EFEK SAKIT PADA NEONATUS
Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.
Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.
REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA
Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :
1. Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.
2. Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.
3. Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.
HIPOTERMIA & HIPERTERMIA
HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C – 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C – <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan faktor presipitasi
- Prematuritas
- Asfiksia
- Sepsis
- Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
- Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
- Eksposure suhu lingkungan yang dingin
Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang:
- Kaki teraba dingin
- Kemampuan menghisap lemah
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b. Hipotermia berat
- Sama dengan hipotermia sedang
- Pernafasan lambat tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c. Stadium lanjut hipotermia
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
HIPERTERMIA
Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.
Gejala hipertermia pada bayi baru lahir :
- Suhu tubuh bayi > 37,5 C
- Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
- Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang
Pengkajian hipotermia & hipertermia
1. Riwayat kehamilan
- Kesulitan persalinan dengan trauma infant
- Penyalahgunaan obat-obatan
- Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu
2. Status bayi saat lahir
- Prematuritas
- APGAR score yang rendah
- Asfiksia dengan rescucitasi
- Kelainan CNS atau kerusakan
- Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
- Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal
3. Kardiovaskular
- Bradikardi
- Takikardi pada hipertermia
4. Gastrointestinal
- Asupan makanan yang buruk
- Vomiting atau distensi abdomen
- Kehilangan berat badan yang berarti
5. Integumen
- Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
- Kulit kemerahan (hipertermia)
- Edema pada muka, bahu dan lengan
- Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
- Perspiration (hipertermia)
6. Neorologic
- Tangisan yang lemah
- Penurunan reflek dan aktivitas
- Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan
7. Pulmonary
- Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
- Retraksi dada
- Ekspirasi grunting
- Episode apnea atau takipnea (hipertermia)
8. Renal
- Oliguria
9. Study diagnostik
- Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas
- Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
- Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
- Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
- Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi
Diagnosa keperawatan
Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.
Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh
Tindakan :
1. Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
2. Kaji potensial dan aktual hipotermia atau hipertermia :
- Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
- Monitor suhu lingkungan
- Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
- Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
- Observasi warna kulit
- Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure
- Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.
Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh
Tindakan :
1. Lindungi dinding inkubator dengan
- Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
- Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
- Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
2. Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
3. Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4. Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
5. Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
6. Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7. Sesedikit mungkin membuka inkubator
8. Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9. Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)
10. Beri topi dan bungkus dengan selimut
Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin
Tindakan :
1. Kaji tanda stress dingin pada bayi :
- Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C
- Kelemahan dan iritabilitas
- Feeding yang buruk dan lethargy
- Pallor, cyanosis central atau mottling
- Kulit teraba dingin
- Warna kemerahan pada kulit
- Bradikardia
- Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
- Penurunan aktivitas dan reflek
- Distesi abdomen dan vomiting
2. Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut :
- Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit
- Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit
- Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
- Monitor serum glukosa
- Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
- Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C
Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.
Tujuan : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi
Tindakan :
1. Beri informasi pada orangtua tentang :
- Penyebab fluktuasi suhu tubuh
- Kondisi bayi
- Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh
- Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergian
1. Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
2. Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator
3. Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan
BAYI PREMATUR
Definisi :
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.
Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.
Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% – 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.
Etiologi dan faktor presipitasi:
Permasalahan pada ibu saat kehamilan :
- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Pengkajian
1. Riwayat kehamilan
- Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
- Kehamilan kembar
- Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
- Kemungkinan penyakit genetik
- Riwayat melahirkan prematur
- Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
- Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
- Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
- Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.
2. Status bayi baru lahir
- Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan
- Berat badan dibawah 2500 gram
- Kurus, lemak subkutan minimal
- Adanya kelainan fisik yang terlihat
- APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.
3. Kardiovaskular
- Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur
- Saat kelahiran, terdengar murmur
4. Gastrointestinal
- Protruding abdomen
- Keluaran mekonium setelah 12 jam
- Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
- Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital
5. Integumen
- Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
- Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
- Kurus
- Edema general atau lokal
- Kuku pendek
- Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis
6. Muskuloskeletal
- Cartilago pada telinga belum sempurna
- Tengkorak lunak
- Keadaan rileks, inaktive atau lethargi
7. Neurologik
- Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
- Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif
- Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
- Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu
- Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik
8. Pulmonary
- Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
- Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
- Terdengar crakles pada auskultasi
9. Renal
- Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
- Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine
10. Reproduksi
- Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol
- Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.
11. Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru
Tindakan :
1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
- Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan
- Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi
- Respiratory rate, kedalaman, takipnea
- Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)
- Cyanosis, penurunan suara nafas
2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :
- Bradykardi
- Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI)
- Distensi abdomen
- Suhu tubuh dan mottling
- Kebutuhan stimulasi
- Episode dan durasi apnea
- Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.
3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik
- Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik
5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal
Tindakan :
1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu
3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi
4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin
5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi
Tindakan :
1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.
4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake
5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral
6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
7. Monitor kadar gula darah
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tindakan :
1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan.
3. Timbang berat badan bayi setiap hari
4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6. Pertahankan suhu lingkungan normal
7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
- Peningkatan suhu tubuh
- Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.
- Sepsis
- Aspiksia dan hipoksia
8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Tujuan : Infeksi dapat dicegah
Tindakan :
1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice
2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan
3. Amati sampel darah dan drainase
4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin
5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
- Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
- Ikuti protokol isolasi bayi
- Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
Tindakan :
1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester.
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan
Tindakan :
1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi :
- Deficit neurologik
- Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
- Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal
- Efek obat terhadap perkembangan bayi
2. Berikan stimulasi visual :
- Arahkan cahaya lampu pada bayi
- Ayunkan benda didepan mata bayi
- Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi
3. Berikan stimulasi auditory :
- Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas
- Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan
- Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio
- Hindari suara bising di sekitar bayi
4. Berikan stimulasi tactile :
- Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
- Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
- Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas
- Berikan perubahan posisi secara teratur
5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
Tujuan :
1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
- Proses penyakit
- Prosedur perawatan
- Tanda dan gejala problem respirasi
- Perawatan lanjutan dan therapy
2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :
- Therapy home oksigen
- Ventilasi mekanik
- Fisiotherapi dada
- Therapy obat
- Therapy cairan dan nutrisi
3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya
4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.
ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.
Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang Dinilai 2 1 0 Nilai
Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada
Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0.
Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.
Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Data penunjang/Faktor kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
•Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
•Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.
•Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
•Kaji respiratori rate
•Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
•Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
•Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
•Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
•Amati intensitas tangisan
•Catat pulse apikal
•Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
•Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
•Berikan oksigen melalui masker, 4 – 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
•Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
•Berikan terapi resusitasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar