Minggu, 04 Juli 2010

LANJUT TERAPI OKSIGEN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

TERAPI OKSIGEN
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
IKHSANUDDIN AHMAD HARAHAP
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.
PROSES RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah
©2004 Digitized by USU digital library 1
dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.
VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead Space.
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.
©2004 Digitized by USU digital library 2
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
METODE PEMBERIAN O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

1. Sistem aliran rendah

Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :

a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.

- Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.

©2004 Digitized by USU digital library 3

b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.

- Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.

- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt

- Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir

- Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi

- Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

- Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.


2. Sistem aliran tinggi

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

- Keuntungan

©2004 Digitized by USU digital library 4


Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2

- Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.

BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain :

1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.

2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi

3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu

ASUHAN KEPERAWATAN
Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian ini ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang terlibat. Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2. metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapa dapat berupa kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis,k berkeringat, peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gasa darah asteri seerta pememriksaan diagnostik foto torak.
Tahap beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas
Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan untuk “Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien.
©2004 Digitized by USU digital library 5
Rencana ini selajutnya ditindak lanjuti atau di”Implementasi” dan pada akhirnya akan di”Evaluasi” sejauhmana tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau diganti.
KESIMPULAN
Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA :
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997
……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta 1993
©2004 Digitized by USU digital library 6

TERAPI OKSIGEN

TERAPI OKSIGEN
Ramang Said Hasan, S.Kep, Ns
PENGERTIAN :
Memberikan aliran gas > 20 % pada tekanan 1 atmosfir shg konsentrasi O2 meningkat dalam darah.
TUJUAN
 Mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat.
 Menurunkan kerja nafas
 Menurunkan kerja jantung.
 Memperbaiki hypoksia
INDIKASI
 Pada penurunan PaO2 dengan gejala dan tanda hipoksia, dispnoe, takhipnoe, disorientasi, gelisah, apatis atau penurunan kesadaran, tachikardia atau bradikardia dengan tekanan darah turun.
 Keadaan lain : gagal nafas akut, shok, keracunan CO.
METODE PEMBERIAN OKSIGEN
I. SISTEM ALIRAN RENDAH
 Low flow low concentration
 Kateter Nasal
 Kanul Nasal
 Low flow high concentration
 Sungkup muka sederhana
 Sungkup muka dengan kantong “rebreathing”
 Sungkup muka dengan kantong “non rebreathing”
II. SISTEM ALIRAN TINGGI
 High flow low concentration
 Sungkup venturi
 High flow high concentration
 Head box
 Sungkup CPAP



KATETER NASAL
 1-3 l/m dengan konsentrasi 24 – 32 %
 Keuntungan :
 Pemberian O2 stabil
 Pasien bebas bergerak, berbicara, makan atau minum.
 Alat murah

 Kerugian :
 Tidak dapat memberikan O2 > 3 l/m
 Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasopharing
 Kateter mudah tersumbat dengan sekret atau tertekuk
 Tehnik memasukkan kateter agak sulit
 Pada aliran tinggi terdengar suara dari aliran O2 pada nasopharing
KANUL NASAL / BINASAL
 1–6 l/m dengan konsentrasi 24–44 %
 Konsentrasi O2 akan naik 4 % pada tiap kenaikan aliran 1 l/m
 Keuntungan :
 Pemberian O2 stabil dengan tidal volume dan laju nafas teratur.
 Baik diberikan dlm jangka waktu lama
 Pasien dpt bergerak bebas, makan, minum dan berbicara
 Efisiensi dan nyaman untuk pasien

 Kerugian :
 Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, dengan belakang telinga tempat tali binasal.
 Konsentrasi oksigen akan berkurang jika pasien bernafas dengan mulut
SUNGKUP MUKA SEDERHANA
 5 – 8 l/m.
 Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasopharing dan oropharong sebagai reservoar anatomik

SUNGKUP MUKA REBREATHING
 Aliran yang diberikan 8 – 12 l/m dengan konsentrasi 40 – 60 %
 Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi, 1/3 bagian volume ekshalasi masuk ke kantong, 2/3 bagian volume ekshalasi melewati lubang – lubang pada bagian samping.
SUNGKUP MUKA NON REBREATHING
 Aliran yang diberikan 8 – 12 l/m dengan konsentrasi 80 - 100 %
 Udara inspirasi tidak tercampur dengan udara ekspirasi.
 Tidak dipengaruhi oleh udara luar.





