.701-07:00PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIKSONSenin, 21 April 2008<br />Perkembangan Psikososial Erikson<br />PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIKSON<br /><br />By Ns. Andi yudianto<br /><br />Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya.<br />Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:<br />1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )<br />Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.<br />2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )<br />Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perku dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.<br />Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.<br />3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )<br />Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.<br />Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.<br />4. Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )<br />Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetetif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.<br />Kunci proses sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standart dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau gangguan.<br />5. Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )<br />Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa dilain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan, Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.<br /><br /><br /> Teori Freud. Psikoanalisis hampir diidentikan dengan sosok seorang Freud. Sigmund Freud (1856-1939) lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg Moravia yang pada masa itu merupakan provinsi di bagian utara Kekaisaran Autro Hongaria dan sekarang adalah wilayah Republik Ceska.<br /><br />Pandangan pandangan freud terus berkembang selama kariernya yang panjang. Hasil kolektif tulisan tulisan yang luas merupakan sebuah sistem rinci tentang perkembangan kepribadian. Freud mengemukakan tiga struktur spesifik kepribadian yaitu Id, Ego dan Superego. Ketiga struktur tersebut diyakininya terbentuk secara mendasar pada usia tujuh tahun.<br /><br />Struktur ini dapat ditampilkan secara diagramatik dalam kaitannya dengan aksesibilitas bagi kesadaran atau jangkauan kesadaran individu. Id merupakan libido murni atau energi psikis yang bersifat irasional. Id merupakan sebuah keinginan yang dituntun oleh prinsip kenikmatan dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan ini.<br /><br />Ego merupakan sebuah pengatur agar id dapat dipuaskan atau disalurkan dalam lingkungan sosial. Sistem kerjanya<br /><br />pada lingkungan adalah menilai realita untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego. Sedangkan Superego sendiri adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan nilai baik-buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan Ego yaitu Id.<br /><br />Kesadaran dan Ketidaksadaran<br /><br />Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran itu tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi logisnya.<br /><br />Sedangkan kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan.<br /><br />Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kecamasan<br /><br />Bagian yang tidak kalah penting dari teori Freud adalah tentang kecemasan. Kecemasan ini menurutnya berkembang dari konflik antara sistem id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Menurut Freud kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita, neurotik dan moral.<br /><br />(1) Kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata.<br /><br />(2) Kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat mebuatnya terhukum, dan<br /><br />(3) Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral.<br /><br />Mekanisme Pertahan Ego<br /><br />Untuk menghadapi tekanan kecemasan yang berlebihan, sistem ego terpaksa mengambil tindakan ekstrim untuk menghilangkan tekanan itu. Tindakan yang demikian itu, disebut mekanisme pertahanan, sebab tujuannya adalah untuk mempertahankan ego terhadap tekanan kecemasan. Dalam teori Freud, bentuk-bentuk mekanisme pertahanan yang penting adalah:<br /><br />a. represi; ini merupakan sarana pertahanan yang bisa mengusir pikiran serta perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran,<br />b. memungkiri; ini adalah cara mengacaukan apa yang dipikirkan, dirasakan, atau dilihat seseorang dalam situasi traumatik,<br />c. pembentukan reaksi; ini adalah menukar suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan melawannya dalam kesadaran,<br />d. proyeksi; ini berarti memantulkan sesuatu yang sebenarnya terdapat dalam diri kita sendiri ke dunia luar,<br />e. penggeseran; merupakan suatu cara untuk menangani kecemasan dengan menyalurkan perasaan atau impuls dengan jalan menggeser dari objek yang mengancam ke “sasaran yang lebih aman”,<br />f. rasionalisasi; ini cara beberapa orang menciptakan alasan yang “masuk akal” untuk menjelaskan disingkirnya ego yang babak belur,<br />g. sublimasi; ini suatu cara untuk mengalihkan energi seksual kesaluran lain, yang secara sosial umumnya bisa diterima, bahkan ada yang dikagumi,<br />h. regresi; yaitu berbalik kembali kepada prilaku yang dulu pernah mereka alami,<br />i. introjeksi; yaitu mekanisme untuk mengundang serta “menelaah” sistem nilai atau standar orang lain,<br />j. konpensasi,<br />k. ritual dan penghapusan.<br /><br />Tahap Perkembangan Kepribadian<br /><br />Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun, meliputi beberapa tahap yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalik, tahap laten, dan tahap genital.<br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada<br />Sarlito W. Sarwono. 2002. Berkenalan dengan ALiran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta : PT Bulan Bintang<br />tahap tahap perkembangan moral menurut kohlberg<br /><br />Tahap tahap perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat, yang masing masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu :<br /><br /> 1. Tingkat pra konvensional ( moralitas pra konvensional )<br /> tahap 1 : orientasi pada kepatuhan dan hukuman -> anak melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah dan tidak mendapatkan hukuman<br /> tahap 2 : relativistik hedonism -> anak tidak lagi secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative dan lebih berorientasi pada prinsip kesenangan. enurut mussen,dkk. Orientasi moral anak masih bersifat individualistis, egosentris dan konkrit<br /> 2. Tingkat konvensional ( moralitas konvensional ) : tingkat konvensional berfokus pada kebutuhan sosial ( konformitas )<br /> tahap 3 : Orientasi mengenai anak yang baik -> anak memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain<br /> tahap 4 : mempertahankan norma norma sosial dan otoritas -> menyadari kewajiban untuk melaksankan norma norma yang ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan norma, artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial harus menerima peraturan yang lebih disepakati bersama dan melaksanakannya.<br /> 3. tingkat post konvensional ( moralitas post konvensional ) : individu mendasarkan penilaian moral pad aprinsip yang benar secara intern<br /> Tahap 5 : Orientasi pada perjanjian antara individu dengan lingkungan sosialnya -> Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu dengan dengan linkungan sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma sosial, maka ia berharap akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat.<br /> tahap 6 : Prinsip universal -> pada tahap ini ada norma etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada unsur unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu bbaik atau tidak baik moral atau tidak. Disini dibuthkan unsur etik / norma etik yang sifatnya universal sebgai sumber untuk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan moralitas<br /><br /><br />Pada tahun 1960-1970 Kohlberg mulai melakukan pematangan atas paradigm baru didunia psikologi yang dia cetuskan berdasarkan hasil penelitian empirisnya bernama teori kognitif-developmental-nya. Teori kognitif-developmental menegaskan bahwa pada intinya moralitas mewakili seperangkat pertimbangan dan putusan rasional yang berlaku untuk setiap kebudayaan, yairu prinsip kesejahteraan manusia dan prinsip keadilan. (Tahap-tahap Perkembangan Moral, Lawrence Kohlberg:1995). Menurut Kohlberg bahwasanya prinsip keadilan merupakan komponen pokok dalam proses perkembangan moral yang kemudian diterapkan dalam proses pendidikan moral.<br /><br />Adapun buah pemikiran Lawrence Kohlberg mengenai 3 tingkat dan 6 tahap perkembangan moral manusia, menurut Prof. Dr. K. Bertens dalam bukunya “Etika”, yang kemudian menjadi sebuah teori moral yang mempengaruhi dunia psikologi dan filsafat moral atau etika, yakni:<br /><br />1. Tingkat Pra-konvensional<br />a. Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan,<br />Pada tahap ini anak dalam hal melakukan suatu tindakan akan memiliki orientasi atas hukuman yang merupakan konsekuensi atas tindakan itu, serta kepatuhan dari seseorang dalam hal ini orang yang dituakan atau kepatuhan terhadap hukum.<br /><br />b. Tahap orientasi relativis-instrumental.<br />Pada tahap anak tetap menilai sesuatu berdasarkan kemanfaatan, kesenangan, atau sesuatu yang buruk menjadi keburukan, namun disini si anak sudah mampu belajar memperhatikan harapan dan kepentingan orang lain.<br /><br /><br />2. Tingkat Konvensial<br />c. Tahap penyesuaian dengan kelompok atau orientasi untuk menjadi “anak manis”.<br />Pada tahap selanjutnya, terjadi sebuah proses perkembangan kearas sosialitas dan moralitas kelompok. Kesadaran dan kepedulian atas kelompok akrab, serta tercipta sebuah penilaian akan dirinya dihadapan komunitas/kelompok.<br /><br />d. Tahap orientasi hukum dan ketertiban.<br />Pada kondisi ini dimana seseorang sudah mulai beranjak pada orientasi hukum legal/peraturan yang berfungsi untuk menciptakan kondisi yang tertib dan nyaman dalam kelompok/komunitas.<br /><br />3. Tingkat Pasca-konvensional<br />e. Orientasi kontrak-sosial legalistik<br />Tahap ini merupakan suatu kondisi dimana penekanan terhadap hak dan kewajiban cukup ditekankan,sehingga proses demokratisasi terjadi.Pada tahap ini juga muncul sebuah sikap cinta tanah air dan pemerintahan yang berdaulat.<br /><br />f. Orientasi prinsip etika universal.<br />Pada situasi ini dimana orang dalam melakukan tindakan mencoba untuk sesuai dengan nurani serta prinsip-prinsip moral universal. Adapaun syarat atas prinsip moral universal menurut Kohlberg, yakni: komprehensif, universal, dan konsisten (tidak ada kontradiksi dalam penerapannya). Sedangkan prinsip universal itu ialah keadilan, prinsip perlakuan timbal balik (reciprositas), kesamaan, dan penghormatan terhadap martabat manusia. (Tahap-tahap Perkembangan Moral, Lawrence Kohlberg:1995).<br /><br />Perkembangan moral Kohlberg memiliki sifat/karakter khusus, diantaranya:<br />• Perkembangan setiap tahap-tahap selalu berlangsung dengan cara yang sama, dalam arti si anak dari tahap pertama berlanjut ke tahap kedua.<br />• Bahwa orang (anak) hanya dapat mengerti penalaran moral satu tahap diatas tahap dimana ia berada.<br />• Bahwa orang secara kognitif memiliki ketertarikan pada cara berfikir satu tahap diatas tahapnya sendiri.(K.Bertens;2005).<br /><br />Kohlberg menekankan pada pendidikan moral yang menggunakan sistem ‘kurikulum tersamar’, dimana dia menekankan bahwa pengajar atau guru dalam hal ini mampu mewujudkan suatu kondisi pribadi yang mencerminkan moral terhadap peserta didik. Dalam proses penelitiaannya Kohlberg, dkk mengambil sample anak-anak dan remaja. Sebagai sebuah realita, dimana fase tersebut merupakan fase yang tepat dalam mengambil sebuah kesimpulan guna menemukan teori moral yang mendekati teori moral yang ideal.<br /><br />Kohlberg mengantisipasi atas nuansa relativitas moral yang pada saat ini didominasi oleh kaum Durkheimian, dan para psikologi yang beraliran relativisme ekstrem. Makanya, dalam kondisi ini dia lebih mengambil jalan tengah. Masih menurutnya, bahwa dalam proses perkembangan moral disini, dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan keluarga sebagai sebuah faktor dominan dalam membentuk moralitas si anak. Maka, pendidikan umum moralitas yang ditekankan Kohlberg sangat diutamakan.<br /><br />Referensi:<br /><br /> * Prof.Dr.K.Bertens.”Etika”. 2005.Gramedia;Jakarta<br /> * Drs.John de Santo. “Tahap-Tahap Perkembangan Moral. Lawrence Kohlberg”. 1995. Kanisius; Yogyakarta<br /> * Prof.Dr.Franz Magnis-Suseno. “20 Tokoh Etika Abad ke-20”. 2004. Kanisius; Yogyakarta<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />sSISTEM PERLINDUNGAN ANAK<br />DPR Minta UU Nomor 23/2002 Direvisi<br /><br />Jumat, 29 Januari 2010<br />JAKARTA (Suara Karya): Komisi VIII DPR-RI mendesak Pemerintah untuk menciptakan sistem dan mengalokasikan anggaran yang memadai, sehingga pelayanan dan perlindungan anak-anak di Indonesia dapat dilakukan secara optimal.<br /><br /> Di samping belum terciptanya sistem perlindungan anak, koordinasi antar departemen, masyarakat swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga donor internasional yang peduli terhadap permasalahan anak harus ditingkatkan lagi.<br /><br /> Hal itu sangat penting agar penanganan anak jalanan, anak telantar, anak korban kekerasan, anak korban penculikan, anak korban perdagangan orang, dan anak berhadapan dengan hukum memperoleh pelayanan dan perlindungan seperti yang diamanatkan dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan konvensi internasional yang sudah dirativikasi.<br /><br /> "Komisi VIII mendesak pemerintah untuk menciptakan sistem perlindungan anak agar di masa mendatang, kasus-kasus tentang anak dapat diminimalisasi. Kita sangat prihatin, dari tahun ke tahun berbagai kasus tentang anak terus meningkat. Kalau tidak ada tindakan cepat dan fokus dari pemerintah, Indonesia terancam lost generation (kehilangan generasi," ujar Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Kadir Karding usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan instansi terkait penanganan perlindungan anak, Kamis (28/1).<br /><br /> Pihak pemerintah yang hadir dalam RDP, Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Dirjen Yanrehsos), Makmur Sunusi, Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat (Dirjen Binkesmas) Departemen Kesehatan, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Soepeno, Bareskrim Mabes Polri, dan Kemeterian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.<br /><br /> Terkait sistem perlindungan anak itu, Abdul Kadir Karding mengusulkan pemerintah untuk mengajukan revisi UU No. 23 tahun 2002.<br /><br /> Sementara itu, Dirjen Yanrehsos, Makmur Sunusi mengatakan, hingga 2009 jumlah anak telantar dan rawan telantar mencapai lebih kurang 17 juta anak, meliputi anak penyandang cacat, anak korban kekerasan/penculikan, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum dan lain-lain. "Depsos memiliki dua program ikon yakni program keluarga harapan (PKH) dan program kesejahteraan sosial anak (PKSA). Program ini diharapkan mengurangi permasalahan anak, dan mereka harus mendapat perlindungan dari orangtua dan keluarganya . Yang utama adalah akses pelayanan kebutuhan dasar anak," katanya.<br /><br /> Selama ini anggaran yang dialokasikan untuk pelayanan dan perlindungan dari APBN, LSM dan donatur dari luar negeri hanya mampu menjangkau 4 persen dari populasi anak bermasalah di Indonesia. (Yon Parjiyono) <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Oleh<br /><br />AHMAD SOFIAN, SH, MA<br /><br />Abstraksi<br /><br />Indonesia masih memiliki kompleksitas persoalan anak yang hingga saat ini belum terselesaikan secara menyeluruh dan komprehensif. Kita bisa melihatnya betapa banyaknya anak-anak yang mengalami gizi buruk, anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS, anak-anak cacat, anak-anak yang harus bekerja siang dan malam, anak-anak yang menjadi prostitusi dan objek pornographi, anak-anak yang hidup dalam penjara-penjara yang kumuh, kotor dan berdesak-desakan, dan sejumlah masalah anak lainnya yang dengan sangat mudah kita bisa jumpai.<br /><br />Karena itu, harus ada komitmen yang sungguh-sungguh untuk mereduksi persoalan anak tersebut, komitmen saja belum cukup tetapi juga dibarengi dengan implementasi dari komitment. Karena itu beberapa rekomendasi penting untuk dipertimbangkan dalam upaya memberikan perlindungan anak yang menyeluruh di Indonesia termasuk membangun sistem dan mekanisme perlindungan anak yang harus bekerja secara rapi dan transparan di masyarakat yang didukung dengan sistem kesejahteraan sosial dan kesehatan dan penegakan hukum.<br /><br />Di samping itu perlu, juga memprioritaskan beberapa agenda khusus terhadap anak-anak yang berada dalam situasi sulit seperti anak-anak yang mengalami eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual, anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak-anak yang masih mengalami diskriminasi hukum dan sosial, serta meratifikasi dua optional protocol Konvensi Hak Anak.<br /><br />Pandahuluan<br /><br />Saat ini jumlah anak-anak yang berada dalam situasi sulit berdasarkan data dari Kementerian Sosial RI adalah sebanyak 17,7 Juta (Kompas, 23 Februari 2010). Anak-anak yang berada di dalam situasi sulit ini meliputi juga anak-anak yang telantar, anak-anak yang dieksploitasi dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus termasuk anak cacat, anak-anak yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan, anak-anak yang berada di dalam panti asuhan dan juga anak-anak yang bekerja di sektor formal maupun informal. Dari jumlah anak-anak yang berada dalam situasi sulit ini kemampuan negara untuk mengatasinya hanya 4% setahun atau lebih kurang 708.000 anak, ini artinya negara baru mampu menyelesaikan masalah anak anak yang berada dalam situasi sulit ini selama 25 tahun atau seperampat abad ke depan.<br /><br />Jumlah anak-anak yang berada dalam situasi sulit ini belum termasuk anak-anak yang suku terasing, anak-anak yang menderita HIV/AIDS, anak-anak yang terdiskriminasi karena berbagai alasan seperti suku, agama dan ras. Karena itu upaya dan langkah masih sangat panjang untuk bisa mengatasi masalah anak ini.<br /><br />Upaya yang Sudah Dilakukan<br /><br />Sejumlah masalah anak yang disebutkan di atas tentunya bukan tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah Indonesia. Banyak hal yang sudah dilakukan baik itu kebijakan, upaya konkrit yang sudah di implementasikan, berbagai regulasi dan legislasi, perencanaan dan penganggaran serta pembentukan kelembagaan yang bisa mengatasi masalah anak secara lebih sistematis.<br /><br />Pemerintah Indonesia sejak tahun 1990 telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keppres 36/1990. Ratifikasi ini merupakan tonggak awal dari perlindungan anak di Indonesia. Selanjutnya pasca diratifikasinya Konvensi ini, disusunlah berbagai upaya untuk memetakan berbagai persoalan anak baik dilakukan oleh Pemerintah sendiri maupun bekerjasama dengan berbagai lembaga PBB yang memiliki mandat untuk melaksanakan perlindungan anak.<br /><br />Selanjutnya tahun 1997 Indonesia telah memiliki undang-undang khusus yang mengatur masalah anak yang berkonflik dengan hukum, Undang-Undang No. 3/1997 memberikan perhatian dan spesikasi khusus bagi anak-anak yang disangka melakukan tindak pidana, undang-undang ini juga memberikan kekhususan baik dalam penyidikan, penahanan, penuntutan, peradilan hingga penempatan di lembaga pemasyarakatan anak.<br /><br />Sebagai puncak dari upaya legislasi adalah lahirnya Undang-undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini memberikan nuansa yang lebih komprehensif dalam upaya negara memberikan perlindungan pada anak di Indonesia. Selanjutnya nomenklatur perlindungan anak dimasukkan dalam APBN sehingga memberikan jaminan bagi upaya perlindungan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia.<br /><br />Selanjutnya, undang-undang ini memberikan mandat untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak (KPAI). KPAI sebagai insitusi independent diberikan mandat untuk melakukan pengawasan pelaksanaan upaya perlindungan anak yang dilakukan oleh institusi negara, melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak anak yang dilakukan negara, KPAI juga bisa memberikan saran dan masukkan serta pertimbangan secara langsung kepada Presiden tentang berbagai upaya perlindungan anak. Kehadiran lembaga ini sebenarnya sangat strategis karena bisa mempercepat upaya upaya perlindungan anak yang menyeluruh dan kompleks.<br /><br />Puncaknya adalah pada Kebinet Indonesia bersatu jilid kedua , Presiden memberikan perhatian secara khusus pada masalah anak dengan merubah nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.<br /><br />Dengan demikian, masalah anak secara khusus dimasukkan dalam satu kementerian bersama dengan pemberdayaan perempuan. Tentunya sudah sangat lengkap berbagai institusi dan kebijakan serta penganggaran perlindungan anak di Indonesia, namun pertanyaaannya adalah mengapa masih saja persoalan anak belum bisa dituntaskan secara sistemik? Masalah anak masih terbelenggu dalam insittusi insitusi tersebut dan tidak dijalankan secara adil dan penuh tanggung jawab. “Anak” dianggap sebagai warga negara kelas dua, karena tidak bisa memberikan suara dalam pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah, sehingga perhatian yang diberikan juga tidak maksimal. Derita anak tak habis-habisnya kita dengar di media massa, bahkan dalam kehidupan nyata di sekitar kita. Lalu apa tugas dan tanggung jawab yang sudah dilakukan negara selama ini, jika kebijakan sudah dilakukan ? Apakah ada yang salah dalam implementasinya? Atau masih kaburnya pemahaman masalah perlindungan anak dikalangan birokrasi Indonesia?<br /><br />Masalah Perlindungan Anak di Indonesia<br /><br />Banyak faktor yang menyebabkan masalah perlindungan anak belum sungguh sungguh dilaksanakan di Indonesia. Perlu dipertimbangkan beberapa catatan yang dikemukakan oleh komite hak anak PBB terhadap upaya perlindungan anak di Indonesia. Ada catatan yang disampaikan oleh komite hak anak PBB tentang masalah penegakan perlindungan anak di Indonesia, sehingga sampai saat ini “rapor” kita masih buruk di mata Komite Hak Anak PBB terutama menyangkut masalah diskriminasi pada anak berdasarkan jenis kelamin khususnya dalam bentuk perkawinan. Indonesia masih membedakan batas usia perkawinan, untuk laki-laki 19 tahun sedangkan untuk perempuan 16 tahun. Ini menunjukan bahwa negara masih memberikan diskriminasi bagi anak perempuan, diskriminasi juga masih terlihat pada anak-anak yang hidup dalam kemiskinan dan anak-anak yang menjadi kelompok minoritas.<br /><br />Terkait dengan penerapan UU No. 3/1997 tentang Peradilan Anak, maka patut menjadi perhatian kita semua bahwa besarnya jumlah anak-anak yang dihukum penjara di Indonesia. Menurut catatan UNICEF (2009) jumlahnnya telah mencapai lebih dari 4000 orang anak per tahun. Padahal sebagian besar dari mereka adalah melakukan kejahatan ringan. Anak-anak juga sering ditahan bersama orang dewasa dalam kondisi yang mengenaskan, disamping itu batas usia tanggung jawab kriminal yaitu usia 8 tahun adalah terlalu rendah.<br /><br />Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO 138 tentang batasan usia minimum untuk bekerja dan Konvensi ILO 182 tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak. Indonesia juga telah memiliki rencana aksi nasional penghapusan bentuk bentuk terburuk pekerjaan untuk anak. Namun kenyataannya tingginya jumlah anak-anak yang bekerja yang sebagian besar di bawah usia 15 tahun baik di sektor formal maupun informal.<br /><br />Di bagian eksploitasi seksual anak, pemerintah mengakui tidak adanya data akurat, namun diperkirakan dari semua kasus eksploitasi seksual sekitar 60 persen korbannya adalah anak-anak. Mayoritas korbannya adalah perempuan disamping anak laki-laki. Mengenai eksploitasi seksual komersial anak dilaporkan bahwa semua bentuk eksploitasi komersial anak dijumpai di Indonesia seperti anak yang dilacurkan, pelacuran anak, perdagangan anak untuk tujuan seksual, dan pornographi anak. Diperkirakan sekitar 30 persen dari pekerja seksual di Indonesia yang jumlahnya 30.000-70.000 adalah anak-anak.<br /><br />Hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi optional protocol Kovensi Hak Anak (protocol tambahan PBB) tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornogrpahi anak sehingga undang-undang yang ada masih dinilai kurang efektif akibatnya anak-anak korban eksploitasi seksual sering tidak mendapatkan perlidungan atau bantuan pemuliahan yang efektif.<br /><br />Rekomendasi<br /><br />Dari berbagai permasalahan anak di Indonesia yang disebutkan di atas, maka berikut ini disampaikan beberapa rekomendasi yang merupakan upaya meminimalisir persoalan anak di Indonesia.<br /><br /> 1. Mengembangkan mekanisme dan sistem perlindungan anak yang terpadu sehingga alur perlindungan anak menjadi lebih teratur sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih perlindungan anak. Mekanisme terpadu ini bisa merujuk pada sistem yang dikembangkan di beberapa negara ASEAN, dan yang saat ini yang terbaik adalah seperti yang dikembangkan di Malaysia.<br /> 2. Untuk mengurangi tingkat diskriminasi pada anak maka perlu untuk menaikkan batas usia menikah pada anak perempuan sehingga posisinya setara dengan laki-laki. Mengambil langkah segera yang diperlukan untuk mencegah dan mereduksi semua bentuk pernikahan dini. Mengupayakan agar anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan suku minoritas mendapatkan perhatian yang lebih tinggi untuk mensejahterakan mereka.<br /> 3. Menaikkan batas usia minimal tanggung jawb kriminal anak sampai level yang bisa diterima secara internasional. Menjamin agar anak-anak yang ditahan selalu dipisahkan dari orang dewasa, dan agar perampasan kebebasan hanya digunakan sebagai langkah terakhir, untuk periode sesingkat mungkin dan dalam kondisi selayaknya.<br /> 4. Melanjutkan usaha menghapus pekerja anak (anak-anak yang bekerja) khususnya dengan menangani akan penyebab eksploitasi ekonomi anak lewat penghapusan kemiskinan dan akses pendidikan serta mengembangkan sistem monitoring pekerja anak yang komprehensif misalnya dengan bekerjasama dengan LSM, penegak hukum, pengawas buruh dan lembaga lembaga internsional.<br /> 5. Menjamin agar Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak diberi alokasi sumberdaya yang memadai dalam implementasinya serta dapat dilaksanakan secara efektif di tingkat Provinsi dan Kabupaten.<br /> 6. Meratifikasi dua oprional protocol Konvensi Hak Anak (KHA) yang hingga saat ini belum diratifikasi pemerintah Indonesia yaitu opsional protocol KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornographi anak, serta optional protocol KHA tentang anak di dalam konflik bersenjata. Belum diratifikasinya kedua optional protocol ini mengakibatkan Indonesia selalu mendapatkan catatan buruk karena belum sungguh sungguh memiliki komitmen dalam upaya perlindungan anak yang menyeluruh.<br /><br />Daftar Rujukan<br /><br /> 1. Majalah Kalingga, edisi November–Desember 2004, diterbitkan oleh PKPA-UNICEF<br /> 2. Irwanto, “Anakku Sayang Anakku Malang”, Harian Kompas, 1 Februari 2010<br /> 3. Ahmad Sofian, “Kekerasan Mengintai Anak-Anak Kita” Harian Kompas, 23 Februari 2010Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-90207469609694707592010-07-04T01:54:00.000-07:002010-07-04T01:55:08.961-07:00TERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN JIWA DAN PERAN PERAWATTERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN JIWA<br />DAN PERAN PERAWAT<br /><br />PENGERTIAN<br />Psikofarmako adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:<br />1. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT)<br />2. Psikoterapeutik <br />3. Terapi modalitas <br />KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI<br />1. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi<br />2. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka<br />3. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain<br />4. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental<br />5. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter<br />KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI<br />1. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki otak<br />2. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem saraf<br />3. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin<br />4. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan obat penghambat acetilkolin<br />Menurut Rusdi Maslim yang termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan:<br />1. Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson<br />2. Anti depresi<br />3. Anti maniak<br />4. Anti cemas (anti ansietas)<br />5. Anti insomnia<br />6. Anti obsesif-kompulsif<br />7. Anti panik<br />YANG PALING SERING DIGUNAKAN OLEH KLIEN JIWA <br />A. Anti Psikotik<br />Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik: neuroleptika.<br />Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra) pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.<br />Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.<br />Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk gangguan maniak dan paranoid<br />EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK<br />a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)<br />1) Parkinsonisme<br />Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme:<br />Tremor: paling jelas pada saat istirahat<br />Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan<br />Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku) <br /><br />2) Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama<br />Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol<br />3) Akathisia<br />Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.<br />Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).<br />4) Tardive dyskinesia<br />Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.<br />b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect <br />Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:<br />• Mulut kering<br />• Konstipasi<br />• Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia<br />• Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik<br />• Kongesti/sumbatan nasal<br />Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:<br />• Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)<br />• Halloperidol disingkat Haldol<br />• Serenase<br /><br /><br /><br />B. Anti Parkinson<br />Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.<br />Efek samping: <br />• sakit kepala, <br />• mual, muntah dan <br />• hipotensi.<br />Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).<br />C. Anti Depresan<br />Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic neurotransmitter (seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.<br />Mekanisme kerja obat:<br />• Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter<br />• Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter <br />• Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.<br />Efek farmakologi:<br />• Mengurangi gejala depresi<br />• Penenang <br />Indikasi: syndroma depresi<br />Jenis obat yang sering digunakan: <br />• trisiklik (generik),<br />• MAO inhibitor, <br />• amitriptyline (nama dagang).<br />Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.<br /><br /><br />D. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate<br />Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin.<br />Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.<br />Efek farmakologi:<br />• Mengurangi agresivitas<br />• Tidak menimbulkan efek sedatif<br />• Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea <br />Indikasi: <br />Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat antipsikotik.<br />Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.<br />Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.<br />Antiansietas dan hipnotik-sedatif dibagi menjadi dua kategori:<br />benzodiazepine dan nonbenzodiazepen, yang mencakup beberapa kelas obat.<br />Benzodiazepine<br />Manfaat klinis<br />Benzodiazepine adalah obat yang sering diresepkan dalam penatalaksanaan ansietas, insomnia, dan kondisi yang berhubungan dengan stres.<br />Indikasi utama dalam penggunaan benzodiazepine adalah:<br />1. Gangguan ansietas umum<br />2. Ansietas yang berhubungan dengan depresi<br />3. Ansietas yang berhubungan dengan phobia<br />4. Gangguan tidur<br />5. Gangguan stress pascatrauma<br />6. Putus obat dan alcohol<br />7. Ansietas yang berhubungan dengan penyakit medis<br />8. Relaksasi musculoskeletal<br />9. Gangguan kejang<br />10. Ansietas pra operasi<br />Yang perlu diperhatikan oleh Perawat<br />Benzodiazepine pada umumnya tidak menjadi adiktif kuat jika penghentian pemberiannya dilakukan secara bertahap, jika obat ini digunakan untuk tujuan yang tepat, dan jika penggunaanya disertai dengan penggunaan zat lain, seperti penggunaan kronis barbiturate atau alcohol.<br />Pengawasan dilakukan terhadap:<br />1. Sedasi<br />2. Ataksia<br />3. Iritabilitas<br />4. Masalah memori<br />benzodiazepine mempunyai indeks terapeutik yang sangat tinggi, sehingga overdosis obat ini saja hampir tidak pernah menyebabkan fatalitas. Efek samping merupakan hal yang umum, berhubungan dengan dosis, tidak selalu membahayakan<br />Nonbenzodiazepin<br />Sebagian besar digunakan oleh benzodiazepine walaupun obat tersebut kadang masih digunakan.<br />Kewaspadaan perawat.<br />Penggunaan barbiturate menyebabkan banyak kerugian seperti berikut ini.<br />1. Terjadi toleransi terhadap afek antiansietas dari barbiturat<br />2. Obat ini lebih adiktif<br />3. Obat ini menyebabkan reaksi serius dan bahkan reaksi putus obat yang letal<br />4. Obat ini berbahaya jika terjadi overdosis dan menyebabkan defresi SSP<br />5. Obat ini mempunyai berbagai interaksi obat yang berbahaya.<br /><br /><br /><br />PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT<br />Perawat memiliki beberapa peran, salah satu peran perawat adalah caregiver, untuk bisa menjadi seorang caregiver maka perawat harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang pemberian psikofarmakologis.<br />Peran perawat dalam proses psikofarmakologis sbb:<br />1. Pengkajian pasien<br />2. Koordinasi modalitas terapi<br />3. Pemberian agens psikofarmakologis.<br />4. Pemantauan efek obat<br />5. Penyuluhan pasien<br />6. Program rumatan obat<br />7. Partisipasi dalam penelitian<br />8. Kewenangan untuk memberikan resep<br />Pengumpulan data sebelum pengobatan, meliputi:<br />• Diagnosa medis<br />• Riwayat penyakit<br />• Riwayat pengobatan<br />• Hasil pemeriksaan laboratorium (yang berkaitan)<br /> Jenis obat yang digunakan, dosis, cara dan waktu pemberian<br /> Program terapi lain<br /> Mengkombinasikan obat dengan terapi modalitas<br /> Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga, tentang pentingnya minum obat dan penanganan efek samping obat<br /> Monitor efek samping penggunaan obat <br />Melaksanakan prinsip pengobatan psikofarmako<br />1. Persiapan<br />• Melihat order pemberian obat di lembaran obat (di status)<br />• Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping dan cara pemberian<br /><br />• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat<br />• Kaji kondisi klien sebelum pengobatan<br />2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat <br />3. Laksanakan program pemberian obat<br />• Gunakan pendekatan tertentu <br />• Bantu klien minum obat, jangan ditinggal <br />• Pastikan bahwa obat telah diminum <br />• Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek legal<br />4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan.<br />5. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik<br />6. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obatan psikofarmako<br />EVALUASI<br />Reaksi obat efektif jika:<br />1. Emosional stabil<br />2. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat<br />3. Halusinasi, agresi, delusi, menarik diri menurun<br />4. Perilaku mudah diarahkan<br />5. Proses berpikir ke arah logika<br />6. Efek samping obat<br />7. Tanda-tanda vital: tekanan darah, denyut nadi<br />Demikianlah pembahasan tentang psikofarmakologi, dan mudah-mudahan dapat menjadi sedikit informasi bagi kita untuk membuat perawatan kita ke pasien jiwa lebih baik lagi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /> www.adversizer.com/?s=psikofarmakologi...pasien+jiwa...<br /> portalperawat.blogspot.com/.../psikofarmakologi-obat-obatan-untuk.html<br /> www.ayobelajar.web.id/.../pengobatan+psikofarmakologi+schizofrenia<br /> imron46.blogspot.com/.../peran-perawat-dalam-psikofarmakologi.html<br /> arifsoeprijono.wordpress.com/.../psikofarmaka-for-nurse/ -Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-86042681705911754662010-07-04T01:51:00.000-07:002010-07-04T01:53:55.654-07:00PEMERIKSAAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFANPROSEDUR DIAGNOSTIK YANG LAZIM DILAKUKAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SYARAF<br /><br />PENDAHULUAN<br /> Meskipun prosedur dignostik bukan merupakan tugas mandiri perawat, namun perlu dipahami agar dampak yang mungkin terjadi dapar dikurangi atau dihilangka.<br /> Pada bagian ini akan dibahas lima prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu :<br /> Elektro Encephalografi (EEG)<br /> Computerized Axila Tomografi Scan (CT Scan) Otak<br /> Lumbal fungsi <br /> Elektromiografi<br /> Angiografi<br />A. Elektro Encephalografi (EEG)<br />1. Pengertian <br />Adalah suatu cara untuk merekam aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh.<br />2. Dasar-dasar/prinsip kerja<br /> Dengan elektroda yang ditempelkan pada berbagai daerah tengkorak, potensial permukaan otak direkam. Perekaman ini berlangsung terus-menerus untuk beberapa menit. Tegangan yang tercatat pada kertas yang bergerak berupa gelombang-gelombang. Dengan memasang 16 elektroda pada tengkorak aktivitas seluruh otak dapat direkam dan diselidiki. Tegangan otak sebesar 50 mikrovolt agar dapat direkam harus diperkuat sampai satu juta kali, oleh karena itu aliran listrik dari sumber lain seperti gerakan otot kepala atau generator listrik juga ikut tercatat (atrefak).<br /> Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang diproduksi pada ujung-ujung dendrit. Tegangan potensial neuron pada setiap waktu berbeda sehingga potensial dendrit juga berubah-ubah. Fluktuasi ini yang tecatat pada kertas EEG.<br />3. Macam-macam EEG<br />Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang mencerminkan adanya gaya listrik yang diproduksikan pada ujung-ujung dendrit, sebagai fenomena potensial aksi neuron-neuron yang disalurkan ke dendrit-dendrinya di korteks serebri. Potensial neuron pada setiap waktu berbeda-beda sehingga potensial dendrit pada korteks selalu berubah-ubah juga. Fluktuasi nilah yang tercatat pada kertas EEG. Dari sekian banyak fluaksi, maka dapat dibedakan menurut frukuensinya dan menurut pola gelombangnya.<br />a. Empat gelombang menutrut frukuensinya :<br />1) Glb Alfa, bersiklus 8 -13 perdetik<br />2) Glb Beta, bersiklus lebih dari 13 perdetik<br />3) Glb Teta, bersiklus 4-7 perdetik<br />4) Glb Delta, bersiklus kurang dari 4 perdetik<br />b. Fluktuasi potensial otak menurut pola gelombang<br /> Glb lama, mucul sebagai gelombang positif dekat lobus oksipitalis terutama jika mata menatap sesuatu dengan penuh perhatian<br /> Glb tidur, sekelompok gelombang dengan frekuensi 10-15 siklus perdetik yang hilang pada waktu tidur dangkal, berbentuk “spindel”<br /> Kompleks K, pola gabungan yang terdiri dari satu atau beberapa gelombang lambat terbaur dengan gelombang-gelombang berfrekuensi cepat, timbul karena ada rangsangan sewaktu tidur dangkal.<br /> Gelombang verteks, pola gelombang berbentuk jarum, bila teral simetrik di daerah para sagital, antara daerah pre dan post sentral, sering muncul bersama kompleks K pada waktu tidur dangkal<br />Untuk memberi gambaran yang lebih jelas dan dapat membedakan gelombang yang fisiologis dan patologis, maka berikut ini akan diberikan gambaran gelombang pathologis<br />Terdapat lima gelombang pathologis, yaitu :<br />1) Gelombang runcing (Spike) yaitu gelombang yang runcing dan berlalu cepat (kurang dari 60 milidetik) sering ia muncul secara polifasik, yaitu dengan defleksi ke atas kebawah secara berselinagan.<br />2) Gelombang tajam (sharp wave) yaitu gelombang yang meruncing tetapi berlalu lebih lama dari 60 mili detik. Juga gelombang tajam timbul secara polifasik.<br />3) Gelombang runcing (spike wave) ialah kompleks yang terdiri dari gelombang runcing yang langsung disusul oleh gelombang lambat. Kompleks tersebut muncul dengan frekuensi 3 spd secara teratur, sinkron bilateral dan hilang secara tiba-tiba.<br />4) Gelombang runcing multiple ialah ledakan dari sejumlah gelombang runcing yang bangkit selaki atau berkali-kali dan biasanya disusul oleh gelombang lambat.<br />5) Hypsarithmia ialah kompleks yang terdiri dari gelombang lambat yang bervoltase tinggi dan iramanya tidak teratur diman berbaur gelombang runcing dan tajam. <br />4. Indikasi Pemasangan<br />a) Penderita dicurigai atau dengan epilepsi<br />b) Membedakan kelainan otak organik<br />c) Mengidentifikasi infark pembuluh darah atau adanya lesi (Tumor, hematom, abses)<br />d) Diagnosa retardasi mental atau over dosis obat<br />e) Menentukan kematian jaringan otak<br />5. Pemnatalaksanaan<br />a. Persiapan pasien<br />I. Penyuuhsn Kesehatan<br /> Penderita diberitahu hal-hal yang akan dilakukan. EEG akan dikerjakan di ruangan yana aman (Laboratory diagnostic) oleh tekhnisian EEG. Di dalam ruang penderita akan dipasang elektroda sebanyak 16-24 denagn pasta. Elektroda yang kecil tersebut akan dihubungkan dengan mesin EEG. Tunjukan melalui gambar atau video casste bila memungkinkan.<br /> Menganjurkan kepada pasien untuk membebaskan rasa gelisa selam 45-60 menit, pemasangan alat bukan merupakan alat yang berbahaya.<br /> Melakukan pendekatan kepada pasien untuk mengurangi kemungkinan terjadinya stres, kecemasan atau gemetara akibat pemasangan elektroda.<br /> Menjelaskan kepada pasien bahwa pada waktu pemeriksaan harus dalam keadaan relaksasi sempurna, duduk atau tiduran dengan tanpa getaran sedikitpun sehingga mendapatkan hasil yang baik.<br /> Anjurkan pasien untuk mengikuti perintah petugas selama prosedur, antara lain :<br /> Hyperventilasi selama 3-5 menit<br /> Usahakan untuk tetap dapat menutup mata<br />II. Fisik <br /> Obat-obatan seperti depresan susunan saraf pusat (Alkohol atau tranqualizer) atau stimulan tidak diberikan selama 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan, karena akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas listrik otak. Dokter akan memberikan instruksi untuk pemberian anti konvulsi bila perlu 24-48 jam sebelum tindkan.<br /> Cairan yang mengandung cefein seperti copi, coklat dan teh tidak diberikan selama sebelum tindakan dilakukan.<br /> Rambut harus bersih, bebas dari spray,minyak,lotion dan hair fastener.<br /> Pasien harus makan pagi sebelum dilakukan pemeriksaan, karena hypoglikemia menyebabkan ketidak normalan potensial listrik.<br />b. Pelaksanaan<br />1. Posis pasien berbaring, ciptakan suasana sedemikian rupa sehingga nyaman bagi pasien.<br />2. Petugas EEG menempelkan 16-24 elektroda pada lokasi yang spesifik pada kulit kepala serta menghubungukannya melalui kawat peghubung ke mesin/alat EEG.<br />3. Pencetakan garis dasar (Gambar dasar) dihasilkan mengikuti 3 urutan pemeriksaan yaitu hyperventilasi, stimulasi “photic” dan tidur.<br />Hyperventilasi :<br /> Pasien dianjurkan untuk melakukan hyperventilasi dengan cara mengambil nafas 30-40 nafas melalui mulut setiap menitnya selama 3-5 menit. Perlu diingat kenaikan pH serung (kira-kira 7,8) akan menaikan rangsangan neuron dan akan menyebabkan serangan aktifitas pada pasien epilepsi.<br />Photic Stimulasi :<br />Cahaya yang silau difokuskan ke pasien diman pasien di anjurkan untuk menutup matanya. Stimulasi ini akan menyebabkan aktivitas serangan bagi pasien yang mempunyai kecenderungan mendapat serangan.<br />Tidur :<br />Pasien dianjurkan untuk tidur. Jika pasien tidak bida tidur daat diberikan hipnotik yang bekerjanya cepat. Hasil perekaman dari aktivitas listrik tersebut diinterprestasikan oleh neurologi.<br />c. Setelah Tindakan<br /> Bersihkan dan cuci rambut pasien<br /> Ciptakan lingkungan yang tenang sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang<br /> Berikan posisi tidur yang baik dan perhatikan pernafasan pasien teruama yang menggunakan obat hypnotik.<br /> Observasi aktivitas/kejang bagi pasien yang cenderung untuk mendapatkan serangan kejang.<br />B. Computerized Axila Tomografi (CT Scan)<br />CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.<br /><br />Pemeriksaan ini dimaksudkan utuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu :<br /> Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.<br /> Perubaan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.<br /> Brain atrofi.<br /> Hydrocephalus <br /> Inflamasi <br />Berat badan klien merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan. Berat badan klien yang dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan adalah klien dengan berat badan di bawah 145 kg, hai ini dipertimbangkan dengan tingkat kekuatan scanner. Sebelum klien dilakukan pemeriksaan CT San klien harus dilakukan tes apakah klien mempunyai kesanggupan untuk tingggal diam tanpa mengadakan perubahan selama 20-45 menit, karena hali ini berhubungan dengan lama pemeriksaan yang dibutuhkan.<br />Klien harus dilakukan pengkajian untuk menentukan pasien bebas dari alergi iodene, sebab klien yang akan dilakukan pemeriksaan CT Scan disuntik dengan zat kntras berupa iodine based contras material sebanyak 30 ml. Bila klien ada riwayat alergi atau dalam pemeriksaan ditemukan adanya alergi maka pemberian zat kontras iodene harus distop pemberiannya. Karena eliminasi zat kontras sudah harus terjadi dalam 24 jam, maka ginjal klien harus keadaan normal.<br />a. Prinsip kerja <br />Flim yag mnerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat mencatat semua sinar secara berdipensiasi. Pencatatan ini dilakukan dengan mengkoordinasikan tiga pesawat detektor, dua di antaranya menerima sinar yang telah menembus tubuh dan yang satunya berfungsi sebagai detekotor aferen yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh dan penyinaran dilkukan menurut proteksi dari tiga titik, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5 menit.<br />b. Penatalaksanaan<br />1) Persiapan pasien<br /> Pasien harus diberitahu sebaiknya dengan keluarga. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu berikan gambaran dengan mengunakan kaset video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengrtian pada pasien dengan demikian mengurangi stress sebelum waktu prosedur dilakukan. Test awal yang dilakukan meliputi :<br /> Kekuatan untuk diam ditempat (dimeja scanner) selama 45 menit.<br /> <br /> Melakukan pernafasan dengan aba-aba (untuk keperluan bila ada permintaan untuk melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.<br /> Mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat kontras.<br />Penjelasan kepada klien bahwa setelah dikakukan injeksi zat kontras maka wajah akan nampak merah dan terasa agak panas pada seluruh badan , dan hal ini merupakan hal yang normal reksi dari obat tersebut. Perhatikan keadaan klinis klien apakah pasien mengalami alergi terhadap iodene. Apa bila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan anlgetic dan bila pasien merasa cemas dapat di berikan minor transqualizer. Bersihkan rambut pasien dari jelly atau obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang dan tidak memakai wig.<br />c. Prosedur <br />1. Posisi telentang dengan tangan terkendali.<br />2. Meja elektronik masuk kedalam alat scanner <br />3. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.<br />4. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 2-45 menit.<br />5. Pengambila gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan pengaturan komputer.<br />6. Selam prosedur berlangsung parawat harus menemani pasien dari luar dengan meakai protektif lead approan.<br />7. Sesudah pengambilan gambar pasien dirapikan. <br />d. Hal-hal yang perlu diperhatikan<br />1. Observasi keadaan alergi terhadap zat kontras yang disuntikan. Bila terjadi lergi dapat diberikan benadry 50 mg.<br />2. Mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin kelelahan selama prosedur berlangsung.<br />3. Ukur intake dan out put. Hal ini merupakan tinda lanjut setelah pemberian zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam. Oliguri merupakan gejala ganguan fungsi ginjal, memerlukan koreksi yang cepat oleh seorang perawat dan dokter. <br />C. Lumbal fungsi <br /> Pengetrtian <br />Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui fungsi pada daerah lumbal.<br /> Tujuan <br />Bertujuan mengambil cairan cerebrospinal untuk kepentingan pemeriksaan/ diagnostik maupun kepentingan therapi.<br /> Indikasi <br />a. Untuk Diagnostik<br /> Kecurigaan meningitis<br /> Kecurigaan perdarahan sub arachnoid<br /> Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi<br /> Evaluasi hasil pengobatan<br />b. Untuk Therapi<br /> Pemberian obat antineoplastik atau anti mikroba intra tekal.<br /> Pemberian anesthesi spinal.<br /> Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF<br /> Persiapan <br />Terdiri dari persiapan pasien dan persiapan alat.<br /> Persiapan Pasien<br /> Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal fungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut.<br /> Meminta izin dari pasien/kelurga dengan menandatangani formulir kesediaan dilakukan tindakan lumbal fungsi.<br /> Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan.<br /> Persiapan Alat<br /> Bak steril berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, arung tangan, kassa dan lidi kapas, botol kecil (Bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis), dan duk bolong.<br /> Tabung reaksi tiga buah<br /> Bengkok <br /> Pengalas <br /> Desinfektan (Jodium dan Alkohol) pada tempatnya<br /> Plester dan guntig<br /> Manometer (Bila akan dilakukan pengukuran pengukuran tekanan)<br /> Lidokain/xylocain<br /> Masker, gaun, tutup kepala<br /> Prosedur Pelaksanaan<br /> Posisi psien lateral recumbent dengan bagian punggung dipinggir tempat tidur. Lutut pada posisi pleksi menempel pada abdomen, leher fleksi ke depan dagunya menempel pada dada (posisi kne chest)<br /> Pilih lokasi fungsi. Tiap celah interspinosus vetebral dibawah L2 dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun di anjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaka berada di bidang prosesus spinosus L4). Beri tanda pada celah interospinosus yang telah di tentukan.<br /> Dokter mengenakan masker, tutp kepala, pakai sarung tangan dan gaun steril.<br /> Desinfeksi kulit dengan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan duk penutup.<br /> Anasthesi kulit dengan lidokain atau xylokain. Infiltrasi jaringan lebih dalam hingga ligamen longitudinal dan periosteum.<br /> Tusukan jarum spinal dengan stilet di dalamnya ke dalam jaringan subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang vetebra. <br /> Tusukan jarum kedalam rongga sub arachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa “lepas”, ini pertanda ligamentum flavum telah tembus. Lepaskan stilet unutuk memeriksa aliran cairan cerebrospinal. Bila tidak ada cairan cerebrospinal putar jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar, masukan lagi stiletnya dan tusukan jarum lebih dalam. Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk cairan cerebrospinal. Ulangi cara ini sampai kelur cairan.<br /> Bila akan mengetahui tekanan cairan cerebrospinal, hubungkan jarum lumbal dengan manometer pemantau tekanan. Normalnya 60-180 mmHg dengan posisi pasien berbaring lateral rectumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.<br /> Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal,hindarkan mengedan.<br /> Untuk mengetahiu apakah rongga sub arachnoid tersumbat atau tidak, petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena jugularis selama 10 detik. Bila terdapat obstruksi medula spinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medula spinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.<br /> Tampung cairan cerebrospinal untuk pemeriksan. Masukan cairan tersebut kedalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan cerebrospinal. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewanaan garam,protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya adal globulin mengendap dalam waktu 0.5 jam pada larutan asam sulfat. Cara pemeriksaannya adalah kedalam tabung reaksi masukan reagen 0,7 ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukan cairan cerebrospinal 0,5 ml. Diamkan selama 2-3 menit perhatikan apakah terbentuk endapan putih. Cara penilaiannya adalah sbb :<br />(-) Cincin putih tidak di jumpai<br />(+) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila dikocok tetap putih.<br />(++) Cincin putih sangat jelas dan bila di kocok cairan menjadi oplecement (berkabut)<br />(+++) Cincin putih jelas dan bila di kocok cairan menjadi keruh.<br />(++++) Cincin putih sangat jelas bila dikocok cairn menjadi keruh.<br />Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan albumin. Prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. Caranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan cerebrospinal, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada kekeruhan.<br /> Bila lumbal fungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liqoar pada pasien dengan hydrocephalus berat maka maksimal cairan di keluarkan adalah 100 cc.<br /> Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya pasang balutan pada bekas tusukan.<br /> Setelah Prosedur<br />a) Klien tidur terlentang tanpa bantal selama 2-4 jam.<br />b) Observasi tempat fungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan cerebrospinal<br />c) Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.<br /> Komplikasi <br />a. Haerniasi tonsiler<br />b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural<br />c. Sakit pinggang<br />d. Infeksi <br />e. Kista epidermoid intraspinal<br />f. Kerusakan diskus intervetebralis<br /><br /><br /><br /><br /><br />D. Elektromyografi (EMG)<br />1. Pengertian <br />Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengukur dan mancatat aliran listrik yang di timbulkan oleh otot-otot skeletal. Dalam keadaan istirahat otot tidak melepaskan listrik tetapi bila otot berkontraksi secara volunter potensial aksi dapat di rekam.<br />2. Tujuan <br />a) Membantu membedakan antara ganguan otot primer seperti distrofi otot dan gangguan sekunder.<br />b) Membantu menentukan penyakit degeneratif saraf sentral.<br />c) Membantu mendiagnosa gangguan neuromuskuler seperti myestenia gravis.<br />3. Penatalaksanaan <br />a. Persiapan pasien<br /> Menginformasikan kepada pasien seluruh pemeriksaan prosedur ini akan menyebabkan ganguan rasa nyaman sementara, khususnya bila paien sendiri bila di beri rangsangan listrik.<br /> Pastikan bahwa pasien tidak menggunakan obat-obat depresan atau sedatif 24 jam sebelum prosedur.<br /> Cegah terjadinya syok listrik.<br /> Mengurangu rasa takut dan rasa sakit.<br />b. Prosedur <br /> Prosedur dapat dilakukan disamping tempat tidur atau di ruangan tindakan khusus<br /> Elektrode di tempatkan pasa syaraf-syaraf yang akan di periksa.<br /> Dimulai dengan dosis kecil rangsangan listrik melalui elektrode ke saraf dan otot, apabila konduksi pada syaraf selesai maka otot akan segera berkontraksi.<br /> Untuk mengetahui poensial otot di gunakan macam-macam jarum elektroda dari nomor 1,3-7,7 cm.<br /> Pasien mungkin di anjurkan untuk melakukan aktivitas untuk mengukur potensial otot selama kontraksi minimal dan maksimal.<br />Derajat aktivitas saraf dan otot di rekam pada osiloskop dan akan memberikan gambaran grafik yang dapat di baca.<br /> Perawat berusaha memberikan rasa nyaman dan memantau daerah penusukan terhadap kemungkinan terjadinya hematoma.<br /><br /><br /><br />c. Setelah tindakan<br /> Berikan kompres es pada daerah hematoma untuk mengurangi rasa nyeri.<br /> Ciptakan lingkungan yang memudahkan klien untuk beristirahat.<br />E. Angiografi <br />Angiografi dilakukan untuk melihat secara langsung sistem pembuluh darah otak. Prosedur ini umumnya dilakukan di bagian radiologi. Zat kontras dimasukan melalui arteri. Biasanya pada arteri carotis dan arteri vertebra, atau mungkin pada arteri brachialis atau arteri femoralis.<br />Angiografi dapat mendeteksi :<br />1. Sumbatan pada pembuluh darah serebral pada stroke.<br />2. Anomali congenetal pembuluh darah.<br />3. Pergeseran pembuluh darah yang mungkin mengidentifikasikan SOL (Space Occupying Lession)<br />4. Malformasi vaskuler, seperti pada aneurisme atau angioma.<br />Persiapan pasien bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman pada diri klien. Persiapan ini meliputi :<br /> Menjelaskan prosedur pelaksanaan, sensasi yang terjadi (rasa terbakar saat penyuntikan zat kontras yang lama kelamaan akan menghilang)<br /> Hal yang perlu dilakukan setelah tindakan dilakukan.<br /> Surat izin tindakan telah di tandatangani pasien/keluarga<br />Komplikasi yang mungkinterjadi adalah hematom pada daerah suntikan dan keracunan zat kontras. Hematoma dapat dicegah dengan melakukan balut tekan pada daerah suntikan sedangkan alergi zat kontras di cegah dengan pemberian anti alergi sesuai program.<br />Setelah prosedur, observasi tanda-tanda vital setiap jam sampai kondisi stabil, kompres es dapat di berikan pada daerah suntikan untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi/mencegah hematoma,klien tidur terlentang tanpa bantal selama 24 jam, jika penyuntikan dilakukan pada arteri femoralis, tungkai harus tetap lurus selama 6-8 jam, catat dan segera laporkan selama perubahan-perubahan neurologi seelah tindakan angiografi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />F. GCS (Glasgow Coma Scale)<br />Yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.<br />Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.<br />Eye (respon membuka mata) :<br />(4) : spontan<br />(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).<br />(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)<br />(1) : tidak ada respon<br />Verbal (respon verbal) :<br />(5) : orientasi baik<br />(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.<br />(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)<br />(2) : suara tanpa arti (mengerang)<br />(1) : tidak ada respon<br />Motor (respon motorik) :<br />(6) : mengikuti perintah<br />(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)<br />(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)<br />(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).<br />(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).<br />(1) : tidak ada respon<br />Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…<br />Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.<br />Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :<br />GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)<br />GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)<br />GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />bared18.wordpress.com/.../pengkajian-sistem-persyarafan<br />www.scribd.com/.../Persyarafan-Sebagai-Basic-Ilmu-Perawat<br />hidayat2.wordpress.com/tag/sistem-persyarafan<br />nursingbegin.com/tag/pengkajian-keperawatan/<br />Asuhan Keperawatan pada klien dengan ganguan persyarafan. Departemen kesehatan. Jakarta. 1995<br />Burnsid – MC Glymn, diagnosa fisis. Edisi 17.EGC . jakrta . 1995Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-23944330098929328632010-07-04T01:50:00.000-07:002010-07-04T01:51:41.819-07:00FISIOTERAPI DADAFISIOTERAPI DADA<br />Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.<br />Tujuan<br />-Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru<br />-Memperkuat otot pernapasan<br />-Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan <br />-Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup. <br />Anatomi <br /> <br />Percabangan trakheobronkhial<br /> <br /><br /><br /><br /><br /> <br /> <br />Lobus Kanan Atas :<br />1. segmen apical <br />2. segmen posterior<br />3. segmen anterior<br />Lobus Kanan Tengah :<br />1. segmen lateral<br />2. segmen medial<br />Lobus Kanan Bawah :<br />1. segmen superior<br />2. segmen basal anterior<br />3. segmen basal lateral<br />4. segmen basal posterior<br />5. segmen basal medial<br /><br />Fisioterapi dada mencakup tiga teknik: drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi.<br />1.Drainase Postural<br />Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.<br />Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari trachea.<br />Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.<br />Indikasi Klien Yang Mendapat Drainase Postural<br />a.Mencegah penumpukan secret yaitu pada:<br />-pasien yang memakai ventilasi<br />-pasien yang melakukan tirah baring yang lama<br />-pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis<br />b.mobilisasi secret yang tertahan :<br />-pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret<br />-pasien dengan abses paru<br />-pasien dengan pneumonia<br />-pasien pre dan post operatif<br />-pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk<br />Kontra Indikasi Drainase Postural<br />a. tension pneumothoraks<br />b. hemoptisis<br />c. gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard, aritmia<br />d. edema paru<br />e. efusi pleura<br />f. tekanan tinggi intrakranial<br />Persiapan Pasien Untuk Drainase Dostural <br />a. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang<br />b. Terangkan cara pelaksanaan kepada klien secara ringkas tetapi lengkap<br />c. Periksa nadi dan tekanan darah<br />d. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan secret.<br />Cara Melakukan Drainase Postural<br />a. Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan menjelang tidur malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.<br />b. Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit<br />c. Posisi drainase postural dilihat pada gambar <br />Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural<br />a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan<br />b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama<br />c. Batuk produktif (secret kental/encer)<br />d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)<br />e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi, temperature)<br />f. Rontgen thorax<br />Drainase postural dapat dihentikan bila:<br />a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi<br />b. Klien mampu bernapas secara efektif<br />c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret <br />2.Perkusi Dada<br />Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret yang tertahan. <br />Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada<br />Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat drainase postural, jadi semua indikasi drainase postural secara umum adalah indikasi perkusi.<br />Cara Melakukan Perkusi Dada<br />Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan perawat membentuk “setengah bulan” atau “mangkuk” dengan jari-jari tangan rapat, secara bergantian tepukan telapak tangan di atas dada klien selama 1-2 menit.<br />Kecepatan dari perkusi masih kontroversi, sebagian mengatakan bahwa teknik yang cepat lebih efektif, tetapi ada yang mengatakan bahwa teknik yang lambat lebih santai sehingga klien lebih suka yang lambat.<br />Hindari daerah-daerah klavikula, sternum, scapula, vertebra, ginjal, limpa. <br />3.Vibrasi<br />Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan napas yang besar.<br />Cara Melakukan Vibrasi<br />a.Vibrasi dilakukan hanya pada waktu klien ekspirasi. <br />b.Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain.<br />c.Instruksikan klien untuk napas lambat dan dalam melalui hidung hembuskan melalui mulut dengan bibir dimonyongkan selama proses vibrasi, tujuannya memperpanjang fase ekspirasi.<br />d.Ketika klien menghembuskan napas getarkan telapak tangan, hentikan saat klien inspirasi. Lakukan vibrasi 5 kali ekspirasi<br />FISIOTERAPI DADA :DRAINASE POSTURAL, PERKUSI DAN VIBRASI<br />Aspek yang dinilai Bobot Nilai ket<br /> Ya Tidak <br />A. Persiapan Alat :<br />Baki berisi :<br />1.Handuk<br />3.Bantal ( 2 – 3 buah )<br />4.Segelas air<br />5.Tissue<br />6.Sputum pot, berisi cairan desinfektan<br />7.Buku catatan 5 <br />B.Persiapan Klien<br />1.Informasikan klien mengenai : tujuan <br />pemeriksaan, waktu dan prosedur<br />2.Pasang sampiran / jaga privacy pasien<br />3.Atur posisi yang nyaman 3 <br />C.Persiapan perawat :<br />1.Cuci tangan<br />2.Perhatikan universal precaution 2 <br />D.Prosedur<br />• Lakukan auskultasi bunyi napas klien<br />• Instruksikan klien untuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.<br />• Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi.<br />• Kendurkan pakaian klien<br />1.Postural drainase<br />•Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase<br />•Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. Letakkan bantal sebagai penyangga<br />•Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10 – 15 menit<br />•Selama dalam posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada di atas area yang didrainase<br />•Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk efektif. Tampung sekresi dalam sputum pot.<br />•Istirahatkan pasien, minta klien minum sedikit air<br />•Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit. 2<br />5<br />5<br />5<br />5<br />3<br />5 <br />2.Perkusi <br />•Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk<br />•Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi<br />•Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk<br />•Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara cepat menepuk dada<br />•Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada area yang mudah cedera 3<br />5<br />5<br />10<br />2 <br />3.Vibrasi<br />•Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi.<br />•Anjurkan klien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat lewat mulut ( pursed lip breathing )<br />•Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan gunakan hamper semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke arah bawah. Hentikan getaran saat klien inspirasi<br />•Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang. 3<br />3<br />10<br />4 <br />Kembalikan klien ke posisi yang nyaman 2 <br />Evaluasi respon klien : subyektif dan obyektif 3 <br />Rapikan kembali alat-alat 2 <br />Dokumentasikan hasil pemeriksaan fisik 3 <br />Responsi 5 <br /><br />Keterangan :<br />Ya :berarti dilakukan dengan sempurna dan mendapat bobot nilai <br />sesuai standar<br />Tidak:berarti tidak dilakukan sama sekali dan tidak mendapat nilai <br />atau dilakukan tetapi tidak sempurna sehingga tidak mendapat <br />nilai sesuai standar<br />Right upper lobe<br />Apical segment (1) <br /> <br /><br />Posterior segment (2) <br /> <br /><br />Anterior segment (3) <br /> <br /><br /> <br />Right middle lobe <br />Lateral segment (4) <br /> <br /><br />Medial segment (5) <br /> <br /><br /> <br />Right lower lobe <br />Superior segment (6) <br /><br />Anterior basal segment (7) <br /><br />lateral basal segment (8) <br /><br />posterior basal segment (9) <br /><br />medial basal segment (10)<br />Left upper lobe (superior division) <br />Apico-posterior segment (11,12) <br /><br />Anterior segment (13) <br /><br />Left upper lobe (lingular division) <br />Superior segment (14) <br /><br />Inferior segment (15) <br /><br /> <br />Left lower lobe <br />Superior segment (16) <br /><br />Posterior basal segment (17) <br /><br />Lateral basal segment (18) <br /><br />Antero-medial basal segment (19) <br /><br /> <br />afiyahhidayati.wordpress.com/2009/.../askep-fisioterapi-dada/<br />luchinurfitri.blog.friendster.com/2009/01/fisioterapi-dada/ -Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-13144661752080049742010-07-04T01:49:00.000-07:002010-07-04T01:50:48.972-07:00ETIOLOGIETIOLOGI<br />Penyebab dari kanker lambung masih belum diketahui, akan tetapi sejumlah factor dihubungkan dengan penyakit tsb. Juga dipercaya bahwa actor exogen dalam lingkungan seperti bahan kimia karsinogen, virus onkogenik mungkin mengambil bagian penting dalam karsinoma lambung. Karena lambung mempunyai kontak yang lama dengan maknan, bahan-bahan makanan sudah dikaitkan. Ada yang timbul sebagai hubungan dengan konsumsi gram yang meningkat. Ingesti nitrat dan nitrit dlam diet tinggi protein telah memberikan perkembangan dalam teori bahwa senyawa karsinogen seperti nitrosamine dan nitrosamide dapat dibentuk oleh gerak pencernaan.<br />Penurunan kanker lambung di USA pada decade lalu dipercaya sebagai hasil pendinginn yang meningkat yang mnyebabkan terjadinya bermacam-macam makanan segar termasuk susu, sayuran, buah, juice, daging sapid an ikan, dengan penurunan konsumsi makanan yang diawetkan, garam, rokok, dan makanan pedas. Jadi dipercaya bawha pendinginan dan vit C (dlm buah segar dan sayuran) dapat menghambat nitrokarsinogen.<br />Factor genetic mungkin memainkan peranan dalam perkembangan kanker lambung. Frekuensi lebih besar timbul pada individu dgn gol.darah A. Riwayat klg meningkatkan resiko individu tetapi minimal, hanya 4% dari organ dgn karsinoma lambung mempunyai riwayat keluarga.<br />PATOFISIOLOGI<br />Beberapa factor dipercaya menjadi precursor kanker yang mungkin yaitu polip, anemia pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis atrofi kronis dan ulkus lambung. Diyakini bahwa ulkus lambung tidak mempengaruhi individu menderita kanker lambung, tetapi kanker lambung mungkin ada bersamaan dgn ulkus lambung dan tidak ditemukan ada bersaman dgn ulkus lambunh dan tidak ditemukan pada pemeriksaan diagnostic awal.<br />Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul plg sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen ddg lambung. Tumor mungkin menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen yang paling sering di antrum. Infiltrasi dapat melebar keseluruh lambung, menyebabakan kantong tidak dapat meregang dengan hilangnya lipatan normal dan lumen yg sempit, tetapi hal ini tidak lazim. Desi polipoid juga mungkin timbul dan menyebabkan sukar u/ membedakan dari polip benigna pada X-ray.<br />Kanker lambung mungkin timbul sebagai penyebaran tumor superficial yang hanya melibatkan prmukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler walupun hal ini jarang. Kira-kira 75% dari karsinom ditemukan pada 1/3 distal lambung, selain itu menginvasi struktur local seperti bag.bawah dari esophagus, pancreas, kolon transversum dan peritoneum. Metastase timbul pada paru, pleura, hati, otak dan lambung.<br />FAKTOR-FAKTOR RESIKO<br />Masalah lingkungan dan nutrisi dpt mempengaruhi perkembangan dari kanker lambung. Makan makanan tinggi nitrat dan nitrit makanan yg telah diasinkan, tidak adanya makanan segar dan jumlah vit C, A dan E yg kurang dalam diet, tampaknya meningkatkan insiden tumor lambung. Perokok dan pengguna alcohol b/d perkembangan dari penyakit ini. Pekerja” dalam industri tertentu juga mengalami kejadian kanker lambung yg tinggi. Pekerjaan ini meliputi pabrik nikel, penambangan batu bara, pengolahan tembaga dan karet, asbestos. Status ekonomi yang rendah merupakan status factor resiko yg nyata yg mungkin dapat menjelaskan pengaruh pekerjaan dan makanan. Ras dan usia juga merupakan actor resiko.<br />MANIFESTASI KLINIS<br />Gejala awal dari kanker lambung sering tidak nyata karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ggn fungsi lambung. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yg hilang dgn antasida dapat menyerupai gejala pd pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah.<br />PENGKAJIAN<br />Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yg mengfokuskan pada isu seperti masukan tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan sayuran yg rendah. Apakah pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa banyak.<br />Apakah pasien perokok? Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lam? Apakah pasien mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok? Apakah pasien minum alcohol? Jika ya seberapa banyak?<br />Perawat menanyakan pada pasien bila ada riwayat kleuarga ttg kanker. Bila demikian anggota klg dekat atau langsung atau kerabat jauh yg terkena? Apakah status perkawinan pasien? Adakah seseorang yg dapat memberikan dukungan emosional?<br />Selama pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi massa. Perawat harus mengobservasi adanya ansites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan atau massa. Nyeri biasanya gejala yg lambat.<br />DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1.Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal<br />Tujuan : mengurangi nyeri<br />Intervensi :<br />Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas rekuensi, durasi,dsb<br />R/ memberikan dasar u/ mengkaji perub. Timgkat nyeri dan mengevaluasi intervensi<br />Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yg dirasakan adalah nyata dan bahwa anda kan membantu pasien dlm mengurangi nyeri tsb<br />R/ rasa takut dpt meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri<br />Berikan analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri optimal dalam batas resep dokter<br />R/ cenderung > efektif ketika diberikan dini pd siklus nyeri<br />Kolaborasi dgn pasien, dokter dan tim kep. Lain ketika mengubaha penatalaksanaan nyeri diperlukan<br />Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan ; distraksi, imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan, dsb<br />R/ meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.<br />2.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b/d anoreksia<br />Ajarkan pasien hal-hal sbb : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi yg tidak menyenangkan didalam lingkungan selama waktu makan<br />R/ anoreksia dpt distimulasi atau ditigkatkan dgn stimuli noksius<br />Sarankan makan yg disukai dan yg ditoleransi dgn baik oleh pasien, lebih baik lagi makanan dgn kandungan tinggi kalori/protein. Hormati kesukaan makanan berdasarkan etnik<br />R/ makanan kesukaan yg dioleransi dgn baik dan tinggi kandungan kalori serta proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode kebutuhan metabolic yg meningkat<br />Berikan dorongan masukan cairan yg adekuat, tetapi batasi cairan pd waktu makan<br />R/ tingkat cairan diperlukan u/ menghilangkan produk sampah dan mencegah dehidrasi. Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dpt mengarah pada keadaan kenyang<br />Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan<br />R/ makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dpt ditoleransi dgn baik dan tidak berbau dibanding makanan yg panas<br />Kolaboratif pemberian diet cair komersial dgn cara pemberian makan enteral mll selang, diet makanan elemental/makanan yg diblender mll selang makan silastik ssi indikasi<br />R/ pemberian makanan mll selang mungkin diperlukan pd pasien yg sangat lemah yg sist.gastrointestinalnya masih berfungsi.<br />3.Berduka b/d diagnosisi Ca<br />Tujuan : dapat melewati proses berduka dgn baik<br />Intervensi :<br />Dorong pengungkapan ketakutan, kekhawatiran, pertanyaan” mengenai penyakit, pengobatan dan implikasinya dimasa mendatang<br />R/ dasar pengetahuan yg akurat dan meningkat akn mengurangi ansietas dan meluruskan miskonsepsi<br />Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga dalam keputusan perawatan dan pengobatan<br />R/ partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian dan control pasien<br />Kunjungi klg dgn serin u/ menetapkan dan memelihara hubungan dan kedekatan fisik<br />R/ meningkatkan rasa saling percaya dan keamanan serta mengurangi perasaan takut dan disisolasi<br />Berikan dorongan ventilasi perasan” negative, termasuk marah dan bermusuhan yg meluap-meluap, didalam batasan yg dapat diterima<br />R/ untuk ekspresi emosional tanpa kehilangan harga diri<br />Sisihkan waktu u/ periode menangis dan mengekspresikan kesedihan<br />R/ perasaan ini diperlukan u/ terjadinya perpisahan dan kerenggangan<br />4.Ansietas b/d penyakit dan pengobatan yg diantisipasi<br />Tujuan : mnurunkan ansietas<br />Intervensi :<br />Berikan lingk. yg rileks dan tidak mengancam<br />R/ pasien dpt mengekspresikan rasa takut, masalah, dan kemungkinan rasa marah akibat diagnosisi dan prognosisi<br />Berikan dorongan partisipasi akif dari pasien dan klgnya dlm keputusan perawatan dan pengobatan<br />R/ untuk mempertahankan kemandirian dan control pasien<br />Anjurkan pasien mendiskusikan persaan pribadi dgn org pendukung misalnya rohaniawan bila diinginkan<br />R/ menfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual<br />5.Kekurangan vol cairan b/d syok/hemoragi<br />Tujuan : tidak mengalami kekurangan volume cairan<br />Pantau terhadap tanda-tanda hemoragi<br />Obsevasi aspirasi lambung thd bukti adanya darah<br />Observasi garis jahitan thd adanya perdarahan<br />Berikan produk darah ssi program<br />R/ penurunan vol darah sikulasi dapat menimbulkan syok hipovolemik<br />Kaji klien tehadap tanda-tanda syok<br />Evaluasi drainase dari balutan dan penampung drainase<br />Evaluasi TD, nadi dan frek.pernapasan<br />Berikan produk darah ssi program<br />R/ menurunnya volume sirkulasi darah dapat menimbulkan syok hipovolemik<br />6.Resiko infeksi b/d insisi bedah<br />Tujuan : bebas dari infeksi<br />Intervensi :<br />Kaji luka thd tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, bengkak, demam, drainase purulen, nyeri tekan<br />R/ luka harus bersih, bbrp drainase seroanguinosa dpt terjadi dlm 24 jam pertama dan kemudian berkurang<br />Kaji abdomen thd tanda peritonitis, nyeri tekan, kekakuan, distensi<br />R/ peritonitis dpt terjadi sekunder akibat bedah lambung<br />Berikan antibiotic profilaktik ssi program<br />R/ antibiotic sering diberikan pd klien setelah bedah abdomen untuk mencegah infeksi.Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-80630509041511428712010-07-04T01:48:00.000-07:002010-07-04T01:49:47.808-07:00EFEK SAKIT PADA NEONATUSEFEK SAKIT PADA NEONATUS<br />Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.<br />Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.<br />REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA<br />Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :<br />1. Denial<br />Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.<br />2. Rasa bersalah<br />Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya. <br /><br />3. Marah<br />Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.<br />HIPOTERMIA & HIPERTERMIA<br />HIPOTERMIA<br />Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C – 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C – <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. <br />Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori. <br />Etiologi dan faktor presipitasi<br />- Prematuritas<br />- Asfiksia<br />- Sepsis<br />- Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral<br />- Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran<br />- Eksposure suhu lingkungan yang dingin<br />Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia. <br />Tanda-tanda klinis hipotermia: <br />a. Hipotermia sedang:<br />- Kaki teraba dingin<br />- Kemampuan menghisap lemah<br />- Tangisan lemah<br />- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata<br />b. Hipotermia berat<br />- Sama dengan hipotermia sedang<br />- Pernafasan lambat tidak teratur<br />- Bunyi jantung lambat<br />- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik<br />c. Stadium lanjut hipotermia<br />- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang<br />- Bagian tubuh lainnya pucat<br />- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)<br />HIPERTERMIA<br />Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.<br />Gejala hipertermia pada bayi baru lahir :<br />- Suhu tubuh bayi > 37,5 C<br />- Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit<br />- Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang<br />Pengkajian hipotermia & hipertermia<br />1. Riwayat kehamilan<br />- Kesulitan persalinan dengan trauma infant<br />- Penyalahgunaan obat-obatan<br />- Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu<br />2. Status bayi saat lahir<br />- Prematuritas<br />- APGAR score yang rendah<br />- Asfiksia dengan rescucitasi<br />- Kelainan CNS atau kerusakan<br />- Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C<br />- Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal<br />3. Kardiovaskular<br />- Bradikardi<br />- Takikardi pada hipertermia<br />4. Gastrointestinal<br />- Asupan makanan yang buruk<br />- Vomiting atau distensi abdomen<br />- Kehilangan berat badan yang berarti<br />5. Integumen<br />- Cyanosis central atau pallor (hipotermia)<br />- Kulit kemerahan (hipertermia)<br />- Edema pada muka, bahu dan lengan<br />- Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)<br />- Perspiration (hipertermia)<br />6. Neorologic<br />- Tangisan yang lemah<br />- Penurunan reflek dan aktivitas<br />- Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan<br />7. Pulmonary<br />- Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler<br />- Retraksi dada<br />- Ekspirasi grunting<br />- Episode apnea atau takipnea (hipertermia)<br />8. Renal<br />- Oliguria<br />9. Study diagnostik<br />- Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas<br />- Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis<br />- Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri<br />- Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal<br />- Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi<br />Diagnosa keperawatan<br />Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.<br />Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh<br />Tindakan :<br />1. Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu<br />2. Kaji potensial dan aktual hipotermia atau hipertermia :<br />- Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur<br />- Monitor suhu lingkungan<br />- Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan<br />- Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya<br />- Observasi warna kulit <br />- Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure<br />- Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.<br />Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh<br />Tindakan :<br />1. Lindungi dinding inkubator dengan<br />- Meletakkan inkubator ditempat yang tepat<br />- Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C<br />- Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator<br />2. Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas<br />3. Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera<br />4. Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas<br />5. Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu<br />6. Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C<br />7. Sesedikit mungkin membuka inkubator<br />8. Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai<br />9. Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)<br />10. Beri topi dan bungkus dengan selimut<br />Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin<br />Tindakan :<br />1. Kaji tanda stress dingin pada bayi :<br />- Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C<br />- Kelemahan dan iritabilitas<br />- Feeding yang buruk dan lethargy<br />- Pallor, cyanosis central atau mottling<br />- Kulit teraba dingin<br />- Warna kemerahan pada kulit<br />- Bradikardia<br />- Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting<br />- Penurunan aktivitas dan reflek<br />- Distesi abdomen dan vomiting<br />2. Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut :<br />- Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit<br />- Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit<br />- Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya<br />- Monitor serum glukosa <br />- Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik<br />- Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C<br />Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.<br />Tujuan : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi<br />Tindakan :<br />1. Beri informasi pada orangtua tentang :<br />- Penyebab fluktuasi suhu tubuh<br />- Kondisi bayi<br />- Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh<br />- Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergian<br />1. Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya<br />2. Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator<br />3. Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan<br />BAYI PREMATUR<br />Definisi :<br />Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur. <br />Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.<br />Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.<br />Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% – 80% angka kesakitan dan kematian neonatus. <br />Etiologi dan faktor presipitasi:<br />Permasalahan pada ibu saat kehamilan :<br />- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.<br />- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat<br />- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi<br />- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine<br />Pengkajian <br />1. Riwayat kehamilan<br />- Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah<br />- Kehamilan kembar<br />- Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk<br />- Kemungkinan penyakit genetik<br />- Riwayat melahirkan prematur<br />- Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya<br />- Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus<br />- Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol<br />- Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.<br />2. Status bayi baru lahir<br />- Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan<br />- Berat badan dibawah 2500 gram<br />- Kurus, lemak subkutan minimal<br />- Adanya kelainan fisik yang terlihat<br />- APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.<br />3. Kardiovaskular<br />- Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur<br />- Saat kelahiran, terdengar murmur<br />4. Gastrointestinal<br />- Protruding abdomen<br />- Keluaran mekonium setelah 12 jam<br />- Kelemahan menghisap dan penurunan refleks<br />- Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital<br />5. Integumen<br />- Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning<br />- Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh<br />- Kurus<br />- Edema general atau lokal<br />- Kuku pendek<br />- Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis<br />6. Muskuloskeletal<br />- Cartilago pada telinga belum sempurna<br />- Tengkorak lunak<br />- Keadaan rileks, inaktive atau lethargi<br />7. Neurologik<br />- Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi<br />- Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif<br />- Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik<br />- Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu<br />- Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik<br />8. Pulmonary<br />- Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea<br />- Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)<br />- Terdengar crakles pada auskultasi<br />9. Renal<br />- Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir<br />- Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine<br />10. Reproduksi<br />- Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol<br />- Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.<br />11. Data penunjang<br />- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas<br />- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ<br />- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa<br />- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia<br />- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)<br />- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.<br />Diagnosa keperawatan<br />Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis<br />Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru<br />Tindakan :<br />1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :<br />- Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan<br />- Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi<br />- Respiratory rate, kedalaman, takipnea<br />- Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)<br />- Cyanosis, penurunan suara nafas<br />2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :<br />- Bradykardi<br />- Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI) <br />- Distensi abdomen<br />- Suhu tubuh dan mottling<br />- Kebutuhan stimulasi<br />- Episode dan durasi apnea<br />- Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.<br />3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :<br />- Berikan oksigen sesuai indikasi<br />- Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik<br />- Pertahankan suhu lingkungan yang normal<br />4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik<br />5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.<br />Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan<br />Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal<br />Tindakan :<br />1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C<br />2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu<br />3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi<br />4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin<br />5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin<br />Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.<br />Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi<br />Tindakan :<br />1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol<br />2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi<br />3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.<br />4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake<br />5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral<br />6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan<br />7. Monitor kadar gula darah<br />Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.<br />Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit<br />Tindakan :<br />1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi<br />2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan.<br />3. Timbang berat badan bayi setiap hari<br />4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.<br />5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria<br />6. Pertahankan suhu lingkungan normal<br />7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :<br />- Peningkatan suhu tubuh<br />- Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.<br />- Sepsis<br />- Aspiksia dan hipoksia<br />8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.<br />Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat<br />Tujuan : Infeksi dapat dicegah<br />Tindakan :<br />1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice<br />2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan<br />3. Amati sampel darah dan drainase<br />4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin<br />5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :<br />- Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi<br />- Ikuti protokol isolasi bayi<br />- Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi<br />Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit<br />Tujuan : Mempertahankan integritas kulit<br />Tindakan :<br />1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.<br />2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi<br />3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester.<br />Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care<br />Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan<br />Tindakan :<br />1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi :<br />- Deficit neurologik<br />- Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus<br />- Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal<br />- Efek obat terhadap perkembangan bayi<br />2. Berikan stimulasi visual :<br />- Arahkan cahaya lampu pada bayi<br />- Ayunkan benda didepan mata bayi<br />- Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi<br />3. Berikan stimulasi auditory :<br />- Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas<br />- Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan<br />- Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio<br />- Hindari suara bising di sekitar bayi<br />4. Berikan stimulasi tactile :<br />- Peluk bayi dengan penuh kasih sayang<br />- Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap<br />- Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas<br />- Berikan perubahan posisi secara teratur<br />5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.<br />6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.<br />Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah<br />Tujuan :<br />1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :<br />- Proses penyakit<br />- Prosedur perawatan<br />- Tanda dan gejala problem respirasi<br />- Perawatan lanjutan dan therapy<br />2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :<br />- Therapy home oksigen<br />- Ventilasi mekanik<br />- Fisiotherapi dada<br />- Therapy obat<br />- Therapy cairan dan nutrisi<br />3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya<br />4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi<br />5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.<br />ASFIKSIA<br />Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.<br />Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.<br />Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA<br />Yang Dinilai 2 1 0 Nilai<br />Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada <br />Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada <br />Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA<br />Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0.