Minggu, 04 Juli 2010

LANJUT TERAPI OKSIGEN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

TERAPI OKSIGEN
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
IKHSANUDDIN AHMAD HARAHAP
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.
PROSES RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah
©2004 Digitized by USU digital library 1
dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.
VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead Space.
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.
©2004 Digitized by USU digital library 2
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
METODE PEMBERIAN O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

1. Sistem aliran rendah

Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :

a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.

- Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.

©2004 Digitized by USU digital library 3

b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.

- Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.

- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt

- Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir

- Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi

- Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

- Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.


2. Sistem aliran tinggi

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

- Keuntungan

©2004 Digitized by USU digital library 4


Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2

- Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.

BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain :

1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.

2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi

3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu

ASUHAN KEPERAWATAN
Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian ini ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang terlibat. Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2. metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapa dapat berupa kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis,k berkeringat, peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gasa darah asteri seerta pememriksaan diagnostik foto torak.
Tahap beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas
Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan untuk “Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien.
©2004 Digitized by USU digital library 5
Rencana ini selajutnya ditindak lanjuti atau di”Implementasi” dan pada akhirnya akan di”Evaluasi” sejauhmana tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau diganti.
KESIMPULAN
Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA :
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997
……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta 1993
©2004 Digitized by USU digital library 6

TERAPI OKSIGEN

TERAPI OKSIGEN
Ramang Said Hasan, S.Kep, Ns
PENGERTIAN :
Memberikan aliran gas > 20 % pada tekanan 1 atmosfir shg konsentrasi O2 meningkat dalam darah.
TUJUAN
 Mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat.
 Menurunkan kerja nafas
 Menurunkan kerja jantung.
 Memperbaiki hypoksia
INDIKASI
 Pada penurunan PaO2 dengan gejala dan tanda hipoksia, dispnoe, takhipnoe, disorientasi, gelisah, apatis atau penurunan kesadaran, tachikardia atau bradikardia dengan tekanan darah turun.
 Keadaan lain : gagal nafas akut, shok, keracunan CO.
METODE PEMBERIAN OKSIGEN
I. SISTEM ALIRAN RENDAH
 Low flow low concentration
 Kateter Nasal
 Kanul Nasal
 Low flow high concentration
 Sungkup muka sederhana
 Sungkup muka dengan kantong “rebreathing”
 Sungkup muka dengan kantong “non rebreathing”
II. SISTEM ALIRAN TINGGI
 High flow low concentration
 Sungkup venturi
 High flow high concentration
 Head box
 Sungkup CPAP



KATETER NASAL
 1-3 l/m dengan konsentrasi 24 – 32 %
 Keuntungan :
 Pemberian O2 stabil
 Pasien bebas bergerak, berbicara, makan atau minum.
 Alat murah

 Kerugian :
 Tidak dapat memberikan O2 > 3 l/m
 Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasopharing
 Kateter mudah tersumbat dengan sekret atau tertekuk
 Tehnik memasukkan kateter agak sulit
 Pada aliran tinggi terdengar suara dari aliran O2 pada nasopharing
KANUL NASAL / BINASAL
 1–6 l/m dengan konsentrasi 24–44 %
 Konsentrasi O2 akan naik 4 % pada tiap kenaikan aliran 1 l/m
 Keuntungan :
 Pemberian O2 stabil dengan tidal volume dan laju nafas teratur.
 Baik diberikan dlm jangka waktu lama
 Pasien dpt bergerak bebas, makan, minum dan berbicara
 Efisiensi dan nyaman untuk pasien

 Kerugian :
 Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, dengan belakang telinga tempat tali binasal.
 Konsentrasi oksigen akan berkurang jika pasien bernafas dengan mulut
SUNGKUP MUKA SEDERHANA
 5 – 8 l/m.
 Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasopharing dan oropharong sebagai reservoar anatomik

SUNGKUP MUKA REBREATHING
 Aliran yang diberikan 8 – 12 l/m dengan konsentrasi 40 – 60 %
 Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi, 1/3 bagian volume ekshalasi masuk ke kantong, 2/3 bagian volume ekshalasi melewati lubang – lubang pada bagian samping.
SUNGKUP MUKA NON REBREATHING
 Aliran yang diberikan 8 – 12 l/m dengan konsentrasi 80 - 100 %
 Udara inspirasi tidak tercampur dengan udara ekspirasi.
 Tidak dipengaruhi oleh udara luar.





Kerugian pada penggunaan Sungkup :
 Mengikat (sungkup harus terus melekat pada pipi / wajah pasien untuk mencegah kebocoran)
 Lembab
 Pasien tidak dapat makan, minum atau berbicara
 Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien yang tidak sadar atau anak – anak.
SUNGKUP VENTURI
 Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi O2 24 – 50 %
 Dipakai pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur


Persiapan Alat :
 Tabung O2 lengkap dengan manometer
 Pengukur aliran / flow meter
 Botol pelembab (humidifier) yang sudah diisi air matang untuk melembabkan udara
 Selang zat asam
 Kedok zat asam / canula hidung ganda / tenda O2
 Alat resusitasi lengkap bila mungkin disediakan
Persiapan Pasien :
 Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang kan dilakukan tindakan bila sadar
Pelaksanaan :
 Isi tabung diperiksa dan dicoba
 Slang O2 dihubungan dengan kedok zat asam / canula hidung ganda
 Flow meter dibuka dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan biasanya 2 - 3 liter / menit.
 Memberikan O2 sangat sederhana dengan mempergunakan kedok zat asam/canula hidung ganda, bila mempergunakan kedok zat asam, kedok dipasang/ditutupkan pada mulut dan hidung, tali kedok dikaitkan dibelakang kepala dan bila menggunakan canula hidung ganda, ujung canula dimasukkan ke dlm kedua lubang hidung, dikaitkan di kedua teliga dan diikat di bawah dagu klien.
 Pasien ditanya, apakah sesaknya berkurang.
 Periksa kanula tiap 8 jam.
 Pemberian O2 dapat dilaksanakan terus-menerus / selang seling / dihentikan sesuai dengan program pengobatan
 Apabila pemberian O2 tidak digunakan lagi kedok / canula hidung ganda diangkat dan flow meter ditutup.
 Pasien dirapikan kembali
 Peralatan dibersihkan, dirapikan dan dibereskan di tempat semula
Catatan :
 Dokumentasikan waktu pemakaian & penghentian terapi O2, serta jumlah pemakaian O2.