Kerugian pada penggunaan Sungkup :
 Mengikat (sungkup harus terus melekat pada pipi / wajah pasien untuk mencegah kebocoran)
 Lembab
 Pasien tidak dapat makan, minum atau berbicara
 Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien yang tidak sadar atau anak – anak.
SUNGKUP VENTURI
 Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi O2 24 – 50 %
 Dipakai pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur


Persiapan Alat :
 Tabung O2 lengkap dengan manometer
 Pengukur aliran / flow meter
 Botol pelembab (humidifier) yang sudah diisi air matang untuk melembabkan udara
 Selang zat asam
 Kedok zat asam / canula hidung ganda / tenda O2
 Alat resusitasi lengkap bila mungkin disediakan
Persiapan Pasien :
 Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang kan dilakukan tindakan bila sadar
Pelaksanaan :
 Isi tabung diperiksa dan dicoba
 Slang O2 dihubungan dengan kedok zat asam / canula hidung ganda
 Flow meter dibuka dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan biasanya 2 - 3 liter / menit.
 Memberikan O2 sangat sederhana dengan mempergunakan kedok zat asam/canula hidung ganda, bila mempergunakan kedok zat asam, kedok dipasang/ditutupkan pada mulut dan hidung, tali kedok dikaitkan dibelakang kepala dan bila menggunakan canula hidung ganda, ujung canula dimasukkan ke dlm kedua lubang hidung, dikaitkan di kedua teliga dan diikat di bawah dagu klien.
 Pasien ditanya, apakah sesaknya berkurang.
 Periksa kanula tiap 8 jam.
 Pemberian O2 dapat dilaksanakan terus-menerus / selang seling / dihentikan sesuai dengan program pengobatan
 Apabila pemberian O2 tidak digunakan lagi kedok / canula hidung ganda diangkat dan flow meter ditutup.
 Pasien dirapikan kembali
 Peralatan dibersihkan, dirapikan dan dibereskan di tempat semula
Catatan :
 Dokumentasikan waktu pemakaian & penghentian terapi O2, serta jumlah pemakaian O2.

CARA Tanda Vital

Tanda Vital
Pendahuluan
 Pengukuran yang banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah tanda – tanda vital berupa Suhu Badan, Respirasi, Tekanan Darah, dan Saturasi O2.
 Tanda – tanda vital adalah data yang dapat menunjang dalam mengetahui keadaan pasien.
Mengukur Suhu Tubuh
Suatu usaha untuk mengetahui / mengukur suhu tubuh pasien dengan menggunakan termometer.
Satuan suhu dalam 0C (derajat celcius)
 Suhu normal : 360 C – 37,50 C
 Hipotermi : Suhu tubuh < 36 0 c
 Hipertemi : > 400 C
Prosedur Kerja
 Persiapan Alat
 Termometer bersih dalam tempatnya
3 buah botol masing-masing berisi larutan sabun, desinfektan, Air bersih
 Tissu / kassa
 Bengkok
 Buku catatan suhu
 Penjelasan kepada pasien
 Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Gunakan sarung tangan sekali pakai untuk menghindari kontak dengan ciaran tubuh (misalnya air ludah atau kotoran/faeces).
 Kalau perlu baju pasien di buka, ketiak dikeringkan.
 Periksa termometer, apakah air raksa berada di bawah angka 35,50 C. Bila di atas angka tersebut, turunkan dengan cara, pegang ujung atas Termometer dengan aman dan jauhkan dari benda sekitarnya, kemudian kibaskan secara mencolok.
 Lalu jepitkan dengan Reservoarnya tepat ditengah ketiak dan lengan pasien diletakkan di dada
 Setelah 5 – 10 menit termometer diangkat dan dibaca, hasilnya dicatat pada buku
 Termometer dicelupkan dalam larutan sabun, dilap dengan potongan tissu/kassa, kemudian masukkan dalam larutan desinfektan, dibersihkan dengan air bersih lalu keringkan.
 Selanjutnya air raksa diturunkan kembali pada angka Nol dan letakkan pada tempatnya.
 Perawat cuci tangan
Mengukur Pernafasan
 Mengetahui frekwensi pernapasan selama 1 menit.
 < 2 bulan : ≥ 60 x / menit
 2 bln – 1 tahun : ≥ 50 x / menit
 1 – 5 tahun : > 40 x / menit
Prosedur Kerja
 Persiapan Alat
 Arloji dengan penunjuk detik
 Catatan pernapasan pasien
 Pasien diberi penjelasan

 Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Menghitung pernafasan selama satu menit
 Observasi frekwensi irama danm volume
 Mencatat hasil tindakan dan respon pasien
 Cuci tangan dan bereskan alat.
Mengukur Tekanan Darah
 Normal : 120/90 mmHg
 Hipertensi ringan : sistolik 140 – 159 mmHg, diastolik 90 – 99 mmHg.
 Hipertensi sedang : Sistolik 160 – 179 mmHg, diastolik 100 – 109 mmHg.
 Hipertensi berat : Sistolik180 – 209 mmHg, diastolik 110 – 119 mmHg.
 Hipertensi sangat berat : Sistolik diatas 210 mmHg, diastolik diatas 120 mmHg.
Prosedur Kerja
 Persiapan Alat :
 Stetoskop.
 Sfigmomanometer atau Tensi meter dengan manset.
 Buku catatan dan balpoint.
 Persiapan pasien :
 Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang kan dilakukan.
 Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.
 Pelaksanaan
 Lengan baju dibuka / digulung
 Palpasi Arteri Brahialis, posisi manset berada 2,5 cm di atas sisi pulsasi.
 Manset tensimeter dipasang dilengan atas dengan posisi panah di tengah manset berada tepat di tengah.
 Manset dipasang tidak terlalu kuat / tidak terlalu longar, skrup balon ditutup.
 Arteri brachialis diraba sambil mengembangkan manset dengan cepat sampai tekanan 30 mmHg di atas titik ketika nadi hilang lalu kempiskan manset, dengan perlahan kemudian perhatikan titik saat nadi teraba. Turunkan air raksa sampai titik nol.
 Tunggu sampai + 30 detik Lalu stetoskop ditempelkan di titik nadi, balon dipompa sampai 30 mmHg di atas titik sistolik palpasi klien.
 Skrup balon dibuka perlahan-lahan, air raksa turun perlahan-lahan dengan kecepatan 2 – 3 mmHg, sambil memperhatikan turunnya air raksa dengarkan bunyi denyutan pertama
 Skala permukaan air raksa pada waktu terdengar denyutan pertama disebut tekanan sistole (120 mmHg).
 Dengarkanlah terus sampai denyutan yang terakhir dikala permukaan air raksa pada waktu denyutan terakhir membuat tekanan diastole (80mmHg).
 Pencatatan hasil dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Sistole diatas Diastole dibawah
 Misal : 120 / 80 mmHg
Menghitung Nadi :
 Menghitung frrekwensi denyut nadi pasien dalam waktu satu menit
 Nadi normal
 Untuk Bayi : 120 – 140 x / menit
 Anak : 100 – 120 x / menit
 Dewasa : 60 - 100 x / menit
 Persipan Alat
 Arloji tangan dengan penunjuk detik
 Catatan nadi
 Pasien diberi penjelasan
 Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Mengitung denyut nadi selama satu menit
 Observasi frekwensi, irama
 Mencatat hasil tindakan dan respon pasien
 Cuci tangan dan bereskan alat

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN WAHAM

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN WAHAM

SP 1 P : Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas pagi ini di Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”

KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R rasakan?”
“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?”
“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak R?”
SP 2 P : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”

KERJA :
“Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.”
“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?”
“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak R ini. Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?”
“Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?”

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan pak R?”
“Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju pak?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum, setuju?”







SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”

KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”

TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”


STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA
KELUARGA PASIEN DENGAN WAHAM

SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga ; mengidentifikasi masalah; menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas diruang melati ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu nma bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara merawat pak R dirumah.”
“Dimana bapak mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?”
“Berapa lama bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 0 menit saja?”

KERJA :
“Pak S, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah pak R lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-ngaku sebagi seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi hanya merupak salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara enghadapinya. Setiap kali pak R berkata bahwa ia seorang nabi, pak S dan ibu berikap dengan mengatakan;
Pertama: Pak S atau ibu mengerti bahwa pak R merasa seorang nabi, tapi sulit bagi pak S dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nai tidak ada yang hidup didunia.
Kedua: Pak S atau ibu harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal yang baik”
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi dengan pak R. Bapak dan ibu dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang kebutuhan yang diinginkan oleh pak R, misalnya; Pak S dan ibu percaya kalau pak R punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan punya kemampuan”






Keempat: Pak S atau ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan untuk bermain suling dengan baik dicoba sekarang” dan kemudian setelah dia melakukannya pak S dan ibu harus memberikan pujian.
Pak S dan ibu jangn lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Pak R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang cara merawat pak R dirumah nanti?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung kerumah sakit.”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan kita tadi.”
“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu kedatangan bapak dan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya pak,bu.”
















SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.

ORIENTASI:
“Assalamualaikum pak, bu sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaimana pak, bu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien seperti yang telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan latihan cara-cara merawat pasien tersebut ya pak, bu.”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?”

KERJA:
“Sekarang anggap saja saya pak Ryang sedang mengaku nabi, coba bapak dan ibu praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti ini!”
“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”
“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan positifnya sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawata Pak R.”
“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk pak R!”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke sini dan kita akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai bapak dan ibu lancer elakukannya?”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di tempat ini ya pak,bu.”










SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

ORIENRASI:
“Assalamualaikum pak, bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”
“Bagaimana pak, bu selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat pak R?”
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak dan ibu ikut saya”
“Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 30 menit saja? Sebelum ibu dan bapak menyelesaikan administrasinya”

KERJA:
“Pak, bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar ia tetap melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakannya).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan oleh pak R selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan tidak memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi petugas rumah sakit, agar petugas rumah sakit dapat memantaunya.”

TERMINASI:
“Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu? Sudah siap unutk melanjutkan dirumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada apa-apa bapa dan ibu segera menhubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan bap dan ibu mohon dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya pak,bu.”
“Silahkan ibu dan Bapak unutk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor depan!”

PEREKAMAN EKG

PEREKAMAN EKG
Ramang Said Hasan, S.Kep, Ns.
PENGERTIAN
• Elektrokardiografi adalah Ilmu yg mempelajari aktifitas listrik jantung
• Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.
Prosedur Perekaman EKG
PERSIAPAN
A. Alat :
1. Mesin EKG (Kabel listrik, ground, kabel elektroda, Balon pengisap, plat elektroda/karet pengikat)
2. Jelly
3. Tissue
4. Gaas/kapas alkohol
5. Spidol
6. Kertas EKG
B. Pasien.
1. Penjelasan (tujuan, hal2 yg perlu diperhatikan saat perekaman
2. Dinding dada hrs terbuka
CARA KERJA
• Hidupkan mesin EKG
• Posisikan pasien
• Bersihkan dada dengan kapas/gaas alkohol, ekstremitas, cukur bila ada rambut.
• Keempat elektroda diberi jelly
• Pasang elektroda ekstremitas
• Dada diberi jelly sesuai lokasi
• Pasang elektroda dada
• Buat kalibrasi sebanyak 3 kali
• Rekam setiap 3 – 4 beat
• Setelah selesai perekaman, kalibrasi ulang
• Semua elektroda dilepas
• Bersihkan jelly di tubuh pasien
• Beritahu pasien bhw perekaman selesai
• Matikan mesin EKG
• Catat : Nama pasien, umur, jam, tanggal, bulan dan tahun pembuatan dan nama pembuat
• Bersihkan dan rapihkan alat2
Perhatian :
 Sebelum bekerja periksa kecepatan 25 mm/dtk, voltase 1 mVolt.
 Hindari gangguan listrik dan mekanik saat perekaman
 Saat perekaman perawat harus menghadap pasien
 Privacy pasien

TUGAS PENGKAJIAN DIAGNOSTIK SISTEM ENDOKRIN

PENGKAJIAN DIAGNOSTIK SISTEM ENDOKRIN
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Hipofisis
 Foto Tengkorak (cranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
 Foto Tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya kesamping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.
 CT Scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak bergerak selama prosedur.
 Pemeriksaan Darah dan Urin
 KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10 µg/ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkt kadarnya. Specimen adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
 KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah kurang lebih 5 cc. Tanpa persiapan khusus.
 KADAR ADRENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
 Tidak ada pembatasan makanan dan minuman
 Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol atau antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
 Bila obat-obatan harus diberikan, lampiran jenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman specimen.
 Cegah stres fisik dan psikologis


Pelaksanaan
 Klien diberi dexametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari.
 Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc.
 Urine ditampung selama 24 jam.
 Kirim spesimen (darah dan urin) ke laboratorium.
Hasil
Normal bila ;
 ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl.
 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian dexametason 1 mg/oral tengah malam, baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam. Specimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan eksresi 17 OHCS dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Tiroid
 Up take Radioaktif (RAI)
Tujuan pemeriksaan darah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodide.
Persiapan
 Klien puasa 6-8 jam.
 Jelaskan tujuan dan prosedur.
Pelaksanaan
 Klien diberikan Radioaktif Iodium (I¹³¹ ) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh diatas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan.
 Juga dapat diukur clearence I¹³¹ melalui ginjal dengan mengumpulkan urine selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif Iodiumnya.
Banyaknya I¹³¹ yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut
 Normal : 10-35 %
 Kurang dari : 10 % disebut menurun, dapat terjadi pada hipotiriodisme.
 Lebih dari : 35 % disebut meninggi dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisisensi Iodium yang suddah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme.
 T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
Nilai normal pada oang dewasa :
Iodium bebas : 0,1-0,6 mg/dl
T3 : 0,2-0,3 mg/dl
T4 : 6-12 mg/dl
Nilai normal pada bayi/anak :
T3 : 180-240 mg/dl
 Up take Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
Nilai normal :
Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin
Anak : pada umumnya tidak ada.
 Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur Iodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.
 Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan unutk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh dibawah kondisi basal selama beberapa waktu.
Persiapan
 Klien puasa selama 12 jam
 Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stres.
 Klien harus tidur paling tidak 8 jam.
 Tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedatif.
 Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya.
 Tidak oleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan.
Pelaksanaan
 Segerah setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi.
 Dihitung dengan rumus ; BMR (0,75 x pulse) + (0,74 x Tek nadi) – 72.
 Nilai normal BMR : 10 s/d 15 %
Pertimbangkan faktor umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh dengan kebutuhan oksigen jaringan. Pada klien yang sangat cemas, dapat diberikan fenobarbital yang pengukurannya disebut Sommolent Metabolisme Rate. Nilai normalnya 8-13% lebih rendah dari BMR.
 Scanning Tyroid
Dapat digunakan beberapa teknik antara lain :
Radio lodine Scanning. Digunakan unutk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin (20%) adalah ganas.
Up Take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan iodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Paratiroid
 Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium, plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (Fine white cloud) menunjukan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.
Persiapan
 Urine 24 jam ditampung.
 Makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut
Pelaksanaan
 Masukkan urine 3 ml kedalam tabung (2 tabung)
 Kedalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol.
Pembacaan hasil secara kwantitatif :
 Negatif (-) : Tidak terjadi kekeruhan.
 Positif (+) : Terjadi kekeruhan yang halus.
 Positif (++) : Kekeruhan sedang
 Positif (+++) : Kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik.
 Positif (++++) : Kekeruhan hebat, terjadi seketika.
 Percobaan Ellwort-Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon.
Cara pemeriksaan
Klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urine ditampung dan diukur kadar pospornya. Pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 x nilai normal. Pada hiperparatiroid , diuresis pospornya tidak banayak berubah.



 Percobaan kalsium intravena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurag. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
 Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisin dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa noral atau meningkat. Pada hiper tiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
 Pemeriksaan Elektrocardiogram (EKG)
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung . Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang memanjang, sedangkan hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.
 Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Pankreas
 Pemeriksaan Glukosa
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal :
Dewasa : 70-110 md/dl
Bayi : 50-80 mg/d
Anak-anak : 60-100 mg/dl
Persiapan
 Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan.
 Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan
Pelaksaaan
 Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10 cc.
 Gunakan anti koagulasi bila pemeriksan tidak dapat dilakukan segera.
 Bila klien mendapat pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.
 Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program.

Gula darah 2 jam setelah dimakan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP(post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah 2 jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan gula darah puasa, kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah 2 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung pada kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu didingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dpat memepengaruhi hasil pemeriksaan bagi klien yang mendapat obat-obatan sementara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Adrenal
 Pemeriksaaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal :
Dewasa wanita : 37-47 %
Dewasa pria : 45 -54 %
Anak-anak : 31-43 %
Bayi : 30-40 %
Neonatal : 44-62 %
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung dari atau melalui fungsi intravena. Bubuhi antikoagulan kedalam darah untuk mencegah pembekuan.
Pemeriksaan Elektrolit serum ( Na,k,Cl) dengan
Nilai normal
Natrium : 310-335 mg (13,6-14 meq/liter)
Kalium : 14-20 mg% (3,5-5,0 meq/liter)
Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq/liter)
Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.
 Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine dalam 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.
 Stimulasi Test
Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.



DAFTAR PUSTAKA

Guyton, arthur. C. 1996. Buku ajar fisiologi kedokteran. Cet. 4, ed. 7. Jakarta : EGC.
Hartanto, huriawati,2005. Kamus saku mosby kedokteran, keperawatan, kesehatan. Jakarta : EGC
http : //www. Harun yahya.com/indo/buku/hormon/images_hormon/80.jpg
Rumahorbo, hotma. 2005. Askep klien dengan gangguan sistem endokrin. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mehasiswa perawat. Jakarta : EGC

CARA Pemasangan cahteter urine

Pemasangan
cahteter urine
Wijoyo Mohune

Pengertian
Pemasangan selang karet/plastik /metal melalui uretra ke dalam kandung kemih
Tujuan
 Menghilangkan distensi kandung kemih
 Penatalaksanaan kandung kemih incompeten
 Mendapatkan spesimen urine steril
 Pengkajian residu urine setelah berkemih
Persiapan alat
 Troly instrumen
 Sarung tangan steril
 Duk steril
 Kateter steril sekali pakai Polychateter urine
 Pelumas/jely khusus
 Kasa steril 2-4 potong
 Cairan anti septik mis betadine
 Spuit 10 – 20 cc yang sudah terisi larutan untuk mengembangkan balon ada kateter indwelling (aqudes/nacl)
 Urine bag/nerbeken/urinal
 Pingset/klem arteri
 Lampu sorot bila perlu
 Plester (untuk fiksasi/identitas)
 Selimut mandi
 Pengalas/zeil
 Alat cukur bila perlu
Prosedur kerja pada pria
 Mencuci tangan
 Menjelaskan prosedur dan tujuan pada pasien/keluarga
 Mengatur posisi pasien supine dan kedua kaki dilebarkan
 Menempatkan penutup di atas kedua paha
 Bila perlu cukur bulu pubis
 Mencuci tangan dan memasang sarung tangan steril
 Meletakkan lubang duk steril di atas sekitar perineal
 Mengolesi kateter dengan jeli pelumas 1-2 cc
 Mencuci gland penis di sekitar meatus dengan antiseptik menggunakan kasa steril/betadin
 Memegang penis dan menegakkannya
 Memasukkan kateter ke dalam uretra (15-25 cm) sampai urine mengalir ke luar dengan pingset/klem arteri/kasa steril
 Menarik penis sedikit ke bawah jika agak sulit memasukkan kateter
 Menampung urine pada botol steril untuk pemeriksaan dan menampung sisanya pada tempat yang telah disediakan/urinal/neerbeken
 Jika urine sudah keluar, masukkan kateter ke dalam ± 2,5 cm
 Mencabut kateter jika urine sudah habis atau mengembangkan balon kateter dengan menggunakan spuit berisi air/NaCl steril/aquades untuk isi/volume sesuaikan keterangan pada dengan chateter urine
 Tarik perlahan2 bagian luar chateter urine untuk mastikan balon mengembang baik
 Memfiksasi kateter ke abdomen bawah kiri/kanan melewati atas paha
 Menyambung kateter dengan plastik urine (urinal bag) ini dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum chateter urine dimasukkan ke uretra bila tidak ada pengambilab sampel urina
 Mendokumentasikan hasil pemasangan kateter urine dan respon pasien pada catatan pasien