<br />Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi. <br />Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.<br />Diagnosa Keperawatan<br />Gangguan pertukaran gas <br />Data penunjang/Faktor kontribusi :<br />Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik. <br />Tujuan :<br />Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan.<br />Intervensi :<br />•Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)<br />•Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.<br />•Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol<br />•Kaji respiratori rate<br />•Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi<br />•Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction<br />•Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.<br />•Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas<br />•Amati intensitas tangisan<br />•Catat pulse apikal<br />•Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori<br />•Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot <br />Kolaborasi<br />•Berikan oksigen melalui masker, 4 – 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia<br />•Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV<br />•Berikan terapi resusitasiMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-46934466055811507862010-07-04T01:47:00.000-07:002010-07-04T01:48:46.093-07:00tugas kep jiwa terapi psikofarmakologiTERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN JIWA<br />DAN PERAN PERAWAT<br /><br />PENGERTIAN<br />Psikofarmako adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:<br />1. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT)<br />2. Psikoterapeutik <br />3. Terapi modalitas <br />KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI<br />1. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi<br />2. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka<br />3. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain<br />4. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental<br />5. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter<br />KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI<br />1. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki otak<br />2. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem saraf<br />3. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin<br />4. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan obat penghambat acetilkolin<br />Menurut Rusdi Maslim yang termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan:<br />1. Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson<br />2. Anti depresi<br />3. Anti maniak<br />4. Anti cemas (anti ansietas)<br />5. Anti insomnia<br />6. Anti obsesif-kompulsif<br />7. Anti panik<br />YANG PALING SERING DIGUNAKAN OLEH KLIEN JIWA <br />A. Anti Psikotik<br />Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik: neuroleptika.<br />Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra) pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.<br />Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.<br />Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk gangguan maniak dan paranoid<br />EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK<br />a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)<br />1) Parkinsonisme<br />Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme:<br />Tremor: paling jelas pada saat istirahat<br />Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan<br />Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku) <br /><br />2) Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama<br />Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol<br />3) Akathisia<br />Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.<br />Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).<br />4) Tardive dyskinesia<br />Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.<br />b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect <br />Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:<br />• Mulut kering<br />• Konstipasi<br />• Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia<br />• Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik<br />• Kongesti/sumbatan nasal<br />Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:<br />• Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)<br />• Halloperidol disingkat Haldol<br />• Serenase<br /><br /><br /><br />B. Anti Parkinson<br />Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.<br />Efek samping: <br />• sakit kepala, <br />• mual, muntah dan <br />• hipotensi.<br />Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).<br />C. Anti Depresan<br />Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic neurotransmitter (seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.<br />Mekanisme kerja obat:<br />• Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter<br />• Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter <br />• Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.<br />Efek farmakologi:<br />• Mengurangi gejala depresi<br />• Penenang <br />Indikasi: syndroma depresi<br />Jenis obat yang sering digunakan: <br />• trisiklik (generik),<br />• MAO inhibitor, <br />• amitriptyline (nama dagang).<br />Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.<br /><br /><br />D. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate<br />Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin.<br />Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.<br />Efek farmakologi:<br />• Mengurangi agresivitas<br />• Tidak menimbulkan efek sedatif<br />• Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea <br />Indikasi: <br />Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat antipsikotik.<br />Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.<br />Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.<br />Antiansietas dan hipnotik-sedatif dibagi menjadi dua kategori:<br />benzodiazepine dan nonbenzodiazepen, yang mencakup beberapa kelas obat.<br />Benzodiazepine<br />Manfaat klinis<br />Benzodiazepine adalah obat yang sering diresepkan dalam penatalaksanaan ansietas, insomnia, dan kondisi yang berhubungan dengan stres.<br />Indikasi utama dalam penggunaan benzodiazepine adalah:<br />1. Gangguan ansietas umum<br />2. Ansietas yang berhubungan dengan depresi<br />3. Ansietas yang berhubungan dengan phobia<br />4. Gangguan tidur<br />5. Gangguan stress pascatrauma<br />6. Putus obat dan alcohol<br />7. Ansietas yang berhubungan dengan penyakit medis<br />8. Relaksasi musculoskeletal<br />9. Gangguan kejang<br />10. Ansietas pra operasi<br />Yang perlu diperhatikan oleh Perawat<br />Benzodiazepine pada umumnya tidak menjadi adiktif kuat jika penghentian pemberiannya dilakukan secara bertahap, jika obat ini digunakan untuk tujuan yang tepat, dan jika penggunaanya disertai dengan penggunaan zat lain, seperti penggunaan kronis barbiturate atau alcohol.<br />Pengawasan dilakukan terhadap:<br />1. Sedasi<br />2. Ataksia<br />3. Iritabilitas<br />4. Masalah memori<br />benzodiazepine mempunyai indeks terapeutik yang sangat tinggi, sehingga overdosis obat ini saja hampir tidak pernah menyebabkan fatalitas. Efek samping merupakan hal yang umum, berhubungan dengan dosis, tidak selalu membahayakan<br />Nonbenzodiazepin<br />Sebagian besar digunakan oleh benzodiazepine walaupun obat tersebut kadang masih digunakan.<br />Kewaspadaan perawat.<br />Penggunaan barbiturate menyebabkan banyak kerugian seperti berikut ini.<br />1. Terjadi toleransi terhadap afek antiansietas dari barbiturat<br />2. Obat ini lebih adiktif<br />3. Obat ini menyebabkan reaksi serius dan bahkan reaksi putus obat yang letal<br />4. Obat ini berbahaya jika terjadi overdosis dan menyebabkan defresi SSP<br />5. Obat ini mempunyai berbagai interaksi obat yang berbahaya.<br /><br /><br /><br />PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT<br />Perawat memiliki beberapa peran, salah satu peran perawat adalah caregiver, untuk bisa menjadi seorang caregiver maka perawat harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang pemberian psikofarmakologis.<br />Peran perawat dalam proses psikofarmakologis sbb:<br />1. Pengkajian pasien<br />2. Koordinasi modalitas terapi<br />3. Pemberian agens psikofarmakologis.<br />4. Pemantauan efek obat<br />5. Penyuluhan pasien<br />6. Program rumatan obat<br />7. Partisipasi dalam penelitian<br />8. Kewenangan untuk memberikan resep<br />Pengumpulan data sebelum pengobatan, meliputi:<br />• Diagnosa medis<br />• Riwayat penyakit<br />• Riwayat pengobatan<br />• Hasil pemeriksaan laboratorium (yang berkaitan)<br /> Jenis obat yang digunakan, dosis, cara dan waktu pemberian<br /> Program terapi lain<br /> Mengkombinasikan obat dengan terapi modalitas<br /> Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga, tentang pentingnya minum obat dan penanganan efek samping obat<br /> Monitor efek samping penggunaan obat <br />Melaksanakan prinsip pengobatan psikofarmako<br />1. Persiapan<br />• Melihat order pemberian obat di lembaran obat (di status)<br />• Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping dan cara pemberian<br /><br />• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat<br />• Kaji kondisi klien sebelum pengobatan<br />2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat <br />3. Laksanakan program pemberian obat<br />• Gunakan pendekatan tertentu <br />• Bantu klien minum obat, jangan ditinggal <br />• Pastikan bahwa obat telah diminum <br />• Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek legal<br />4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan.<br />5. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik<br />6. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obatan psikofarmako<br />EVALUASI<br />Reaksi obat efektif jika:<br />1. Emosional stabil<br />2. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat<br />3. Halusinasi, agresi, delusi, menarik diri menurun<br />4. Perilaku mudah diarahkan<br />5. Proses berpikir ke arah logika<br />6. Efek samping obat<br />7. Tanda-tanda vital: tekanan darah, denyut nadi<br />Demikianlah pembahasan tentang psikofarmakologi, dan mudah-mudahan dapat menjadi sedikit informasi bagi kita untuk membuat perawatan kita ke pasien jiwa lebih baik lagi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /> www.adversizer.com/?s=psikofarmakologi...pasien+jiwa...<br /> portalperawat.blogspot.com/.../psikofarmakologi-obat-obatan-untuk.html<br /> www.ayobelajar.web.id/.../pengobatan+psikofarmakologi+schizofrenia<br /> imron46.blogspot.com/.../peran-perawat-dalam-psikofarmakologi.html<br /> arifsoeprijono.wordpress.com/.../psikofarmaka-for-nurse/ -Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-68529348913022963852010-07-04T01:44:00.000-07:002010-07-04T01:45:53.217-07:00Cara Menggunakan Handschoen Steril Nade’s DocumentCara Menggunakan Handschoen Steril<br />Nade’s Document<br /><br /><br /> <br /> Pegang Handschoen yang bagian dalamMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-89363239706724869122010-07-04T01:42:00.000-07:002010-07-04T01:43:41.079-07:00lanjut tinjauan kasusBAB 3<br />TINJAUAN KASUS<br /><br />1. PENGKAJIAN<br />Biodata<br />Nama : Ny. S<br />Umur : 46 tahun<br />Bangsa : Indonesia<br />Agama : Islam<br />Alamat : Jl. Mojo - Surabaya<br />Pekerjaan : Swasta<br />MRS mulai tgl : 15 Maret 2009, pukul 10.00 WIB<br />Pengkajian tgl : 15 Maret 2009, pukul 11.00 WIB<br />Dx medis : Hiperparatiroidisme<br />2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG<br />Keluhan utama :<br />Klien mengatakan badannya terasa lemas<br />Riwayat penyakit sekarang :<br />Klien mengatakan bahwa badannya terasa lemas, terasa ingin pingsan, mual, muntah sejak kemarin (tanggal 14 Maret 2009), dan terdapat benjolan di leher dekat jakun. Kemudian klie,n memeriksakan diri ke Poli Penyakit Dalam, dan setelah dilakukan pemeriksaan klien terdapat tumor jinak pada kelenjar paratiroid (Adenoma soliter), pada hasil laboratorium darah klien juga menunjukkan kadar kalsium serum yang tinggi (12 mg% atau 3 mmol/L) dan kadar PTH yang tinggi pula (65 pg/mL) oleh karena itu klien di diagnosa Hiperparatiroidisme, sehingga klien dianjurkan untuk MRS (tanggal 15 Maret 2009). Saat dikaji klien mengatakan bahwa dirinya merasa cemas atas penyakit yang dideritanya, badan terasa lemas dan pegal-pegal, terasa ingin pingsan, perut terasa mual, malas makan, suara terasa serak, dan sering kali merasa haus.<br />3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU<br />Klien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti yang dirasa saat ini.<br />4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA<br />Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit seperti ini.<br />5. PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI<br />a. B1 (Breath)<br />Gejala : Klien mengatakan suara terasa serak, klien dapat bernafas spontan.<br />Tanda : RR : 24 x/menit, tidak terdapat ronchi atau wheesing<br />b. B2 (Blood)<br />Gejala : Klien mengatakan badan saya lemas, terasa ingin pingsan<br />Tanda : Klien terlihat lemah, S: 380 C, Nadi : 120x/menit, TD : 130/90 mmHg<br />c. B3 (Brain)<br />Gejala : Klien merasa cemas dan sering bertanya mengenai penyakit yang diderita,<br />Tanda : Klien tampak gelisah, GCS 4-5-6, kesadaran : Composmentis<br />d. B4 (Bladder)<br />Gejala : Klien mengatakan selama di rumah minum air Aqua isi ulang, minum 7-8 gelas/hari, BAK 5-6 x/ hari, setiap pagi klien selalu mengkonsumsi susu instan bubuk.<br />Tanda : minum ±1500-2000 cc/hari, urine berwarna kuning, frekuensi miksi 5-6 x/hari.<br />e. B5 (Bowel)<br />Gejala : Klien mengatakan malas makan, ada mual namun tidak muntah, sering kali merasa haus dan makan tidak habis 1 piring.<br />Tanda : Tidak terdapat nyeri tekan, perkusi tympani, makan 1/4 porsi, tidak terlihat muntah, peristaltik usus : 14 x/menit, BB : 52 kg, BAB 1-2x/hari.<br />f. B6 (Bone)<br />Gejala : klien mengatakan badan terasa lemas dan pegal-pegal<br />Tanda : klien terlihat lemah, tidak ada kelemahan otot, bisa melakukan aktifitas tanpa bantuan<br />kekuatan otot :<br /><br /><br /><br />6. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />v Laboratorium :<br />- Darah : - Nilai normal :<br />§ WBC : 8.000 4,0-10x103 /uL<br />§ Hb : 5,1 Lk :13,5-17,5 & Pr : 11,5-13,5 g/dl<br />§ Trombosit : 255.000 150-400x103/uL<br />§ SGOT : 15 Lk : < 38 & Pr : < 32 U/L<br />§ SGPT : 15 Lk : < 41 & Pr : < 31 U/L<br />§ Albumin : 3,2 3,8-4,4 g/dL<br />§ BUN : 20 5-23 mg/dL<br />§ Kreatinin : 0,7 Lk : 0,7-1,3 & Pr : 0,5-0,9 mg/dL<br />§ PTH : 65 10-55 pg/mL<br /><br />- Elektrolit : - Nilai normal :<br />§ Natrium : 128,5 136-145 mg/dL<br />§ Clorida : 112 96-111 mmol/L<br />§ Kalium : 2,95 3,6-5,1 mmol/L<br />§ Kalsium : 12 8,6-10,5 mg/dl<br />§ Fosfat : 2 2,5-4,5 mg/dl<br /><br />v Rontgen<br />- Femur Distal : Dekalsifikasi<br />7. TERAPI<br />• Infus NaCl 0,9% 2000cc/24 jam<br />• Kalsitonin 200 IU IM<br />• Bisfosfonat 65 mg IV/6jam<br />• Diet TKTP 2000 kal<br /><br /><br /><br /><br />8. ANALISA DATA<br />DATA ETIOLOGI MASALAH<br />S : Klien mengatakan badan terasa lemas, klien terasa ingin pingsan<br />O : Klien tampak lemah<br />TD :140/90 mmHg Kelemahan Intoleransi aktivitas<br /><br />S : Klien merasa cemas dan sering bertanya mengenai penyakit yang diderita<br />O : Klien sering menanyakan tentang penyakitnya, Perubahan status kesehatan Ansietas<br />S : Klien mengatakan malas makan, perut terasa mual dan makan tidak habis 1 piring.<br />O : Perkusi pekak, makan 1/4 porsi, peristaltik usus: 14 x/menit, BB : 56 kg, albumin: 3,2 g/dL Hiperkalsemia<br /><br />Motilitas ?<br /><br />Nausea, anoreksia, dan selera makan ?<br /><br />Intake inadekuat Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh<br />S : Klien mengatakan badan terasa lemas dan pegal-pegal<br />O : Klien nampak lemah kalsium = 12 mg/dl demineralisasi tulang<br /><br />fraktur patologis Resiko cedera<br /><br />9. Prioritas Diagnosa Keperawatan<br />a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan<br />b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan<br />c. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat<br />d. Resiko cedera berhubungan dengan fraktur patologis<br /><br />10. Diagnosa, intervensi, tujuan, kriteria hasil dan rasional.<br />a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan<br />Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan aktivitas dalam waktu 1 x 24 jam dengan<br />Kriteria hasil :<br />• Klien merasa tidak lemas<br />• Klien dapat melakukan aktivitas<br />Intervensi dan rasional :<br />• Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas<br />R/ memberikan gambaran antara harapan beraktivitas dengan kemampuan klien<br />• Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat<br />R/ R/ menghemat energi dan mengurangi penggunaannya, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan.<br />• Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.<br />R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba – tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melaksanakan aktivitas.<br />• Evaluasi respon pasien terhadap aktivias, perhatikan frekuensi nadi cepat lebih dari 20 x/mnt diatas peningkatan TD yang nyata, penurunan atau peningkatan TD, pusing dan nyeri dada.<br />R/ menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas<br /><br />b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan<br />Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas yang dirasakan klien hilang dalam waktu 1 x 60 menit dengan<br />Kriteria hasil :<br />• Klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik<br />• Klien mengomunikaskan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat<br />• Klien tidak menunjukkan perilaku agresif<br />Intervensi dan rasional :<br />• Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan<br />R/ Mengetahui tingkat kecemasan klien<br />• Berikan informasi tentang penyakit yang di derita pasien<br />R/ informasi yang jelas membuat pasien menerima penyakit yang dideritanya<br />• Bantu pasien untuk mengidentifikasi yang menyebabkan timbulnya cemas<br />R/ mengetahui factor penyebab timbulnya cemas<br />• Kolaborasi dengan tim medis untuk menurunkan cemas<br />R/ terapi menurunkan stress klien<br />• Gunakan pendekatan untuk menyakinkan klien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan.<br />R/ menyakinkan klien bahwa tenaga kesehatan membantu secara maksimal untuk penyembuhan penyakit klien<br /><br />c. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat<br />Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien terpenuhi kebutuhan nutrisinya dalam waktu 2 x 24 jam dengan<br />Kriteria hasil :<br />• Ada nafsu makan<br />• Tidak terdapat mual<br />• Klien menghabiskan 1 porsi makanan<br />Intervensi dan rasional :<br />• Beri makan sedikit tapi sering<br />R/ makan banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia.<br />• Berikan perawatan mulut yang sering<br />R/ menghilangkan rasa tidak enak yang dapat meningkatkan nafsu makan.<br />• Anjurkan makan pada posisi duduk<br />R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan meningkatkan nafsu makan<br />• Beri terapi diet TKTP 2000 kal/hari terutama protein hewani.<br />R/ untuk memenuhi kebutuhan diet klien.<br />• Observasi albumin setiap harinya.<br />R/ indikator keadekuatan nutrisi klien<br /><br />d. Resiko cedera berhubungan dengan fraktur patologis<br />Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak terjadi resiko cedera<br />Kriteria hasil :<br />• Klien/keluarga dapat mempersiapkan lingkungan yang aman<br />• Klien dapat menghindari cedera fisik<br />• Klien dapat mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera.<br />Intervensi dan rasional :<br />• Identifikasi faktor yang memengaruhi kebutuhan keamanan<br />• Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh<br />• Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cederaMuslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-86375490968787640792010-07-04T00:28:00.000-07:002010-07-04T00:32:27.385-07:00tugas KMB III Sistem endokrim askep hipo/hiperparatiroidKATA PENGANTAR<br /><br />Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga tugas Keperawatan Medikal Bedah III Sistem Endokrin“ Asuhan Keperawatan hiperparatiroid dan Hipoparatiroid“ dapat terselesaikan. <br />Dalam penyusunan tugas ini banyak mengalami kendala dan hambatan yang dihadapi oleh penyusun, namun berkat pertolongan serta petunjuk-NYA dan juga berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, serta adanya kemauan dan kerja keras yang dibarengi pula dengan ketabahan dan kesabaran penyusunan laporan ini di selesaikan sebagaimana yang diharapkan.<br />Penyusun menyadari bahwa tugas ini belumlah sempurna kiranya penyusun mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar bisa menyempurnakan Makalah Ini. Semoga ini bisa bermanfaat bagi para kia semua.<br /><br /><br />Gorontalo , April 2010<br />Penyusun<br /><br /><br />Kelompok II<br /><br /><br />BAB 1<br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang dan ginjal.<br />Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.<br />Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.<br />1.2 Rumusan Masalah<br />Apakah kelainan penyakit paratiroid dapat diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan yang rutin<br />1.3 Tujuan<br />1.3.1 Tujuan Umum :<br />Penanganan pasien dengan gangguan kelenjar paratiroid dapat teratasi dengan cepat dan tepat sesuai pengkajian secara lengkap yang dilakukan oleh perawat.<br />1.3.2 Tujuan Khusus :<br />Perawat dapat lebih teliti dan lengkap dalam melakukan pengkajian terhadap gejala-gejala yang mengarah ke gangguan kelenjar paratiroid.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 2<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br /><br />2.1 Paratiroid<br />2.1.1 Anatomi dan Fisiologi<br />Kelenjar paratiroid adalah empat kelenjar seukuran kacang polong yang berlokasi tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 mm, lebar 3 mm, tebal 2 mm, tebal 50 mg, dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Letak masing-masing kelenjar paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi. Adakalanya, seseorang terlahir dengan satu atau lebih kelenjar paratiroid. Kelenjar-kelenjar tersebut menempel pada tiroid, dalam thymus, atau berlokasi ditempat lain sekitar area ini, namun bagaimanpun kelenjar-kelenjar tersebut berfungsi secara normal.<br />Kelenjar tiroid dan paratiroid adalah kelenjar yang sama sekali berbeda, setiap kelenjar menghasilkan hormon yang berbeda dengan fungsi yang spesifik. Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang tersusun atas 84 asam amino yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid berfungsi membantu memelihar keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. PTH juga berfungi mengatur tingkat kalsium dalam darah, melepaskan kalsium dari tulang, penyerapan kalsium dalam usus, dan ekskresi kalsium dalam urin.<br />Saat kadar kalsium meningkat, kalsium yang banyak terikat dengan reseptor membrane pada sel di kelenjar paratiroid akan menghambat sintesis PTH dan sekresi dari PTH, dan ketika tingkat kalsium dalam darah jatuh terlalu rendah, kelenjar paratiroid akan meningkatkan sintesis dan mensekresi PTH untuk mengatur kembali kalsium dalam darah agar tetap normal<br />2.2 Hipoparatiroid<br />2.2.1 Definisi<br />Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).<br /><br /><br /><br />2.2.2 Etiologi<br />Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :<br />1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:<br />• Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.<br />• Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).<br />2. Hipomagnesemia.<br />3. Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.<br />4. Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)<br />2.2.3 Patofisiologi<br />Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 - 12,5 mgr%).<br />Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.<br />Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.2.4 Klasifikasi<br />Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simple idiopatik hipoparatiroid, hipoparatiroid pascabedah<br />2.1.2.1 Hipoparatiroid neonatal<br />Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.<br />2.2.1 Simple idiopatik hipoparatiroid<br />Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.<br />2.2.2 Hipoparatiroid pascabedah<br />Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.<br />2.2.5 Gejala Klinis<br />Gambaran klinis hipoparatiroid terutama disebakan hipokalsemia. Menurunya kadar ion kalsium serum menyebabkan timbulnya reaksi neuromuskular yang berlebihan. Pada penderita timbul gejala tetani (±70%) atau Tetanic equivalent. Manifestasi klinis berupa spasme karpopedal, dengan tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lainnya ekstensi.<br />Dalam Tetanic equivalent ditemukan gejala konvulsi tonik atau klonik, stridor laringeal (spasme) yang bisa mengakibatkan kematian, parese, hipestesi, disfagia dan disartri, debaran jantung yang tidak teratur. Pada pemeriksaan jasmani ditemukan beberapa refleks patologis yang positif seperti Erb’ sign, Chvostek’s sign, Trousseau’s sign, Peroneal sign.<br />Harus dicurigai adanya hipoparatiroidiasme bila terdapat kejang-kejang epileptik. Sering pula tampak gejala psikosis. Kadang-kadang terdapat perubahan trofik ektoderm, seperti rambut menjadi jarang dan cepat menjadi putih, kulit kering dengan permukaan kasar, ada vesikula atau bulla dan kuku tipis, kadang-kadang deformitas.<br /><br /><br /><br />2.2.6 Manifestasi klinik<br />Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent.<br />Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.<br />Dalam titanic aequivalent:<br />1. Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis<br />2. Stridor laryngeal (spasme) yang bisa menyebabkan kematian<br />3. Parestesia<br />4. Hipestesia<br />5. Disfagia dan disartria<br />6. Kelumpuhan otot-otot<br />7. Aritmia jantung<br />Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:<br />1. Erb’s sign:<br />Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari otot (normal pada 6 milli-ampere)<br />2. Chvostek’s sign:<br />Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari foramen <br />sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.<br />3. Trousseau’s sign:<br />Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagaipada spasme carpopedal<br />4. Peroneal sign:<br />Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki<br />Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ectoderm:<br />• Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.<br />• Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.<br />• Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.<br />• Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme.<br />2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik<br />• Elektrokardiografi :ditemukan interval QT yang lebih panjang.<br />• Foto Rontgen :sering terlihat kalsifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak, kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.<br />• Laboratorium :Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah<br />2.2.8 Penatalaksanaan Medis<br />2.2.5.1 Hipoparatiroid akut<br />Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus.<br />Di samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.<br />2.2.5.2 Hipoparatiroid menahun<br />Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.<br />Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.2.9 Askep klien dengan hipoparatiroid<br />2.2.6.1 Pengkajian<br />Kaji dengan cermat klien yang berisiko untuk mengalami hipoparatiroid akut, seperti pada klien pascatiroidektomi, terhadap terjadinya hipo¬kalsemia. Tanyakan klien tentang adanya manifestasi bekas atau semutan disekitar mulut atau ujung jari tangan atau jari kaki. Periksa juga terhadap temuan tanda chvosteks atau trousseaus positif. Yang penting adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Juga kaji ter¬hadap sindrom seperti parkinson atau adanya katarak.<br />1. Riwayat penyakit:<br />• Sejak kapan klien menderita penyakit<br />• Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama<br />• Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan Kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid<br />• Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.<br />2. Keluhan utama meliputi:<br />• Kelainan bentuk tulang<br />• Perdarahan yang sulit berhenti<br />• Kejang-kejang, kesemutan dan lemah<br />3. Pemeriksaan fisik mencakup:<br />• Kelainan bentuk tulang<br />• Tetani<br />• Tanda trosseaus dan chovsteks<br />• Pernapasan berbunyi (stridor)<br />• Rambut jarang dan tipis<br />• pertumbuhan kuku buruk<br />• kulit kering dan kasar<br />4. Pemeriksaan penunjang<br />• Pemeriksaan kadar kalsium serum<br />• Pemeriksaan radiologi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.2.6.2 Diagnosa Keperawatan<br />1. Masalah kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum<br />2. Risiko terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik (indivi¬dual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi<br />2.2.6.3 Rencana Tindakan keperawatan<br />Diagnosa keperawatan I :<br />Masalah kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum<br />Tujuan:<br />Klien tidak akan menderita cedera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium kembali kebatas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah dalam batas normal.<br />Intervensi keperawatan:<br />1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu set selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.<br />2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.<br />3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat<br />4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium kar¬bonat seperti Turns.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Diagnosa keperawatan II :<br />Risiko terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan regimen diet dan medikasi.<br />Tujuan:<br />Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan terapi.<br />Intervensi keperawatan:<br />1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.<br />2. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin D, kecuali dihidroksikolekalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan membutukan waltu satu minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.<br />3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya, karena makanan ini mengandung banyak fosfor.<br />4. Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien hipoparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.3 Hiperparatiroid<br />2.3.1 Definisi<br />Hiperparatiroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.<br />Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroid primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroid sekunder.<br />2.3.2 Etiologi<br />Salah satu penyebab hiperparatiroidisme dari banyaknya hiperfungsi kelenjar paratiroid adalah adenoma soliter (penyakit von Recklinghausen). Secara umum bahwa kelainan kelenjar yang biasanya tunggal ditemukan ± 80 %. Kelainan pada kelenjar biasanya neoplasma yang benigna atau adenoma sedangkan paratiroid karsinoma sangat jarang. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi, contohnya chief cell parathyroid hyperplasia, biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya, yaitu Multiple Endocrine Neoplasia (MEN). Hiperparatiroidisme yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome) terdiri dari hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga berhubungan dengan hipersekresi gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).<br />2.3.3 Klasifikasi<br />Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder, tertier dan intoksikasi paratiroid akut.<br />2.3.2.1 Hiperparatiroid primer<br />Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :<br />1. Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah, konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi).<br />2. Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli, nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.<br />3. Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.<br />4. Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison, pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome, hiperurisemia, gout.<br />Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme. Jarang sekali teraba tumor pada kelenjar paratiroid dan bila teraba umumnya adalah adenoma tiroid. Usaha selanjutnya untuk menegakkan diagnosis adalah : Tentukan kadar kalsium dalam plasma; Singkirkan penyebab-penyebab lain dari hiperkalsemia dan hiperkalsuria; tentukan tempat dan lokalisasi kelainan paratiroid; teliti komplikasi dan hubungannya dengan hiperparatiroid karena apabila pada seorang penderita ditemukan kalkuli renal atau nefrokalsinosis, maka penting untuk meneliti perubahan pada organ lain yang ada hubungannya dengan hiperkalsemia. Menurut Hall and Anderson, kalkuli renal timbul pada 2/3 atau lebih penderita hiperparatiroid. Apabila hiperparatiroid dan kegagalan ginjalterdapat pada saat yang sama, maka akan sangat sukar untuk menentukan mana yang primer.<br />Pengobatan hiperparatiroid primer dilakukan apabila diagnosis sudah pasti, penatalaksanaannya sebagai berikut :<br />1. Pembedahan yaitu dengan ekstirpasi tumor sedini mungkin . Kontra indikasi operasi hanyalah pada keadaan Terminal anuric renal failure.<br />2. Medikamentosa : terapi ini terdiri atas diet banyak kalsium, serta cukup vitamin D. Pada pascabedah, kadar kalsium serum menurun pada 24-48 jam pertama, tapi akan menjadi normal kembali.<br />3. Prognosis cukup baik bila diagnosis penyakit cepat ditegakkan dan tumor di ekstirpasi sedini mungkin. Setelah tumor diekstirpasi, tulang-tulang akan menjadi normal kembali. Prognosis bergantung juga pada keadaan fungsi ginjalnya. Terjadinya hiperparatiroid rekuren sesudah 5 tahun operasi, rata-rata hanyalah 15 %.<br />2.3.2.2 Hiperparatiroid sekunder<br />Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal, karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid, terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah kegagalan ginjal menahun, dan glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun.<br /><br /><br /><br />Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis imperfekta, penyakit paget multiple mieloma, karsinoma dengan metastase tulang. Gambaran klinis hiperparatiroid sekunder yang timbul disebabkan oleh penyakit ginjal menahun, kadang-kadang dapat membaik setelah dilakukan hemodialisis.<br />Dalam penatalaksanaan hiperparatiroid sekunder hal yang utama adalah manajemen medis. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroid sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting. Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroid sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid. Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroid juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan terbukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.<br />2.3.2.3 Hiperparatiroid tersier<br />Istilah hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma. Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.<br />Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid<br />2.3.2.4 Intoksikasi paratiroid akut<br />Intoksikasi paratiroid akut jarang sekali ditemukan dan bila ada biasanya sebagai akibat komplikasi hiperparatiroid. Keadaan penderita tampak lemah. Nausea, vomitus, letargi. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan kadar kalsium serum yang sangat meninggi dan kadar fosfor meninggi secara bertahap gradual. Penderita biasanya akan jatuh ke dalam koma dan meninggal.<br />Penatalaksanaan medis pada intoksikasi paratiroid akut yaitu diberikan infus dekstrosa dalam larutan garam untuk mengganti elektrolit yang hilang; pemberian natrium sitrat untuk menurunkan kadar kalsium ion ; ekstirpasi tumor paratiroid.<br />2.3.4 Asuhan keperawatan pada klien dengan hiperparatiroid<br />2.1.3.1 Pengkajian<br />Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroid dan hiperkalsemia resultan. Kumpulkan riwayat kesehatan yang lengkap dan klien untuk mencari apakah terdapat risiko. Klien mungkin menunjukkan perubahan psikologis, seperti letargi, mengantuk, penurunan memori, dan labilitas emosional, semua manifestasi yang tampak pada hiperkalsemia.<br />1. Riwayat kesehatan klien<br />2. Riwayat penyakit dalam keluarga<br />3. Keluhan utama antara lain:<br />akit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot, gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan, depresi, nyeri tulang dan sendi.<br />4. Riwayat Trauma/fraktur tulang<br />5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala<br />6. Pemeriksaan fisik yang mencakup:<br />Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang, amati warna kulit, apakah tampak pucat, perubahan tingkat kesadaran.<br />7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.<br />8. Pemeriksaan diagnostik termasuk:<br />- Pemeriksaan laboratorim: dilakukan untuk menentukan kadar kal¬sium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroid. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroid primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.<br />- Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2.1.3.2 Diagnosa Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroid antara lain:<br />1. Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.<br />2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.<br />3. Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia dan mual.<br />4. Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiper¬kalsemia pada saluran gastrointestinal.<br />5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan<br />6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan<br />2.1.3.3 Rencana Tindakan Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan I :<br />Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.<br />Tujuan:<br />Klien tidak akan menderita cedera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologis.<br />Intervensi keperawatan:<br />1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun.<br />2. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.<br />3. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.<br />4. Bantu klien memenuhi kebutuhan seharihari selama terjadi kelemahan fisik.<br />5. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.<br />6. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.<br />7. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan<br />8. Anjurkan klien agar berjalan secara perlahanlahan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Diagnosa keperawatan II:<br />Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.<br />Tujuan:<br />Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.<br />Intervensi keperawatan:<br />1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroid karena akan meningkatkan kadar kalsium serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.<br />2. Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam dari pada urine yang basa.<br />Diagnosa keperawatan III:<br />Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia dan mual.<br />Tujuan:<br />Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat memper-tahankan berat badan ideal.<br />Intervensi keperawatan:<br />1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsetnia.<br />2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.<br />3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu.<br />4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.<br />Diagnosa keperawatan IV:<br />Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.<br />Tujuan:<br />Klien akan mempertahankan pola BAB normal, seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Intervensi keperawatan:<br />1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.<br />2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.<br />3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam sampai 8 gelas air per hari kecuali bila ada kontra indikasi.<br />4. Jika konstipasi menetap meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter pelunak feses atau laksatif<br />Diagnosa keperawatan V :<br />Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan<br />Tujuan :<br />Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan aktivitas dalam waktu 1 x 24 jam dengan<br />Intervensi keperawatan<br />1. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas<br />2. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat<br />3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.<br />4. Evaluasi respon pasien terhadap aktivias, perhatikan frekuensi nadi cepat lebih dari 20 x/mnt diatas peningkatan TD yang nyata, penurunan atau peningkatan TD, pusing dan nyeri dada.<br />Diagnosa keperawatan VI<br />Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan<br />Tujuan :<br />Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas yang dirasakan klien hilang dalam waktu 1 x 60 menit dengan<br />Intervensi keperawatan<br />1. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan<br />2. Berikan informasi tentang penyakit yang di derita pasien<br />3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi yang menyebabkan timbulnya cemas<br />4. Kolaborasi dengan tim medis untuk menurunkan cemas<br />5. Gunakan pendekatan untuk menyakinkan klien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 3<br />SIMPULAN DAN SARAN<br /><br /><br />3.1 SIMPULAN<br />Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih banyak dari biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan kebalikan dari hiperparatiroidisme.<br />Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid primer, hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar kalsium meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium yang terionisasi dalam darah. Keadaan hipokalsemia yang lama akan menyebabkan perubahan pada kelenjar paratiroid menjadi otonom dan berkembang menjadi keadaan sepertri hiperparatiroidisme primer, dan pada keadaan ini disebut hiperparatiroidisme tersier.<br />3.2 SARAN<br />Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />• Anderson, Sylvia, dkk. Patofisiologi ( Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit ) Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC<br />• Akbar, faruq. 2009. Penyakit tiroid dan paratiroid. www.farospots.blogspots.com; diakses tanggal 20 April 2009<br />• Carpenito, Lynda Juall. 2000.Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta : EGC<br />• Doengoes, Marylin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC<br />• Epstein, RJ. 1990. Kapita Selekta Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Binarupa Aksara<br />• Gerysky. 2009. Askep Hiperparatiroidisme. http://gerysky.wordpress.com/; diakses tanggal 20 April 2009<br />• Parathyroid Clinic, Norman. 2009. Symptoms of Parathyroid Disease and Hyperparathyroidism_ Parathyroid Symptoms_ High Calcium, Tiredness, Osteoporosis, Fatigue, Weakness, Lack of Energy, and others. www.prathyroid.com; diakses tanggal 20 April 2009<br />• Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC<br />• Soeparman . 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : FKUI<br />• Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC<br />• Wie_nyi. 2009. Hipertiroidisme. http://nyidewi.blog.com/; diakses tanggal 20 April 2009<br />• http://www.endocrineweb.com/; diakses tanggal 20 April 2009Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5556468671274118916.post-32820311485434373832010-07-04T00:25:00.000-07:002010-07-04T00:27:55.917-07:00askep pneumothoraxASUHAN KEPERAWATAN <br />PADA KLIEN DENGAN HEMATOTORAX<br /><br />I. KONSEP DASAR<br />A. Pengertian<br />Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.<br />B. Anatomi<br />1. Anatomi Rongga Thoraks<br /> Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :<br /> - Depan : Sternum dan tulang iga.<br /> - Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).<br /> - Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.<br /> - Bawah : Diafragma <br /> - Atas : Dasar leher.<br />Isi :<br />- Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.<br />- Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).<br />C. Patofisiologi <br />Mengenai rongga toraks sampai rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax)<br />Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru.<br />Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)<br />Terjadi perdarahan :<br />(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi) Tahanan perifer pembuluh paru naik(aliran darah turun)<br />Oper penumothorax<br />Close pneumotoraks<br />Tension pneumotoraks<br />- Ringan kurang 300 cc ---- di punksi<br />- Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain<br />- Berat lebih 800 cc ------ torakotomi<br />Tek. Pleura meningkat terus mendesak paru-paru (kompresi dan dekompresi), pertukaran gas berkurang. Sesak napas yang progresif (sukar bernapas/bernapas berat) Bising napas berkurang/hilang. Bunyi napas sonor/hipersonor<br />Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak<br />- Sesak napas yang progresif<br />- Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma<br />- Nyeri bernapas<br />- Pekak dengan batas jelas/tak jelas.<br />- Bising napas tak terdenga<br />- Nadi cepat/lemah<br />- Anemis / pucat<br />- Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan<br />WSD/Bullow Drainage<br />Terdapat luka pada WSD Nyeri pada luka bila untuk bergerak ketidak efektifan pola pernapasan inefektif bersihan jalan napas<br /><br /><br />- Kerusakan integritas kulit<br />- Resiko terhadap infeksi<br />- Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik<br />- Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum.<br />D. Pemeriksaan Penunjang :<br />a. Photo toraks (pengembangan paru-paru).<br />b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).<br />E. Penatalaksanaan<br />1. Bullow Drainage / WSD<br />Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :<br />a. Diagnostik :<br />Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.<br />b. Terapi :<br />Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.<br />c. Preventive :<br />Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.<br /><br />2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :<br />a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.<br />Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.<br />b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.<br />c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :<br />- Penetapan slang.<br />Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.<br />- Pergantian posisi badan.<br /> Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.<br /><br />d. Mendorong berkembangnya paru-paru.<br /> Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.<br /> Latihan napas dalam.<br /> Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.<br /> Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.<br /><br />e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.<br />Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.<br />f. Suction harus berjalan efektif :<br />Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.<br /> Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.<br /> Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.<br /><br />g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.<br />1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.<br />2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.<br />3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.<br />4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.<br />5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.<br />6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.<br />h. Dinyatakan berhasil, bila :<br />a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.<br />b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.<br />c. Tidak ada pus dari selang WSD.<br /><br />F. Pemeriksaan penunjang<br />a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)<br />b. Diagnosis fisik :<br /> Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.<br /> Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.<br /> Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi<br /> Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.<br />G. Terapi :<br />a. Antibiotika.<br />b. Analgetika.<br />c. Expectorant.<br /><br />H. Komplikasi <br />1. Tension Penumototrax<br />2. Penumotoraks Bilateral<br />3. Emfiema<br /><br /><br /> <br />II. KONSEP KEPERAWATAN<br />A. Pengkajian :<br />Point yang penting dalam riwayat keperawatan :<br />1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.<br />2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.<br />3. Pengobatan terakhir.<br />4. Pengalaman pembedahan.<br />5. Riwayat penyakit dahulu.<br />6. Riwayat penyakit sekarang.<br />7. Dan Keluhan.<br />B. Pemeriksaan Fisik :<br />1. Sistem Pernapasan :<br /> Sesak napas<br /> Nyeri, batuk-batuk.<br /> Terdapat retraksi klavikula/dada.<br /> Pengambangan paru tidak simetris.<br /> Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.<br /> Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)<br /> Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.<br /> Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.<br /> Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.<br /> Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.<br /><br />2. Sistem Kardiovaskuler :<br /> Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.<br /> Takhikardia, lemah <br /> Pucat, Hb turun /normal.<br /> Hipotensi.<br /><br />3. Sistem Persyarafan :<br /> Tidak ada kelainan.<br /><br />4. Sistem Perkemihan.<br /> Tidak ada kelainan.<br /><br />5. Sistem Pencernaan :<br /> Tidak ada kelainan.<br /><br />6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.<br /> Kemampuan sendi terbatas.<br /> Ada luka bekas tusukan benda tajam.<br /> Terdapat kelemahan.<br /> Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.<br /><br />7. Sistem Endokrine :<br /> Terjadi peningkatan metabolisme.<br /> Kelemahan.<br /><br />8. Sistem Sosial / Interaksi.<br /> Tidak ada hambatan.<br /><br /><br /><br /><br />9. Spiritual :<br /> Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.<br /><br />C. Pemeriksaan Diagnostik :<br /> Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.<br /> Pa Co2 kadang-kadang menurun.<br /> Pa O2 normal / menurun.<br /> Saturasi O2 menurun (biasanya).<br /> Hb mungkin menurun (kehilangan darah).<br /> Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,<br /><br />Diagnosa Keperawatan :<br />1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.<br />2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.<br />3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.<br />4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.<br />5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.<br />6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.<br />7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.<br /><br />I. Intevensi Keperawatan :<br />1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.<br /><br />Tujuan : Pola pernapasan efektive.<br />Kriteria hasil :<br /> Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.<br /> Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.<br /> Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.<br />b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.<br /><br />c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.<br /><br />d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.<br /><br /><br /><br />e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.<br />f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :<br />1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.<br /><br />2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.<br />3) Observasi gelembung udara botol penempung.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.<br />5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.<br /><br /><br />g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :<br />Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.<br /> Pemberian antibiotika.<br /> Pemberian analgetika.<br /> Fisioterapi dada.<br /> Konsul photo toraks. a. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.<br /><br /><br />b. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.<br />c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />e. <br />f. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.<br /><br /><br />1) Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.<br />2) Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.<br />3) gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.<br />4) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.<br /><br /><br />5) Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.<br />g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.<br /><br />2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.<br />Tujuan : Jalan napas lancar/normal<br />Kriteria hasil :<br /> Menunjukkan batuk yang efektif.<br /> Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.<br /> Klien nyaman.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.<br /><br /><br />b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.<br /><br />c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.<br />d. Lakukan pernapasan diafragma.<br /><br /><br />e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.<br />f. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.<br />g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.<br /><br /><br />h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.<br />i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.<br /><br />j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : <br />Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.<br /> Pemberian expectoran.<br /> Pemberian antibiotika.<br /> Fisioterapi dada.<br /> Konsul photo toraks. a. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br /><br />b. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.<br />c. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.<br />d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.<br />e. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.<br /><br />f. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.<br />g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.<br />h. Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.<br /><br /><br />i. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut<br />j. Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.<br /><br />3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.<br />Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.<br />Kriteria hasil :<br /> Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.<br /> Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.<br /> Pasien tidak gelisah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.<br /><br />b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.<br />c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.<br />d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.<br />e. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.<br /><br />f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.<br />g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. a. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. <br />b. Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.<br /><br />c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.<br />d. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.<br /><br /><br />e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />f. Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.<br />g. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.<br /><br /><br /><br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.<br /><br />Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.<br /><br />Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.<br /><br />Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. <br /><br />Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Muslimahwatyhttp://www.blogger.com/profile/05767877856226503375noreply@blogger.com0