CARA Tanda Vital

Tanda Vital
Pendahuluan
 Pengukuran yang banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah tanda – tanda vital berupa Suhu Badan, Respirasi, Tekanan Darah, dan Saturasi O2.
 Tanda – tanda vital adalah data yang dapat menunjang dalam mengetahui keadaan pasien.
Mengukur Suhu Tubuh
Suatu usaha untuk mengetahui / mengukur suhu tubuh pasien dengan menggunakan termometer.
Satuan suhu dalam 0C (derajat celcius)
 Suhu normal : 360 C – 37,50 C
 Hipotermi : Suhu tubuh < 36 0 c
 Hipertemi : > 400 C
Prosedur Kerja
 Persiapan Alat
 Termometer bersih dalam tempatnya
3 buah botol masing-masing berisi larutan sabun, desinfektan, Air bersih
 Tissu / kassa
 Bengkok
 Buku catatan suhu
 Penjelasan kepada pasien
 Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Gunakan sarung tangan sekali pakai untuk menghindari kontak dengan ciaran tubuh (misalnya air ludah atau kotoran/faeces).
 Kalau perlu baju pasien di buka, ketiak dikeringkan.
 Periksa termometer, apakah air raksa berada di bawah angka 35,50 C. Bila di atas angka tersebut, turunkan dengan cara, pegang ujung atas Termometer dengan aman dan jauhkan dari benda sekitarnya, kemudian kibaskan secara mencolok.
 Lalu jepitkan dengan Reservoarnya tepat ditengah ketiak dan lengan pasien diletakkan di dada
 Setelah 5 – 10 menit termometer diangkat dan dibaca, hasilnya dicatat pada buku
 Termometer dicelupkan dalam larutan sabun, dilap dengan potongan tissu/kassa, kemudian masukkan dalam larutan desinfektan, dibersihkan dengan air bersih lalu keringkan.
 Selanjutnya air raksa diturunkan kembali pada angka Nol dan letakkan pada tempatnya.
 Perawat cuci tangan
Mengukur Pernafasan
 Mengetahui frekwensi pernapasan selama 1 menit.
 < 2 bulan : ≥ 60 x / menit
 2 bln – 1 tahun : ≥ 50 x / menit
 1 – 5 tahun : > 40 x / menit
Prosedur Kerja
 Persiapan Alat
 Arloji dengan penunjuk detik
 Catatan pernapasan pasien
 Pasien diberi penjelasan

 Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Menghitung pernafasan selama satu menit
 Observasi frekwensi irama danm volume
 Mencatat hasil tindakan dan respon pasien
 Cuci tangan dan bereskan alat.
Mengukur Tekanan Darah
 Normal : 120/90 mmHg
 Hipertensi ringan : sistolik 140 – 159 mmHg, diastolik 90 – 99 mmHg.
 Hipertensi sedang : Sistolik 160 – 179 mmHg, diastolik 100 – 109 mmHg.
 Hipertensi berat : Sistolik180 – 209 mmHg, diastolik 110 – 119 mmHg.
 Hipertensi sangat berat : Sistolik diatas 210 mmHg, diastolik diatas 120 mmHg.
Prosedur Kerja
 Persiapan Alat :
 Stetoskop.
 Sfigmomanometer atau Tensi meter dengan manset.
 Buku catatan dan balpoint.
 Persiapan pasien :
 Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang kan dilakukan.
 Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.
 Pelaksanaan
 Lengan baju dibuka / digulung
 Palpasi Arteri Brahialis, posisi manset berada 2,5 cm di atas sisi pulsasi.
 Manset tensimeter dipasang dilengan atas dengan posisi panah di tengah manset berada tepat di tengah.
 Manset dipasang tidak terlalu kuat / tidak terlalu longar, skrup balon ditutup.
 Arteri brachialis diraba sambil mengembangkan manset dengan cepat sampai tekanan 30 mmHg di atas titik ketika nadi hilang lalu kempiskan manset, dengan perlahan kemudian perhatikan titik saat nadi teraba. Turunkan air raksa sampai titik nol.
 Tunggu sampai + 30 detik Lalu stetoskop ditempelkan di titik nadi, balon dipompa sampai 30 mmHg di atas titik sistolik palpasi klien.
 Skrup balon dibuka perlahan-lahan, air raksa turun perlahan-lahan dengan kecepatan 2 – 3 mmHg, sambil memperhatikan turunnya air raksa dengarkan bunyi denyutan pertama
 Skala permukaan air raksa pada waktu terdengar denyutan pertama disebut tekanan sistole (120 mmHg).
 Dengarkanlah terus sampai denyutan yang terakhir dikala permukaan air raksa pada waktu denyutan terakhir membuat tekanan diastole (80mmHg).
 Pencatatan hasil dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Sistole diatas Diastole dibawah
 Misal : 120 / 80 mmHg
Menghitung Nadi :
 Menghitung frrekwensi denyut nadi pasien dalam waktu satu menit
 Nadi normal
 Untuk Bayi : 120 – 140 x / menit
 Anak : 100 – 120 x / menit
 Dewasa : 60 - 100 x / menit
 Persipan Alat
 Arloji tangan dengan penunjuk detik
 Catatan nadi
 Pasien diberi penjelasan
 Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Mengitung denyut nadi selama satu menit
 Observasi frekwensi, irama
 Mencatat hasil tindakan dan respon pasien
 Cuci tangan dan bereskan alat

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN WAHAM

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN WAHAM

SP 1 P : Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas pagi ini di Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”

KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R rasakan?”
“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?”
“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak R?”
SP 2 P : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”

KERJA :
“Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.”
“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?”
“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak R ini. Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?”
“Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?”

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan pak R?”
“Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju pak?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum, setuju?”







SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”

KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”

TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”


STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA
KELUARGA PASIEN DENGAN WAHAM

SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga ; mengidentifikasi masalah; menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas diruang melati ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu nma bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara merawat pak R dirumah.”
“Dimana bapak mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?”
“Berapa lama bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 0 menit saja?”

KERJA :
“Pak S, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah pak R lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-ngaku sebagi seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi hanya merupak salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara enghadapinya. Setiap kali pak R berkata bahwa ia seorang nabi, pak S dan ibu berikap dengan mengatakan;
Pertama: Pak S atau ibu mengerti bahwa pak R merasa seorang nabi, tapi sulit bagi pak S dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nai tidak ada yang hidup didunia.
Kedua: Pak S atau ibu harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal yang baik”
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi dengan pak R. Bapak dan ibu dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang kebutuhan yang diinginkan oleh pak R, misalnya; Pak S dan ibu percaya kalau pak R punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan punya kemampuan”






Keempat: Pak S atau ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan untuk bermain suling dengan baik dicoba sekarang” dan kemudian setelah dia melakukannya pak S dan ibu harus memberikan pujian.
Pak S dan ibu jangn lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Pak R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang cara merawat pak R dirumah nanti?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung kerumah sakit.”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan kita tadi.”
“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu kedatangan bapak dan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya pak,bu.”
















SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.

ORIENTASI:
“Assalamualaikum pak, bu sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaimana pak, bu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien seperti yang telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan latihan cara-cara merawat pasien tersebut ya pak, bu.”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?”

KERJA:
“Sekarang anggap saja saya pak Ryang sedang mengaku nabi, coba bapak dan ibu praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti ini!”
“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”
“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan positifnya sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawata Pak R.”
“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk pak R!”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke sini dan kita akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai bapak dan ibu lancer elakukannya?”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di tempat ini ya pak,bu.”










SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

ORIENRASI:
“Assalamualaikum pak, bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”
“Bagaimana pak, bu selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat pak R?”
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak dan ibu ikut saya”
“Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 30 menit saja? Sebelum ibu dan bapak menyelesaikan administrasinya”

KERJA:
“Pak, bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar ia tetap melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakannya).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan oleh pak R selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan tidak memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi petugas rumah sakit, agar petugas rumah sakit dapat memantaunya.”

TERMINASI:
“Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu? Sudah siap unutk melanjutkan dirumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada apa-apa bapa dan ibu segera menhubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan bap dan ibu mohon dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya pak,bu.”
“Silahkan ibu dan Bapak unutk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor depan!”

PEREKAMAN EKG

PEREKAMAN EKG
Ramang Said Hasan, S.Kep, Ns.
PENGERTIAN
• Elektrokardiografi adalah Ilmu yg mempelajari aktifitas listrik jantung
• Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.
Prosedur Perekaman EKG
PERSIAPAN
A. Alat :
1. Mesin EKG (Kabel listrik, ground, kabel elektroda, Balon pengisap, plat elektroda/karet pengikat)
2. Jelly
3. Tissue
4. Gaas/kapas alkohol
5. Spidol
6. Kertas EKG
B. Pasien.
1. Penjelasan (tujuan, hal2 yg perlu diperhatikan saat perekaman
2. Dinding dada hrs terbuka
CARA KERJA
• Hidupkan mesin EKG
• Posisikan pasien
• Bersihkan dada dengan kapas/gaas alkohol, ekstremitas, cukur bila ada rambut.
• Keempat elektroda diberi jelly
• Pasang elektroda ekstremitas
• Dada diberi jelly sesuai lokasi
• Pasang elektroda dada
• Buat kalibrasi sebanyak 3 kali
• Rekam setiap 3 – 4 beat
• Setelah selesai perekaman, kalibrasi ulang
• Semua elektroda dilepas
• Bersihkan jelly di tubuh pasien
• Beritahu pasien bhw perekaman selesai
• Matikan mesin EKG
• Catat : Nama pasien, umur, jam, tanggal, bulan dan tahun pembuatan dan nama pembuat
• Bersihkan dan rapihkan alat2
Perhatian :
 Sebelum bekerja periksa kecepatan 25 mm/dtk, voltase 1 mVolt.
 Hindari gangguan listrik dan mekanik saat perekaman
 Saat perekaman perawat harus menghadap pasien
 Privacy pasien

TUGAS PENGKAJIAN DIAGNOSTIK SISTEM ENDOKRIN

PENGKAJIAN DIAGNOSTIK SISTEM ENDOKRIN
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Hipofisis
 Foto Tengkorak (cranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
 Foto Tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya kesamping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.
 CT Scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak bergerak selama prosedur.
 Pemeriksaan Darah dan Urin
 KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10 µg/ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkt kadarnya. Specimen adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
 KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah kurang lebih 5 cc. Tanpa persiapan khusus.
 KADAR ADRENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
 Tidak ada pembatasan makanan dan minuman
 Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol atau antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
 Bila obat-obatan harus diberikan, lampiran jenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman specimen.
 Cegah stres fisik dan psikologis


Pelaksanaan
 Klien diberi dexametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari.
 Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc.
 Urine ditampung selama 24 jam.
 Kirim spesimen (darah dan urin) ke laboratorium.
Hasil
Normal bila ;
 ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl.
 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian dexametason 1 mg/oral tengah malam, baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam. Specimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan eksresi 17 OHCS dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Tiroid
 Up take Radioaktif (RAI)
Tujuan pemeriksaan darah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodide.
Persiapan
 Klien puasa 6-8 jam.
 Jelaskan tujuan dan prosedur.
Pelaksanaan
 Klien diberikan Radioaktif Iodium (I¹³¹ ) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh diatas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan.
 Juga dapat diukur clearence I¹³¹ melalui ginjal dengan mengumpulkan urine selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif Iodiumnya.
Banyaknya I¹³¹ yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut
 Normal : 10-35 %
 Kurang dari : 10 % disebut menurun, dapat terjadi pada hipotiriodisme.
 Lebih dari : 35 % disebut meninggi dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisisensi Iodium yang suddah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme.
 T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
Nilai normal pada oang dewasa :
Iodium bebas : 0,1-0,6 mg/dl
T3 : 0,2-0,3 mg/dl
T4 : 6-12 mg/dl
Nilai normal pada bayi/anak :
T3 : 180-240 mg/dl
 Up take Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
Nilai normal :
Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin
Anak : pada umumnya tidak ada.
 Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur Iodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.
 Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan unutk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh dibawah kondisi basal selama beberapa waktu.
Persiapan
 Klien puasa selama 12 jam
 Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stres.
 Klien harus tidur paling tidak 8 jam.
 Tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedatif.
 Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya.
 Tidak oleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan.
Pelaksanaan
 Segerah setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi.
 Dihitung dengan rumus ; BMR (0,75 x pulse) + (0,74 x Tek nadi) – 72.
 Nilai normal BMR : 10 s/d 15 %
Pertimbangkan faktor umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh dengan kebutuhan oksigen jaringan. Pada klien yang sangat cemas, dapat diberikan fenobarbital yang pengukurannya disebut Sommolent Metabolisme Rate. Nilai normalnya 8-13% lebih rendah dari BMR.
 Scanning Tyroid
Dapat digunakan beberapa teknik antara lain :
Radio lodine Scanning. Digunakan unutk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin (20%) adalah ganas.
Up Take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan iodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Paratiroid
 Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium, plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (Fine white cloud) menunjukan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.
Persiapan
 Urine 24 jam ditampung.
 Makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut
Pelaksanaan
 Masukkan urine 3 ml kedalam tabung (2 tabung)
 Kedalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol.
Pembacaan hasil secara kwantitatif :
 Negatif (-) : Tidak terjadi kekeruhan.
 Positif (+) : Terjadi kekeruhan yang halus.
 Positif (++) : Kekeruhan sedang
 Positif (+++) : Kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik.
 Positif (++++) : Kekeruhan hebat, terjadi seketika.
 Percobaan Ellwort-Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon.
Cara pemeriksaan
Klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urine ditampung dan diukur kadar pospornya. Pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 x nilai normal. Pada hiperparatiroid , diuresis pospornya tidak banayak berubah.



 Percobaan kalsium intravena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurag. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
 Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisin dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa noral atau meningkat. Pada hiper tiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
 Pemeriksaan Elektrocardiogram (EKG)
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung . Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang memanjang, sedangkan hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.
 Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Pankreas
 Pemeriksaan Glukosa
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal :
Dewasa : 70-110 md/dl
Bayi : 50-80 mg/d
Anak-anak : 60-100 mg/dl
Persiapan
 Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan.
 Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan
Pelaksaaan
 Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10 cc.
 Gunakan anti koagulasi bila pemeriksan tidak dapat dilakukan segera.
 Bila klien mendapat pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.
 Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program.

Gula darah 2 jam setelah dimakan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP(post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah 2 jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan gula darah puasa, kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah 2 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung pada kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu didingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dpat memepengaruhi hasil pemeriksaan bagi klien yang mendapat obat-obatan sementara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan.
& Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar Adrenal
 Pemeriksaaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal :
Dewasa wanita : 37-47 %
Dewasa pria : 45 -54 %
Anak-anak : 31-43 %
Bayi : 30-40 %
Neonatal : 44-62 %
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung dari atau melalui fungsi intravena. Bubuhi antikoagulan kedalam darah untuk mencegah pembekuan.
Pemeriksaan Elektrolit serum ( Na,k,Cl) dengan
Nilai normal
Natrium : 310-335 mg (13,6-14 meq/liter)
Kalium : 14-20 mg% (3,5-5,0 meq/liter)
Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq/liter)
Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.
 Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine dalam 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.
 Stimulasi Test
Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.



DAFTAR PUSTAKA

Guyton, arthur. C. 1996. Buku ajar fisiologi kedokteran. Cet. 4, ed. 7. Jakarta : EGC.
Hartanto, huriawati,2005. Kamus saku mosby kedokteran, keperawatan, kesehatan. Jakarta : EGC
http : //www. Harun yahya.com/indo/buku/hormon/images_hormon/80.jpg
Rumahorbo, hotma. 2005. Askep klien dengan gangguan sistem endokrin. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mehasiswa perawat. Jakarta : EGC

CARA Pemasangan cahteter urine

Pemasangan
cahteter urine
Wijoyo Mohune

Pengertian
Pemasangan selang karet/plastik /metal melalui uretra ke dalam kandung kemih
Tujuan
 Menghilangkan distensi kandung kemih
 Penatalaksanaan kandung kemih incompeten
 Mendapatkan spesimen urine steril
 Pengkajian residu urine setelah berkemih
Persiapan alat
 Troly instrumen
 Sarung tangan steril
 Duk steril
 Kateter steril sekali pakai Polychateter urine
 Pelumas/jely khusus
 Kasa steril 2-4 potong
 Cairan anti septik mis betadine
 Spuit 10 – 20 cc yang sudah terisi larutan untuk mengembangkan balon ada kateter indwelling (aqudes/nacl)
 Urine bag/nerbeken/urinal
 Pingset/klem arteri
 Lampu sorot bila perlu
 Plester (untuk fiksasi/identitas)
 Selimut mandi
 Pengalas/zeil
 Alat cukur bila perlu
Prosedur kerja pada pria
 Mencuci tangan
 Menjelaskan prosedur dan tujuan pada pasien/keluarga
 Mengatur posisi pasien supine dan kedua kaki dilebarkan
 Menempatkan penutup di atas kedua paha
 Bila perlu cukur bulu pubis
 Mencuci tangan dan memasang sarung tangan steril
 Meletakkan lubang duk steril di atas sekitar perineal
 Mengolesi kateter dengan jeli pelumas 1-2 cc
 Mencuci gland penis di sekitar meatus dengan antiseptik menggunakan kasa steril/betadin
 Memegang penis dan menegakkannya
 Memasukkan kateter ke dalam uretra (15-25 cm) sampai urine mengalir ke luar dengan pingset/klem arteri/kasa steril
 Menarik penis sedikit ke bawah jika agak sulit memasukkan kateter
 Menampung urine pada botol steril untuk pemeriksaan dan menampung sisanya pada tempat yang telah disediakan/urinal/neerbeken
 Jika urine sudah keluar, masukkan kateter ke dalam ± 2,5 cm
 Mencabut kateter jika urine sudah habis atau mengembangkan balon kateter dengan menggunakan spuit berisi air/NaCl steril/aquades untuk isi/volume sesuaikan keterangan pada dengan chateter urine
 Tarik perlahan2 bagian luar chateter urine untuk mastikan balon mengembang baik
 Memfiksasi kateter ke abdomen bawah kiri/kanan melewati atas paha
 Menyambung kateter dengan plastik urine (urinal bag) ini dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum chateter urine dimasukkan ke uretra bila tidak ada pengambilab sampel urina
 Mendokumentasikan hasil pemasangan kateter urine dan respon pasien pada catatan pasien












Prosedur untuk wanita
Prinsipnya sama dengan pemasangan pada pria
 Mengatur posisi pasien supine dan lithotomi
 Memisahkan labia minora dan meletakkan satu tangan untuk mempertahankan posisi
 Membersihkan area meatus dari atas ke bawah memakai kasa steril hanya satu kali pakai untuk setiap kasa

Kewaspadaan/hal2 yang peru diperhatikan
 Tetap menjaga privasi pasien
 Pemasangan chateter urine dilakukan oleh satu orang kecuali dalam situasi tertentu
 Pertahankan kesterilan selama pemasangan dan terpasang
 Isi/kembangkan balon untuk chateter menetap sesuai standar yg tertera pada chateter urine
 Lama pemasangan chateter urine menetap sesuai standar yg tertera pada chateter urine
 Sesuaikan nomor/ukuran chateter urine dengan besar orifisium uretra
 Rawat chateter urine setiap hari atau bila diperlukan dengan tehnik aseptik
 Perhatikan tanda2 infeksi dan perembesan urine setiap melakukan perawatan chateter urine
 Sebaiknya balon dites terlebih dahulu sebelum dipasang
 Jangan memaksakan pemasangan chateter urine bila ada hambatan (konsultasikan keteman sejawat/dokter)
 Pastikan vesika urunari/bleder terisi/teraba
 Pastikan tanggal pemasangan tertulis dengan jelas (pada plester)
 Rencanakan tanggal untuk melepaskan chateter urine di papan tindakan
 untuk mengembankan balon ada yg menggunakan needle/tdk menggunakan needle untuk yang mengunakan needle hati2 waktu penusukkan
 Pastikan urinne keluar dulu saat dipasang kemudian dorong masuk chateter urine sekitar 5 cm at lebih kemudian kembangkan balon
 Jelaskan dan anjurkan pasien untuk melaporkan setiap keluhan yang dirasakan setelah pemasangan chateter urine
 Pastikan urine bag tertutup rapat saat di koneksi dengan chateter urine
 Urine bag ada 2 macam yakni yang steril dan non steril untuk yang steril sampel urina dapat di ambil melalui urine bag pada tempat yang sudah disediakan
 Gantung urine bag pada tempat yang sudah tersedia samping tempat tidur bila ada
 Jangan mengantung urine bag dengan posisi chateter urine terlalu tertarik sebaiknya dalam keadaan bebas
 Jangan mengisi/mengantung urine bag dengan tas plastik/kresek
 Perhatikan/awasi urine bag perhatikan kebocoran at atau urine melebihai kapasitas tampung
 Hindari memfiksasi chateter urine melalui bagian bawah paha(posisi tidur)
 chateter urine pria dimasukkan sekitar 15-25 cm pada wanita 5-10 cm
 Untuk wanita lebbih sulit pemasangan terutama pada wanita tua/ chateter urine bisa masuk ke vagina

CARA MERAWAT LUKA

MERAWAT LUKA
Pengertian
• Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
Tujuan
1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah perdarahan
7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
Persiapan Alat :
1. Set steril yang terdiri atas :
a. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
b. Tempat untuk larutan
c. Larutan anti septic
d. 2 pasang pinset
e. Gaas untuk menutup luka.
2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf
3. Gunting
4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5. Plester atau alat pengaman balutan
6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester


Cara kerja
1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien.
2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.
5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.
Angkat plester atau pembalut.
7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.
8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien.
9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
10. Buka set steril
11. Tempatkan set steril di samping luka
12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain.
13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkandalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.
15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :
a.Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
19. Amankan balutan dengan plester atau pembalut
20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.
22. Cuci tangan
23. Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang bertanggung jawab.
24. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien.
Membersihkan Daerah Drain
Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS

A. DEFENISI
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun
Ada 2 jenis infertilitas :
• Infertilitas primer : bila pasangan tersebut belum pernah mengalami kehamilan sama sekali.
• Infertilitas sekunder : bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan namun setelah itu tidak pernah hamil lagi
B. ETIOLOGI
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
A. Pada Wanita
•Gangguan organ reproduksi
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang
4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu

• Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.
• Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
• Endometriosis
• Abrasi genetis
• Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
• Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
B. Pada Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :
• Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
• Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
• Abnormalitas ereksi
• Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
• Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
• Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer
• Abrasi genetik
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Wanita
 Terjadi kelainan system endokrin
 Hipomenore dan amenore
 Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik
 Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal
 Wanita infertil dapat memiliki uterus
 Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor
 Traktus reproduksi internal yang abnormal
2. Pria
 Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
 Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
Riwayat infeksi genitorurinaria
 Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
 Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
 Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
 Abnormalitas cairan semen
D. PATOFISIOLOGI
a. Wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik.
Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.
b. Pria
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.
E. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik:
Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat ( spt distribusi lemak tubuh dan rambut yang tidak sesuai ).
Pemeriksaan System Reproduksi
1. Wanita
•Deteksi Ovulasi
1. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature )
2. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma
•Analisa hormon
Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium – hipofisis – hipotalamus. Dengan pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus menstruasi.
•Sitologi vagina
Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel vagina
•Uji pasca senggama
Mengetahui ada tidaknya spermatozoa yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital ).


•Biopsy endometrium terjadwal
Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.
•Histerosalpinografi
Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.
•Laparoskopi
Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.
•Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.
2. Pria
•Analisa Semen
Parameter
Warna Putih keruh
Bau Bunga akasia
PH 7,2 – 7,8
Volume 2 – 5 ml
Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
Jumlah sperma 20 juta / ml
Sperma motil > 50%
Bentuk normal > 60%
Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
persentase gerak sperma motil > 60%
Aglutasi Tidak ada
Sel – sel Sedikit,tidak ada
Uji fruktosa 150-650 mg/d
•Pemeriksaan endokrin
Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipothalamus, hipofisis jika kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang dilakukan bertujuna untuk menilai kadar hormon tesrosteron, FSH, dan LH.
•USG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula seminalis, atau seluran ejakulatori.
•Biopsi testis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi.
•Uji penetrasi sperma
•Uji hemizona
F. PENATALAKSANAAN
A. Wanita
•Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital
•Pemberian terapi obat, seperti;
1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .
2. Terapi penggantian hormon
3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
4. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
•GIFT ( gemete intrafallopian transfer )
•Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas
•Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
•Pengangkatan tumor atau fibroid
•Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi

B. Pria
•Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat
•Agen antimikroba
•Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
•HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
•FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
•Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus
•Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
•Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
•Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
•Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida













Konsep Asuhan Keperawatan.
1. PENGKAJIAN
A. Identitas klien
Termasuk data etnis, budaya dan agama
B. Riwayat kesehatan
1) Wanita
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
• Tumor hipofisis atau prolaktinoma
• Riwayat penyakit menular seksual
• Riwayat kista
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Endometriosis dan endometrits
• Vaginismus (kejang pada otot vagina)
• Gangguan ovulasi
• Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
• Autoimun
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
d. Riwayat Obstetri
• Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
• Mengalami aborsi berulang
• Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi

2) Pria
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Tumor hipofisis atau prolactinoma
• Trauma, kecelakan sehinga testis rusak
• Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
• Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih
• Riwayat vasektomi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Disfungsi ereksi berat
• Ejakulasi retrograt
• Hypo/epispadia
• Mikropenis
• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
• Saluran sperma yang tersumbat
• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
• Abnormalitas cairan semen
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik


C. Pemeriksaan Fisik
Terdapat berbagai kelainan pada organ genital, pria atupun wanita.
D. Pemeriksaan penunjang
a. Wanita
• Deteksi Ovulasi
• Analisa hormon
• Sitologi vagina
• Uji pasca senggama
• Biopsy endometrium terjadwal
• Histerosalpinografi
• Laparoskopi
• Pemeriksaan pelvis ultrasound
b. Pria
• Analisa Semen
• Parameter
• Warna Putih keruh
• Bau Bunga akasia
• PH 7,2 – 7,8
• Volume 2 – 5 ml
• Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
• Jumlah sperma 20 juta / ml
• Sperma motil > 50%
• Bentuk normal > 60%
• Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
• persentase gerak sperma motil > 60%
• Aglutasi Tidak ada
• Sel – sel Sedikit,tidak ada
• Uji fruktosa 150-650 mg/dl
• Pemeriksaan endokrin
• USG
• Biopsi testis
• Uji penetrasi sperma
• Uji hemizona
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas b.d ketidaktahuan tentang hasil akhir proses diagnostic
Gangguan konsep diri; harga diri rendah b.d gangguan fertilitas
Gangguan konsep diri; gangguan citra diri b.d perubahan struktur anatomis dan fungsional organ reproduksi
Resiko tinggi terhadap kerusakan koping individu / keluarga b.d metode yang digunakan dalam investigasi gangguan fertilitas
Konflik pengambilan keputusan b.d terapi untuk menangani infertilitas, alternatif untuk terapi
Perubahan proses keluarga b.d harapan tidak terpenuhi untuk hamil
Berduka dan antisipasi b.d prognosis yang buruk
Nyeri akut b. d efek tes dfiagnostik
Efek tes diagnostic ketedakberdayaan b.d kurang control terhadap prognosis
Resiko tinggi isolasi social b.d kerusakan fertilitas, investigasinya, dan penataklaksanaannya

CARA PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih tak pilih kasih, lagi Maha Penyayang. Segala puji adalah milik Allah Tuhan yang maha mengatur lagi maha bijaksana, yang maha penyayang lagi maha dermawan dan maha pengasih lagi maha pemurah. Karena hanya dengan rakhmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Sebagai manusia biasa, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Demi kesempurnaan dan peningkatan kualitas makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini.
Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ini, serta khususnya kepada Ibu Fatmawaty Mohammad S.Pd, S.Kep. selaku dosen KDM yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada kami guna terselesainya makalah ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan membantu kami dalam melaksanakan kuliah nanti. Amiieen. . . . . .



Gorontalo, april 2009


Penyusun




















BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah member obat yang aman dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.
Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan di bahas salah satu rute pemberian obat, yaitu rute pemberian obat secara PARENTERAL, memberikan obat pada pasien dengan menginjeksinya ke dalam tubuh.


B. Tujuan


Tujuan disusunnya makalah mengenai cara pemberian obat secara Parenteral ini adalah :
 Menjelaskan bagaimana harua melakukan persiapan pemberian obat parenteral.
 Menjelaskan macam-macam cara pemberian obat
 Menjelaskan indikasi dan kontra indikasi
 Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dan cara pemberiannya.















BAB II
PEMBAHASAN


PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL


Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian, yaitu Intra Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), Subcutaneus (SC), dan Intra Cutaneus (IC). Obat yang diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih banyak dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan obat yang diberikan secara topical atau oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi.
Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi yang seringv terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai dengan tempat penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat injeksi.
Pada umumnya pemberian obat secara parenteral di bagi menjadi 4, yaitu :
A. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan
B. Pemberian Obat Via Jaringan Subkutan
C. Pemberian Obat Via Intra Vena : Intra Vena Langsung dan tak langsung
D. Pemberian Obat Via Intramuskular


A. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan

A. 1. Pengertian Intra Kutan
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intra kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang disuntikkan.
A. 2. Tujuan
Pemberian obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.


A. 3. Hal-hal Yang Perlu Di Perhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi
4. Kondisi atau penyakit klien
5. Pasien yang benar
6. Obat yang benar
7. Dosis yang benar
8. Cara atau rute pemberian obat yang benar
9. Waktu yang benar

A. 4. Indikasi dan Kontra Indikasi
- Indikasi : bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.
- Kontra Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit

A. 5. Alat dan Bahan
 Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
 Obat dalam tempatnya
 Spuit 1 cc/spuit insulin
 Cairan pelarut
 Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit)
 Bengkok
 Perlak dan alasnya.

A. 6. Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3. Bebaskan daerha yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang terbuka dan keatasan
4. Pasang perlak/pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades. Kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
7. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan disuntik.
8. Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat di permukaan kulit.
9. Suntikkkan sampai terjadi gelembung.
10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
11. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan jenis obat.

 Gambar injeksi Intra kutan :









 Daerah Penyuntikan :
o Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
o Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.


B. Pemberian Obat Via Jaringan SubKutan

B. 1. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).

B. 2. Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.

B. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan
 Tempat injeksi
 Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
 Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi
 Kondisi atau penyakit klien
 Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
 Obat yang akan diberikan harus benar
 Dosisb yang akan diberikan harus benar
 Cara atau rute pemberian yang benar
 Waktu yang tepat dan benar

B. 4. Indikasi dan kontra indikasi
- Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama, karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.
- Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau minyak.

B. 5. Alat dan bahan
 Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat
 Obat dalam tempatnya
 Spuit insulin
 Kapas alcohol dalam tempatnya
 Cairan pelarut
 Bak injeksi
 Bengkok perlak dan alasnya

B. 6. Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
6. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dari permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke dalam bengkok.
10. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
11. Cuci tangan.

 Gambar Injeksi Sub Kutan :










 Daerah Penyuntikan :
o Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
o Otot paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)
o Otot pangkal lengan (muskulus deltoideus)


C. Pemberian Obat Via Intra Vena :
a. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena langsung
C. a. 1. Pengertian
Cara memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala).

C. a. 2. Tujuan
pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.

C. a. 3. Hal-hal yang diperhatikan
 setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
 Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
 Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
 Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
 Kondisi atau penyakit klien.
 Obat yang baik dan benar.
 Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
 Dosis yang diberikan harus tepat.
 Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi harus benar.

C. a. 4. Indikasi dan kontra indikasi
- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
- kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.

C. a. 5. Alat dan bahan
 daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
 Obat dalam tempatnya.
 Spuit sesuai dengan jenis ukuran
 Kapas alcohol dalam tempatnya.
 Cairan pelarut (aquades).
 Bak injeksi.
 Bengkok.
 Perlak dan alasnya.
 Karen pembendung.

C. a. 6. Prosedur kerja
1. cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada daerah penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.
4. Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
6. Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang akan dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.
9. Ambil spuit yang berisi obat.
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.
11. Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan hingga habis.
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan di masukkan ke dalam bengkok.
13. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
14. Cuci tangan.
b. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena Secara tidak Langsun.
C. b. 1. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intra vena.

C. b. 2. Tujuan
pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

C. b. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan
 injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
 Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
 Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
 Obat yang baik dan benar.
 Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.
 Dosis yang diberikan harus tepat.
 Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tidak langsung harus tepat dan benar.

C. b. 4. Indikasi dan kontra indikasi
- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
- kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.

C. b. 5. Alat dan bahan
 Spuit dan jarum sesuai ukuran
 Obat dalam tempatnya.
 Wadah cairan (kantung/botol).
 Kapas alcohol dalam tempatnya..

C. b. 6. Prosedur kerja
1. cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan pada kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran infuse.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.
7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
8. Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang infuse.
9. Periksa kecepatan infuse.
10. Cuci tangan.
11. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.

 Gambar Injeksi Intra Vena :












 Daerah Penyuntikan :
o Pada Lengan (v. mediana cubiti / v. cephalika)
o Pada Tungkai (v. Spahenous)
o Pada Leher (v. Jugularis)
o Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak


D. Pemberian Obat Via Intra Muskular
D. 1. Pengertian
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).

D. 2. Tujuan
Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.

D. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan
 Tempat injeksi.
 Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
 Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
 Kondisi atau penyakit klien.
 Obat yang tepat dan benar.
 Dosis yang diberikan harus tepat.
 Pasien yang tepat.
 Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar.

D. 4. Indikasi dan kontra indikasi
- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
- kontra indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.

D. 5. Alat dan bahan
 Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
 Obat dalam tempatnya.
 Spuit da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm, untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
 Kapas alcohol dalam tempatnya.
 Cairan pelarut.
 Bak injeksi.
 Bengkok.

D. 6. Prosedur kerja
1. cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan dalam bak injeksi.
4. Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan).
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6. Lakukan penyuntikan :
 Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi.
 Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi.
 Pada daerah dorsogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut di putar kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan di depan tungkai bawah.
 Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan cara, anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
7. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
8. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik dalam spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga habis.
9. Setelah selesai, tarik spuit dan tekan sambuil di masase daerah penyuntikan dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.
11. Cuci tangan

 Gambar Injeksi Intra Muskular :











 Daerah Penyuntikan :
o Bagian lateral bokong (vastus lateralis)
o Butoks (bagian lateral gluteus maksimus)
o Lengan atas (deltpid)





BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : sub kutan, intra kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat. Sebab ada jenis-jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara yang salah.



B. Saran

Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.
































DAFTAR PUSTAKA



L, Kee Joyce & R, Hayes evelyn ; farmakologi Pendekatan proses Keperawatan, 1996 ; EGC; Jakarta.

Priharjo, Robert; Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, 1995; EGC; Jakarta.

Aziz, Azimul; Kebutuhan dasar manusia II.

Bouwhuizen, M; Ilmu Keperawatan Bagian 1; 1986; EGC; Jakarta.














































DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1

BAB II : PEMBAHASAN 2
A. Pemberian Obat Via intra Kutan 2
B. Pemberian Obat Via Sub Kutan 4
C. Pemberian Obat Via Intra Vena 6
D. Pemberian Obat Via Intra Muskular 10

BAB III : PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

kasus UTS

1. Ny H umur 36 tahun sudah 1 bulan di rawat di RSJ sudah tiga kali perawatan, dengan alasan masuk dirumah marah-marah, kadang-kadang tertawa sendiri. Keluarga mengatakan Ny H tinggal dengan suami dan 3 orang anaknya, Ny H punya idealisme yang tinggi, selama hidupnya selalu berhasil tidak pernah mengalami kegagalan, Ny H masalah di kantornya dan berdampak pada kariernya (turun jabatannya). Klein merasa kecewa dan merasa gagal. Ny H mempunyai presepsi bahwa kejadian tersebut dampak selama ini merasa banyak salah kepada orang tuanya karena selama ini Ny H tidak pernah membahagiakan orang tuannya. Ny H merasa berdosa selama ini jarang melaksanakan sholat dan saya bukan istri dan ibu anak-anak yang baik. Ny H mengatakan saya tidak ada apa-apanya, saya sebenarnya bodoh. Hasil Observasi saat ini Ny H sering menyendiri, sering mojok, kalau diajak bicara langsung pergi, afek datar, kontak mata (-), saat diberi pertanyaan jawabannya hanya ia dan tidak.






3.Ny D usia 35 tahun alasan sering menyendiri, bicara sendiri, marah-marah. Tn D anak pertama dari 5 bersaudara. Ny D mengatakan dirumah hanya membantu orang tuanya berjualan. Ny D kalau berinteaksi dengan orang merasa malu merasa dirinya tidak sempurna gemuk dan pendek. Ny A waktu di Sekolah Dasar sering dipanggil pendut ( pendek dan gendut) sehingga sering menangis dan malu. Ny D cita-cita ingin jadi POLWAN karena keinginannya sangat kuat, sehingga mengikuti test, hasil test tulis lulus, tetapi test fisik dinyatakan gagal karena terlalu gemuk dan tingginya kurang. Ny D sering menyalahkan pada dirinya sendiri kenapa saya harus seperti ini. Ny D satu bulan yang lalu dikecewakan oleh lawannya jenisnya karena merasa di tolak. Hasil observasi klien tidak mau diajak komunikasi, selalu menghindar, apabila di tanya jawabanya hanya mengganggukan dan mengelengkan kepalanya, afek datar, kontak mata (-), sering mojok di tempat tertentu.

FISIOTERAPI DADA ( drainase postural )

FISIOTERAPI DADA
( drainase postural )

Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.
Tujuan
-Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
-Memperkuat otot pernapasan
-Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
-Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Anatomi Percabangan trakheobronkhial




Lobus – lobus Paru










Lobus Kanan Atas :
1. segmen apical
2. segmen posterior
3. segmen anterior
Lobus Kanan Tengah :
1. segmen lateral
2. segmen medial
Lobus Kanan Bawah :
1. segmen superior
2. segmen basal anterior
3. segmen basal lateral
4. segmen basal posterior
5. segmen basal medial
Fisioterapi dada mencakup tiga teknik: drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi.
1.Drainase Postural
Drainase postural adalah pembersihan berdasarkan gravitasi ekret jalan napas dari segmen bronkus khusus. Ini dicapai dengan melakukan satu atau lebih dari 10 posisi tubuh yang berbeda. Tiap posisi mengalirkan sekret khusus dari percabangan trakeobronkial-area paru atas,tengah,bawah-ke trakea. Batuk atau pengisapan kemudian dapat menghilangkansekret dari trakhea.
Darinase postural juga Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.
Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari trachea.
Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
Pendelegasian
Drainase postural dapat didelegasikan kepada personel asisten. Namun, perawat tetap bertanggung jawab untuk menindaklanjuti untuk menjamin perawatan tepat dan dokumentasi yang tepat telah dilengkapi. Keterampilan ini tidak boleh didelegasikan bila klien tidak stabil secara medis. Pada beberapa fasilitas perawatan akut, tugas ini dapat dilakukan oleh ahli terapi pernafasa.
Peralatan
 Tempat tidur di rumah sakit dapat di tempatkan pada posisi Trendelenburg (perawatan akut,restoratif, atau lingkungan perawatan di rumah)
 Papan pemiring atau pendororng (bila drainase dilakukan dirumah)
 Kursi (untuk mendrainase bagian atas)
 Bantal 1 sampai 4
 Tisu wajah, kantung kertas
 Teko air dan air minum
 Wadah degan ukuran
 Sarung tangan sekali pakai



Kewaspadaan perawat
Spasme bronkus dapat di cetuskan pada beberapa klien yang menerima darainase postural. Spasme bronkus ini di sebabkan oleh imobilisasi sekret ke dalam jalan napas pusat yang besar, yang meningkatkan kerja napas. Untuk menghadapi resiko spasme bronkus, perawat dapat meminta dokter untuk mulai memberikan terapibronkodilator pada klien selama 20 menit sebelum drainase postural.
Indikasi Klien Yang Mendapat Drainase Postural
a. Mencegah penumpukan secret yaitu pada:
- pasien yang memakai ventilasi
- pasien yang melakukan tirah baring yang lama
- pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis
b. Mobilisasi secret yang tertahan :
- pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
- pasien dengan abses paru
- pasien dengan pneumonia
- pasien pre dan post operatif
- pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
Kontra Indikasi Drainase Postural
a. tension pneumothoraks
b. hemoptisis
c. gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard, aritmia
d. edema paru
e. efusi pleura
f. tekanan tinggi intracranial
Persiapan Pasien Untuk Drainase Dostural
a. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang
b. Terangkan cara pelaksanaan kepada klien secara ringkas tetapi lengkap
c. Periksa nadi dan tekanan darah
d. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan secret.
Cara Melakukan Drainase Postural
a. Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan menjelang tidur malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.
b. Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
c. Posisi drainase postural dilihat pada gambar
Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan
b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
c. Batuk produktif (secret kental/encer)
d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)
e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi, temperature)
f. Rontgen thorax



Drainase postural dapat dihentikan bila:
a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
b. Klien mampu bernapas secara efektif
c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret
Posisi untuk drainase postural
 Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas.
Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal (Gbr. 135 dan 136).

 Bronkuas Apikal Lobus Posterior Kanan danKiri Atas
Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja (Gbr. 137 dan
138).

 Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kirir Atas
Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut (Gbr. 139 dan 140).




 Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas
Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada posisi Trendelenburg, dengan kaki tempat tidur di tinggikan 30 cm (12 inci). Letakan bantal di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 141 dan 142).

 Bronkus Kanan Tengah
Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm (12 inci). Letakan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas banta (Gbr. 143 dan 144).

 Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring terlentang dengan posisi trendelenburg, kaki tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut menekuk di atas bantal (Gbr. 145 dan 146).







 Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah
Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 samapi 20 inci) (Gbr. 147 dan 148).

 Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah
Minta klien berbaring ke kanan pada posisi trendelenburg denan kaki di tinggikan 25 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). (Gbr.149 dan 150).

 Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung (Gbr. 151 dan 152).












 Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri
Minta klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 (18 sampai 20 inci) (Gbr.153 dan 154).


Langkah - langkah Rasional
1. Cuci tangan

2. Pilih area yang tersumbat yang akan di drainase berdasarkan pengkajian semua bidang paru, data klinis , dan gambaran foto dada.
3. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. (Area pertama yang dipilih dapat bervariasi dari satu klien ke satu klien yang lain). Bantu klien memilih posisisesuai kebutuhan. Ajarkan klien memposisikan postur dan lengan dan posisi kaki yang tepat. Letakan bantal untuk nenyangga dan kenyamanan.
4. Minta klien mempertahankan posisi selama 10 sampai 15 menit.

5. Selama 10 samapai 15 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi dada, vibrasi, dan atau gerakan iga di atas area yang didrainase.
6. Setelah drainase pada postural pertama, minta klien duduk dan batuk. Tampung sekresi yang dikeluakan dalam wadah yang bersih. Bila klien tidak dapat batuk, harus dilakukan penghisapan.

7. Minta klien istirahat sebentar bila perlu.


8. Minta klien minum menghisap / minum air.
9. Ulangi langkah 3 hingga 8 sampai semua area tersumbat yang dipilih telah terdrainase. Setiap tindakan harus tidak lebih dari 30 sampai 60 menit.
10. Ulangi pengkajian dada pada semua paru.

11. Cuci tangan. Mengurangi transmisi mikro organisme.
Untuk evektifitas, tindakan harus dibuat individual untuk mengatasi are spesifik dari peru yang tersumbat.

Posisi khusus dipilih untuk mendrainase tiap are yang tersumbat. (lihat Gbr. 135 sampai 154).







Pada orang dewasa, pengaliran tiap area memerlukan waktu. Pada anak -anak, cukup 3 sampai 5 menit.
Memberikan dorongan mekanik yang bertujuan memobilisai sekret jalan napas.

Setiap sekret yang dimobilisasi ke dalam jalan napas pusat, harus di keluarkan melalui batuk atau penghisapan sebelum klien di baringkan pada posisi drainase selanjutnya. Batuk paling efektif bila klien duduk dan bersandar ke depan.

Periode istirahat sebentar di antara postur dapat mencegah kelelahan dan membantu klien mentoleransi terapi lebih baik.
Menjaga mulut tetap basah sehingga membantu dalam ekpektorasi sekret.
Drainase postural digunakan hanya untuk mengalirkan area yang tersumbat dan berdasarkan pengkajian individual.


Memungkinkan anda mengkaji kebutuhan drainase selanjutnya atau mengganti program drainase.
Mengurangi transmisi mikro organisme.






























FISIOTERAPI DADA : DRAINASE POSTURAL

Aspek yang dinilai Bobot Nilai Ket
Ya Tidak

A. Persiapan alat
Baki berisi :
1. Handuk
2. Bantal (2 – 3 buah)
3. Segelas air
4. Tissue
5. Sputum pot , berisi cairan desinfektan.
6. Buku catatn
B. Persiapan klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur.
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman.
C. Persiapan perawat
1. Cuci tangan
2. Perhatikan universal precaution.
D. Prosedur
• Lakukan auskultasi bunyi napas klien.
• Instruksikan klienuntuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.
• Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekret.
• Kendurkam pakaian klien
1. Postural drainase
• Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase.
• Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. Letakan bantal sebagai penyangga.
• Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10 samapai 15 menit.
• Selama dalam posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada di atas area yang di drainase.
• Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk efektif. Tampung sekret dalam sputum pot.
• Istirahatkan pasien, minta klien minum air sedikit.
• Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih dari 30-60 menit.
5







3




2


5








5

Keterangn :
Ya : Berarti dilakukan dengan sempurna dan mendapatkan bobot yang sesuai standar
Tidak : Berarti tidak dilakukan sama sekali atau dilakukan dengan tidak sempurna jadi tidak mendapatkan bobot yang sesuai standarnya.
Adapun macam – macam posisi drainase postural
Right upper lobe
Apical segment (1)


Posterior segment (2)







Anterior segment (3)




Right middle lobe
Lateral segment (4)


Medial segment (5)




Penyuluhan Klien
Klien dan keluarga harus di ajarkan cara posisi postur yang tepat di rumah. Beberapa postur perlu dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan individual. Sebagai contoh, posisi miring Trendelenburg untuk mengalirkan lobus bawah lateral harus dilakukan dengan klien berbaring miring datar atau posisi miring semi Fowler bila ia bernapas sangat pendek (dispneu).
Pertimbangan Pediantri
Adalah tidak realistik untuk mengharapkan anak bekerja sama penuh dalam memilih semua posisi yang digunakan untuk drainase postural. Perawat harus menentukan empat sampai enam posisi sebagai prioritas. Lebih dari enam sering melampui keterbatasan toleransi anak.
Pertimbangan Geriatri
Klien pada pengobatan anti hipertansi tidak mampu mentolerir perubahan postur yang diperlukan. Perawat harus memodifikasi prosedur untuk memenuhi toleransi klien dan tetap membersihkan jalan napas.




















Kesimpulan
1. Dari media Internet yang didapat penjelasan untuk prosedur postural drainase belum lengkap jika di bandingkan dengan media cetak (buku saku keteampilan dan prosedur dasar) yang digunakan.
2. Dari media cetak (buku saku keterampilan dan prosedur dasar) di jelaskan tujuan dan kewaspadaan perawat terhadap tindakan yang dilakukan sedangkan dari media Internet tidak menjelaskan tujuan dan kewaspadaan perawat.
3. Dari media internet di jelaskan indikasi dan kontra indikasi dari pelaksanaan tindakan postural drainase sedangakan dari media cetak (buku) tidak menjelaskan indikasi dan kontra indikasinya.
4. Dari media cetak (buku) juga memeberikan penjelasan terhadap penyuluhan terhadap pasien sedangkan media cetak tidak.



































DAFTAR PUSTAKA


• Perry – Potter, Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar.Edisi 3.EGC.1999.Jakarta
• afiyahhidayati.wordpress.com/2009/.../askep-fisioterapi-dada/
• luchinurfitri.blog.friendster.com/2009/01/fisioterapi-dada/ -