Prosedur untuk wanita
Prinsipnya sama dengan pemasangan pada pria
 Mengatur posisi pasien supine dan lithotomi
 Memisahkan labia minora dan meletakkan satu tangan untuk mempertahankan posisi
 Membersihkan area meatus dari atas ke bawah memakai kasa steril hanya satu kali pakai untuk setiap kasa

Kewaspadaan/hal2 yang peru diperhatikan
 Tetap menjaga privasi pasien
 Pemasangan chateter urine dilakukan oleh satu orang kecuali dalam situasi tertentu
 Pertahankan kesterilan selama pemasangan dan terpasang
 Isi/kembangkan balon untuk chateter menetap sesuai standar yg tertera pada chateter urine
 Lama pemasangan chateter urine menetap sesuai standar yg tertera pada chateter urine
 Sesuaikan nomor/ukuran chateter urine dengan besar orifisium uretra
 Rawat chateter urine setiap hari atau bila diperlukan dengan tehnik aseptik
 Perhatikan tanda2 infeksi dan perembesan urine setiap melakukan perawatan chateter urine
 Sebaiknya balon dites terlebih dahulu sebelum dipasang
 Jangan memaksakan pemasangan chateter urine bila ada hambatan (konsultasikan keteman sejawat/dokter)
 Pastikan vesika urunari/bleder terisi/teraba
 Pastikan tanggal pemasangan tertulis dengan jelas (pada plester)
 Rencanakan tanggal untuk melepaskan chateter urine di papan tindakan
 untuk mengembankan balon ada yg menggunakan needle/tdk menggunakan needle untuk yang mengunakan needle hati2 waktu penusukkan
 Pastikan urinne keluar dulu saat dipasang kemudian dorong masuk chateter urine sekitar 5 cm at lebih kemudian kembangkan balon
 Jelaskan dan anjurkan pasien untuk melaporkan setiap keluhan yang dirasakan setelah pemasangan chateter urine
 Pastikan urine bag tertutup rapat saat di koneksi dengan chateter urine
 Urine bag ada 2 macam yakni yang steril dan non steril untuk yang steril sampel urina dapat di ambil melalui urine bag pada tempat yang sudah disediakan
 Gantung urine bag pada tempat yang sudah tersedia samping tempat tidur bila ada
 Jangan mengantung urine bag dengan posisi chateter urine terlalu tertarik sebaiknya dalam keadaan bebas
 Jangan mengisi/mengantung urine bag dengan tas plastik/kresek
 Perhatikan/awasi urine bag perhatikan kebocoran at atau urine melebihai kapasitas tampung
 Hindari memfiksasi chateter urine melalui bagian bawah paha(posisi tidur)
 chateter urine pria dimasukkan sekitar 15-25 cm pada wanita 5-10 cm
 Untuk wanita lebbih sulit pemasangan terutama pada wanita tua/ chateter urine bisa masuk ke vagina